RMOL. Masyarakat Papua dan Batam dinilai mengikuti pertandingan sepakbola Euro 2012. Tapi tidak bisa meredam adanya kerusuhan di dua daerah itu.
“Tetap menonton sepakbola Eropa 2012, tapi kerusuhan tetap ada. Tidak ada kaitannya dengan siÂtuasi sosial politik di tanah air,†kata bekas Pelatih Timnas U-23, Rahmad Darmawan, kepada RakÂyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Rahmad Darmawan selanjutÂnya mengatakan, saat piala dunia 2010, Aceh juga bergejolak. Ini arÂtinya situasi penting sepakbola itu tidak berpengaruh terhadap keamanan tanah air.
“Saya yakin masyarakat Aceh juÂga saat itu mengikuti piala duÂnia. TaÂpi idak mempengaruhi situaÂsi dan kondisi di sana,’’ katanya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa sama sekali tidak ada pengaruhnya?
Yang saya pahami piala dunia dan Euro tidak berpengaruh secaÂra signifikan terhadap keadaan soÂsial dan keamanan di daerah terÂtentu.
Hikmah apa yang bisa diÂamÂbil dari Euro 2012?
Ketika berbicara sepakbola di negara-negara lain, baik piaÂla Euro atau piala dunia, kita pasti akan sepakat bahwa olahÂraga ini menjadi tontonan yang siÂÂfatnya komersial.
Piala Dunia maupun Euro meÂrupakan industri besar yang digaÂrap secara serius, sehingga mengÂhasilkan uang yang jumlahÂnya triliunan rupiah.
Apakah Indonesia bisa meÂniru sepakbola negara Eropa?
Kalau Indonesia ingin menguÂbah pola pandang atau pola pikir unÂtuk membangun sepakbola, tenÂtu sangat bisa. Tapi tidak meÂmaÂsukkan sepakbola ke dalam unsur politik.
Jika berpikir instan dan ada unÂsur politik, rasanya sulit industri sepakbola di tanah air menjadi beÂsar. Hal inilah yang harus disaÂdari para pemimpin kita.
Sepakbola Indonesia kental dengan unsur politik?
Ya. Jujur saja banyak kebijaÂkan yang lebih mementingkan kelomÂpok dibandingkan kebijaÂkan yang lebih mementingkan maÂsyarakat. Akhirnya, timbul keÂlompok-keÂlompok lain yang merasa terpingÂgirkan dan memÂbuat orgaÂnisasi lain.
Selain itu, ada beberapa pemda yang memiliki klub terpecah menÂÂjadi dua atau tiga klub. Hal terÂseÂbut akibat dari politisasi olahÂraga.
Kalau kita berbicara politisasi sepakbola maka yang terjadi adalah pencitraan setiap tindakan. Sepakbola itu harus long time. HaÂrus dimulai dari hal-hal yang keÂcil. Misalnya pengadaan eduÂkasi, membangun kompetisi yang sehat dan sarana development yang ideal.
Sayangnya, semua itu masih seÂbatas wacana saja. Saat ini maÂsih terlalu sibuk mementingkan keÂpentingan semata yang menuÂrut saya, sangat tidak penting.
Anda menilai pemain seÂpakbola Indonesia sangat berÂpoÂtensi?
Skill yang dimiliki para peÂmain kita sangat bisa seperti para peÂmain sepakbola di negara-negara Eropa asalkan ada proÂgram kerja yang berkeÂsinamÂbungan.
Itu tidak akan bisa tercapai biÂla konflik di internal pengurus kiÂÂta masih terjadi. Kalau seÂmuaÂnya damai dan memiliki keÂsepaÂkatan bersama, maka peÂmain-pemain kita jauh lebih baik dari sekarang.
Membangun sepakbola itu membutuhkan komitmen bersaÂma dan kerja sama. Jika masih terÂjadi konflik akan memÂbingungÂkan sponsor.
Maksud Anda?
Ketika keinginan sepakbola menjadi industri, maka hal ini berÂkaitan dengan sponsor. MereÂka ingin sebuah kepastian hukum dan kejelasan status kompetisi. Kalau seperti ini terus, mana ada sponsor yang masuk dan berinÂvesÂtasi ke klub. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: