WAWANCARA

Prijo Sidipratomo: Dokter Bela Koruptor, Izin Praktek Dicabut

Kamis, 14 Juni 2012, 09:03 WIB
Prijo Sidipratomo: Dokter Bela Koruptor, Izin Praktek Dicabut
Prijo Sidipratomo

RMOL. Berdalih sakit, merupakan senjata ampuh bagi saksi, tersangka, terdakwa, dan terpidana untuk ‘lari’ dari proses hukum.

Untuk mencegah itu,’Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berjanji akan men­ca­but izin praktek dokter bila ter­bukti memani­pulasi data me­dis untuk mem­bantu saksi, ter­­sang­ka, ter­dak­wa, atau ter­pi­dana.

“Kalau ada anggota IDI seperti itu, maka berhadapan dengan ka­mi. IDI tidak segan-segan mem­beri sanksi berat seperti mencabut reko­mendasi prakteknya,” kata Ketua Umum IDI, Prijo Si­di­pratomo, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Sikap tegas seperti ini, lanjut­nya, perlu dilakukan untuk men­ce­gah ada dokter yang bermain-main dengan saksi, tersangka, terdakwa, atau terpidana kasus korupsi.

“Itu salah satu butir kerja sama yang sudah kami lakukan dengan KPK. Kerja sama ini terkait de­ngan second opinion terhadap saksi, tersangka, dan terdakwa korupsi,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa konkret kerja sama itu?

IDI akan membantu KPK jika KPK memer­lukan bantuan IDI. Jika second opinion sudah sampai pada IDI, itu sudah final. Karena IDI menjaga kelangsungan prak­tek seorang dokter.


Hhasil pemeriksaan DI  mengikat?

Ya. Nanti tidak ada lagi pen­da­pat ketiga, keempat, dan sete­rusnya, karena sudah final.


Bagaimana jika KPK me­mer­lukan second opinion di daerah?

Anggota IDI itu kan banyak se­kali. Meski kerja sama ini ditan­datangani Pengurus Besar IDI dengan KPK, tapi maknanya un­tuk seluruh anggota IDI. Artinya, jika ada kasus di Merauke dan KPK memerlukan second opi­nion, maka bisa minta bantuan IDI cabang di sana. Kerja sama ini berlaku untuk seluruh jajaran IDI.


IDI menjamin keabsahan pendapat itu?

Sebenarnya dengan adanya kerja sama ini, mewanti-wanti pa­­ra dokter anggota IDI untuk ti­dak membela koruptor de­ngan menyatakan orang itu sa­kit. Padahal, sebenarnya ti­dak sakit. Atau sakitnya dilebih-le­bihkan.

Sebaiknya seluruh dokter ja­ngan ikut-ikutan seperti itu. Sebab, dengan adanya kerja sa­ma ini, IDI  membantu KPK  me­­me­rangi korupsi. Ang­gota IDI harus ko­mitmen me­nya­takan se­jujurnya menge­nai kon­disi pa­sien.


Bagaimana jika ada dokter pribadi tersangka atau terdak­wa yang memanipulasi data?

Jika itu yang terjadi, maka IDI  melakukan tindakan. Sanksi ter­beratnya dengan mencabut re­komendasi prakteknya.

Kami juga menertibkan para dokter agar tidak ikut-ikutan hal-hal yang aneh. Boleh jadi dokter pribadi, tapi jangan masuk ke ranah hukum. Karena akan terjadi conflict of interest. Apalagi berbi­cara di depan media atau publik, itu nggak boleh.


Kalau pasiennya tersangkut kasus korupsi, apa yang harus dilakukan dokter tersebut?

Jika kliennya bermasalah de­ngan hukum, sebaiknya dokter itu mundur. Tidak perlu mela­kukan pembelaan.


Dalam kerja sama ini, apa­kah IDI menyiapkan dokter khusus di KPK?

Tidak. IDI tidak menyiapkan dokter khusus mengenai kerja sama ini.

Kalau KPK membutuhkan, IDI akan mencari dokter sesuai ke­butuhannya. Kami me­mi­lih sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan KPK.

Intinya, kami membantu peker­jaan-pekerjaan KPK. Sebab,  dam­pak dari korupsi ini begitu besar. Kita tidak ingin mereka berdalih sakit agar terhindar dari proses hukum.

IDI merasa terpanggil untuk membantu KPK. Kami merasa sebagai komponen bangsa, harus ikut turun. Kalau korupsi terus merajalela, maka bangsa ini ti­dak bisa bersaing di era glo­balisasi ini.


IDI mengawasi sepak terjang para dokter?

Ya. Kami akan melakukan itu. Misalnya jika KPK mela­porkan ada dokter menyatakan sakit se­seorang yang terkait ka­sus ko­rupsi, maka IDI bertin­dak cepat.

Tugas IDI melakukan pem­binaan dan mengawasi praktek dokter. Prinsipnya, kami ini memback-up dokter yang ada di KPK. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA