WAWANCARA

Megawati Soekarnoputri: Tak Perlu Perdebatkan Tua Muda Menjadi Capres-Cawapres 2014

Rabu, 27 Juni 2012, 10:05 WIB
Megawati Soekarnoputri: Tak Perlu Perdebatkan Tua Muda Menjadi Capres-Cawapres 2014
Megawati Soekarnoputri

RMOL. Ketua MPR Taufik Kiemas selalu men­dengungkan agar orang  muda yang maju menjadi capres dan cawapres 2014.

Tapi bagi istrinya, Megawati Soekarnoputri, tidak perlu diperdebatkan  dikotomi tua dan muda menjadi capres dan cawapres 2014.

“Kita harus melihat kua­litas dan kemampuan se­seorang. Tidak melihat dari usianya. Tapi dari kinerja dan rekam jejaknya,” kata Ketua Umum PDI Perjua­ngan Megawati Soekar­noputri di sela-sela ccara pelantikan DPP Taruna merah Putih dan pelantikan Departeman Pelajar, Mahasiswa, Pemuda dan Olahraga DPP PDI Perjuangan di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan (Selasa, 26/6).

Regenerasi, lanjut bekas Presiden itu, sesuatu yang positif. Tapi hendaknya dilaku­kan dengan pendekatan untuk pembangunan bangsa. Bukan untuk memperoleh jabatan.

“Regenerasi boleh saja. Apalagi saat ini sudah zaman modern,” katanya.

Berikut kutipan leng­kapnya:


Apa komentar Anda menge­nai dikotomi tua muda?

Sudahlah, kita bekerja se­­­perti apa yang bisa ki­ta lakukan saja. Saya akan terus mem­perjuangkan cita-cita kemer­dekaan bangsa melalui program-program yang telah dikonsepkan PDI Perjua­ngan. Terutama ma­salah ideologi.


Apa ini keharusan?

Ya. Sebab, kelihatannya masih banyak orang yang tidak me­ngerti atau ada juga yang mem­perta­nyakan mengenai pen­tingnya ideologi.

Saya juga baca beberapa koran ada yang mengatakan apa perlu­nya ideologi kalau ma­yara­katnya belum sejahtera. Itu pernyataan yang kurang tepat. Sebab, ideo­logi adalah bagian dari sebuah tujuan arahan bagi kita dalam melaksanakan cita-cita kemer­dekaan. Ketika kita meneriakkan ideologi Pan­casila, jangan hanya jadi pemanis di bibir saja.


Harus bagaimana?

Macam-macam orang me­miliki tujuan hidup yang berbeda. Bagi saya, kalau orang tidak memiliki cita-cita atau tujuan hidup, akhirnya dia menjadi  oportunis dan cari enaknya saja.

Saat ini banyak orang pindah partai karena ideologinya lemah, sehingga berpikir pragmatis. Tapi kalau punya ideology, maka tujuan hidupnya jelas dan kuat.


Apa itu harus dimiliki pemuda?

Pemuda harus bisa meresapi ideologi, karena kalau hanya fisik kita tidak ubahnya seperti zombi yang fisiknya bisa bergerak. Tapi tidak punya roh. Kita bisa seperti itu kalau tidak ada suatu keya­kinan. Kita juga harus menjawab hidup untuk apa dan siapa.


Banyak kalangan meng­harapkan regenerasi, apa ko­mentar Anda?

Kalau ukurannya umur bisa jadi salah. Jika ada anak 20 tahun. Tapi karena tidak punya tujuan, sehingga memakai narkoba. Tapi ada orang tua karena berke­hidupan yang baik, tidak ber­penyakitan, masih energik, punya pekerjaan yang baik, lebih berkualitas dari muda.


Maksudnya?

Masalah umur itu sangat relatif. Saya suka geli dalam po­litik, karena hal-hal yang sifatnya relatif sebenarnya tidak perlu di perdebatkan.

 Sekarang ini tidak ada lagi semangat dan dedikasi dalam membangun bangsa. Orang kelihatannya tidak peduli. Yang penting bisa memakmurkan diri sendiri. Saya kok melihatnya miris. Jangan hanya ngomong regenerasi. Tapi hal yang hakiki tidak bisa diurus.  


Apa saran Anda?

Dulu umur menteri dan pejabat negara di zaman ayah saya (Presiden Soekarno)rata-rata 30 tahun. Tapi mereka the best. Pang­lima Angkatan Udara ter­muda saja pada waktu itu Oemar Dhani, umurnya 28 tahun.

 

Makanya PDI Perjuangan menyelenggarakan konsolidasi SDM?

Konsolidasi SDM penting, maka PDI Perjuangan punya Taruna Merah Putih yang diharapkan bisa menjadi bagian paling depan.

Zaman dulu, saat  kerajaan, kalau ada sebutan taruna. Maka mereka adalah yang paling depan untuk buka jalan, bikin jalan, dan bersihkan jalan.


Berati bukan konsolidasi SDM?

Konsolidasi SDM ini berat, karena kita ingin mendalami watak orang. Bisa pendalaman lagi secara berkelanjutan. Semua itu terletak di Ideologi.

 Bung Karno sudah beri jalan mengenai  pengimplementasian ideo­logi Pancasila yang bisa diperas menjadi trisakti dan gotong royong. Kalau ita bergo­tong royong, maka apa saja bisa kita terjang.

 Kalau dalam Trisakti ada ber­daulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri. Di bidang eko­nomi, berkepribadian dalam ke­budayaan. Dengan Ideologi ma­ka tidak ada yang bisa intervensi kita.

Lihat saja sekarang ikan dan garam saja impor, bukan berarti kita anti impor. Tapi kalau banyak di negeri kita, masa impor.

Selain itu di bidang budaya, kalau budaya kita dicolong Malaysia baru kita ngamuk.


Harusnya bagaimana?

Waktu saya Wakil Presiden sudah ada lembaga yang ngurus hak kekayaan intelektual, seha­rusnya dipatenkan saja, kan beres. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA