WAWANCARA

Ma'ruf Amin: MK Bertindak Sekehendak Hati

Senin, 26 Maret 2012, 08:44 WIB
Ma'ruf Amin: MK Bertindak Sekehendak Hati
Ma'ruf Amin
RMOL. MUI menilai keputusan MK soal hak anak di luar nikah ber­ten­ta­ngan dengan ajaran Islam?
Ya. MUI menolak keputusan MK, karena bertentangan de­ngan ajaran Islam. MUI bisa menerima alasan bahwa anak itu harus dilindungi. Tetapi untuk melindungi anak, tidak dengan cara yang melanggar ajaran Islam.
Karena itu, MUI menetapkan untuk melindungi anak, peme­rintah boleh menghukum atau mentahdzir laki-laki yang meng­hamilinya. Yakni dengan cara di­wajibkan untuk mem­biayai anak tersebut sebagai huku­man, ka­rena dia yang menye­babkan ke­hamilan.
    
Hanya itu saja?
Selain itu, pemerintah boleh me­netapkan laki-laki yang me­nye­babkan kehamilannya di­wajibkan memberi­kan shada­qah wajibah atau wasiat waji­bah ke­pada anak yang dilahir­kan itu.
   
Maksud wasiat wajibah?
Wasiat wajibah itu memberi­kan sebagai hartanya kepada anak itu setelah laki-laki yang menyebabkan kehamilannya ini meninggal dunia. Tetapi wasiat wajibah ini bukanlah waris, karena dia tidak berhak atas harta warisan.
   
Apa bedanya dengan waris?
Waris itu ada hubungan ketu­runan atau nasab atau kewarisan. Kalau anak lahir di luar nikah, tidak ada hubungan nasab. Ka­rena itu, dia bukanlah ahli waris, tetapi dia tetap harus dilindungi.
Sehingga, laki-laki yang me­nyebabkan kehamilan ini di­wajibkan memberi wasiat waji­bah. Hal ini sama dengan anak angkat. Ayah angkatnya boleh memberikan wasiat wajibah ke­pada anak angkatnya. Pemberian wasiat wajibah ini ada ba­tasannya.
   
MK bilang tidak berbicara me­nge­nai nasab dalam putu­san­­nya. Komentar Anda?
Hubungan keperdataan itu isinya apa, kan nasab juga. Ke­mudian me­ngenai wali dan na­faqah, kalau nggak ada bahas nasab, lalu apa isinya. Ba­gai­mana MK bisa bilang seperti itu. Rumusan MK itu menimbulkan persoalan terhadap hukum Islam.
   
Tetapi, putusan MK kan ini sudah final...
Itulah masalahnya sekarang, ke­putusan MK itu final dan mengikat, tidak bisa diganggu gugat. Tetapi sekarang ini, kita anggap putusan MK telah me­langgar ajaran Islam. Kepu­tusan itu menurut MUI akan menjadi masalah ketika menyangkut agama. Jadi, kewenangan yang diatur Un­dang-Undang itu telah membuat MK ber­tindak leluasa dan berbuat se­ke­hendak hati. Semacam membuat ke­putusan semaunya.
   
Anda menilai keputusan MK ter­lalu berlebihan?
Ya. MK dalam membuat kepu­tusan telah melampaui batas. Seharusnya bisa lebih propor­sional. Putusan MK tersebut sa­ngat berlebihan, melampaui batas dan bersifat overdosis. Putusan MK ini berdampak luas, termasuk mengesahkan hubu­ngan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dengan laki-laki yang menye­babkan kelahirannya.

Lantas MUI diam saja ka­rena putusannya sudah final?
MUI minta putusan MK ini ditinjau ulang. Kalau MK me­mutuskan dan bertentangan dengan agama, maka harus di­nyatakan tidak berlaku, harus ada batasannya. Kalau tidak, bagai­mana nantinya.
   
MUI menyesalkan putusan ter­sebut?
Ya dong. Kita sangat menye­salkan dan meminta ditinjau kembali putusan itu. Seharusnya MK berkonsultasi dulu dengan MUI, sehingga tidak terjadi konflik seperti ini. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA