Kenapa Tersangka Kasus Deplu Cuma Satu Orang

Event Organizer Dan Musisi Ngetop Sudah Bersaksi

Kamis, 19 Januari 2012, 09:17 WIB
Kenapa Tersangka Kasus Deplu Cuma Satu Orang
ilustrasi

RMOL. Salah satu perkara yang sedang ditangani KPK adalah dugaan korupsi penyelenggaraan sejumlah seminar di Departemen Luar Negeri pada 2004-2005. Taksiran kerugian negara dalam perkara ini Rp 18 miliar.

Hingga kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi baru bisa menetapkan satu tersangka kasus tersebut, yakni bekas Sekretaris Jen­deral (Sekjen) Departemen Luar Negeri Sudjadnan Parno­had­­i­ningrat.

“Tersangkanya baru mantan Sekjen Deplu SP. Belum ada ter­sangka baru,” ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sap­to Pra­bowo, kemarin.

Akan tetapi, menurut praktisi hukum Petrus Selestinus, dalam perkara penggelembungan harga (mark up) dan sejumlah tindak pi­dana korupsi yang merugikan keuangan negara, tidak mungkin tersangkanya hanya satu orang.

“Sebab, dalam pengadaan se­mi­nar seperti itu ada panitia, kua­sa pengguna anggaran dan pe­ngu­saha yang menyediakan ba­rang serta jasa,” ujar  Koordinator Forum Advokat Pengawal Kon­s­titusi (Faksi) ini, kemarin.

Lantaran itu, menurut Petrus, KPK akan menetapkan tersangka lainnya. Apalagi, kata dia, setelah penetapan Sudjadnan sebagai tersangka, KPK bisa lebih mudah menelusuri bukti-bukti untuk menetapkan tersangka lainnya.

“Usut terus ke semua pihak yang patut diduga terlibat. Jangan malah kerja KPK jadi men­cu­ri­ga­kan dengan menetapkan satu tersangka saja,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indo­nesia (TPDI) ini.

Hingga kemarin, KPK telah memeriksa sejumlah saksi kasus ini, termasuk dua anggota DPR yang diketahui merupakan suami isteri, yaitu anggota Ko­misi VII dari Fraksi Partai Hanura Iqbal Alan Abdullah dan Anggota Ko­misi I dari Fraksi PDIP Evita Nur­santy.

“Ada dua anggota DPR yang sudah kami periksa sebagai saksi, tetapi kapasitas mereka bukan sebagai anggota DPR. Me­reka se­bagai bagian dari pe­nye­lenggara atau event organizer pada waktu itu,” kata Johan.

Penyidik KPK juga telah me­meriksa musisi kondang Erwin Guttawa sebagai saksi perkara ini. Erwin tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuni­ngan, Jakarta Selatan pada Kamis (29/12) pukul 10.05 WIB dan keluar sekitar pukul 12.30.

Seusai diperiksa, tidak banyak ket­e­ra­ngan yang meluncur dari mulut­nya. Erwin mengaku tidak terli­bat perkara korupsi ini, dan tidak mengenal Sudjadnan Parno­h­a­di­ningrat. “Saya pun tidak ke­nal tersangka,” ujarnya di depan Gedung KPK.

Kendati begitu, Erwin menga­kui pernah mengisi acara Depar­temen Luar Negeri pada tahun 2004. “Tetapi, itu dari event orga­nizer. Itu saja yang saya ceritakan di dalam. Saya tidak terlibat,” ucap­nya saat diwawancarai se­usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

KPK juga memeriksa dua pe­ga­wai Kementerian Luar Negeri, yakni Freddy Sirait dan Suwartini Wirta, serta Presiden Direktur PT Pacto Convex, Susilowadi Daud. Sebelumnya, KPK telah meme­rik­sa Sekjen Kementerian Luar Negeri Budi Bowoleksono.

Kasus ini naik dari tahap pe­nye­lidikan ke penyidikan pada No­vember 2011. Sudjadnan kem­bali menjadi tersangka, setelah se­belumnya terjerat kasus korup­si yang lain.

“Setelah melalui pro­ses penye­lidikan anggaran di Set­jen Deplu tahun 2004-2005, KPK menaik­kan status kasus ini men­jadi pe­nyidikan dan menetap­kan SP, be­kas Sekjen Deplu yang se­kaligus Pejabat Pembuat Ko­mitmen se­bagai tersangka,” ujar Johan.

Menurut dia, tersangka diduga melakukan penyalahgunaan we­wenang ketika menjabat sebagai Sekjen Departemen Luar Negeri. Penyalahgunaan wewenang itu terkait sejumlah kegiatan di De­partemen Luar Negeri, antara lain seminar yang digelar pada kurun waktu 2004-2005.

Penyidik Komisi Pembe­ran­ta­san Korupsi menjerat Sudjadnan dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pi­dana Korupsi (Tipikor). Penyidik menaksir kerugian negara dalam kasus tersebut sebesar 18 miliar rupiah.

REKA ULANG

Jadi Tersangka Lagi Setelah Berstatus Terpidana

Bekas Sekretaris Jenderal De­par­temen Luar Negeri Sudjad­nan Par­no­hadiningrat bukan hanya disangka terlibat perkara korupsi pengadaan seminar yang diduga merugikan negara sekitar Rp 18 miliar.

Sebelumnya, Sudjadnan telah di­bawa KPK ke Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi (Tipikor), Ja­karta karena kasus korupsi lain. Menurut majelis hakim, Sud­jad­nan terbukti me­lakukan korupsi proyek per­baikan gedung kantor Kedutaan Be­sar Republik Indo­nesia (KBRI), Wisma Duta Besar, Wis­ma DCM dan rumah-rumah dinas KBRI di Singapura pada tahun 2003.

Majelis kemudian menj­a­tuh­kan hukuman 1 tahun 8 bulan pen­­jara kepada diplomat yang per­nah menjadi Duta Besar Indo­nesia di Amerika Serikat itu.

“Terdakwa dihukum penjara satu tahun delapan bulan dan den­da Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Ha­kim Jupriyadi saat mem­ba­ca­kan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/1/2011).

 Vonis ini lebih rendah dari tun­tutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni hukuman tiga tahun pen­jara. JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Sud­jad­nan terbukti menyetujui pe­nge­luaran anggaran untuk reno­vasi gedung dan rumah dinas di lingkungan Kedutaan Besar RI di Singapura sebelum ada per­se­tu­ju­an dari Menteri Keuangan. Se­lain itu, dia terbukti telah me­ne­ri­ma uang sebesar 200 ribu dolar AS atau setara Rp 1,8 miliar dari bekas Duta Besar Indonesia un­tuk Singapura, Mochamad Sla­met Hidayat.

Penyuapan itu terjadi dalam ku­run waktu Agustus 2003 sam­pai September 2004, ketika Sla­met Hidayat masih menjadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura, dan Sudjadnan Sekjen Deplu. Ber­kaitan dengan pemberian ter­se­butlah, Sudjadnan mencairkan dana renovasi di lingkungan Ke­du­bes RI untuk Singapura sebe­lum mendapat persetujuan Men­teri Keuangan. Perkara ini juga disidik dan dituntut KPK.

Sejumlah proyek perbaikan ge­dung di wilayah KBRI Si­ngapura itu tanpa melalui proses pel­e­la­ngan, tanpa proses negosiasi har­ga dan tidak membuat gambar ren­cana dan rincian item peker­jaan. Akibat perbuatan ini, negara dirugikan sebesar Rp 8,4 miliar.

Dari jumlah kerugian ke­uangan negara itu, menurut ma­jelis hakim, terdakwa terbukti mem­peroleh uang sebesar 200.000 dolar AS dari Sla­met. Majelis memutus, terdakwa telah melanggar Pasal 3, junto Pasal 18 Undang Undang Tipikor Nomor 20 tahun 2001, junto Pasal 56 ke-2 KUHP.

Sepertinya Sudah Berulang-ulang

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi II DPR Dasrul Djabar menyampaikan keheranannya karena bekas Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Sudjadnan Par­nohadingrat terlibat dua kasus korupsi.

Dasrul pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mene­tapkan pihak-pihak lain yang di­duga terlibat, sebagai tersang­ka. Sebab, menurut politisi Par­tai Demokrat ini, kecil kemung­kinan Sudjadnan melakukan korupsi sendirian.

“Tidak mungkinlah dia mela­kukannya sendirian. Apakah mungkin dia mengurus seminar sendirian? Kan tidak mungkin. Karena itu, KPK harus mem­­e­riksa orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam ke­giatan-kegiatan waktu itu,” ujar dia, kemarin.

Mengingat Sudjadnan telah dua kali terjerat kasus korupsi, lanjut Dasrul, maka hendaklah KPK juga menelusuri dugaan korupsi lainnya di Departemen Luar Negeri (sekarang Kemen­terian Luar Negeri). “Dari ka­sus-kasus yang ada, tampaknya memang sudah berulang-ulang terjadi,” curiganya.

Dasrul juga meminta KPK pro­aktif menelusuri semua pi­hak, baik dari internal Depar­te­men Luar Negeri maupun ek­se­ternal yang diduga kuat terlibat kasus korupsi ini.

“Patut diduga melibatkan be­berapa pihak. KPK jangan ha­nya membiarkan mantan Sekjen Deplu itu seba­gai tersangka sen­dirian. Kasus ini harus diusut secara keseluruhan, secara utuh. KPK mesti jeli memeriksa orang-orang terkait,” ujarnya.

Kasus ini naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada November 2011. “Setelah me­lalui proses penyelidikan anggaran di Setjen Deplu tahun 2004-2005, KPK menaikkan status kasus ini menjadi penyi­dikan dan menetapkan SP, man­tan Sekjen Deplu yang seka­li­gus Pejabat Pembuat Komitmen sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Tidak Satu Arah Saja

Uli Parulian Sihombing, Direktur Eksekutif LSM ILRC

Sepanjang sejarah, menurut Direktur Eksekutif LSM The Indonesian Legal Resource Centre (ILRC) Uli Parulian Si­hombing, tindak pidana korupsi tidak mungkin hanya dilakukan satu orang.

Demikian pula dalam perkara dugaan korupsi yang membuat bekas Sekjen Departemen Luar Negeri Sudjadnan Parno­ha­diningrat berstatus tersangka.

“Yang ada, korupsi itu dila­ku­kan secara berjamaah, ber­sa­ma-sama. Tidak sendirian. Ka­sus ini harus diselidiki lebih jauh oleh KPK, untuk menjerat tersangka lainnya,” ujar Uli, kemarin.

Bekas Direktur Lembaga Ban­­tuan Hukum (LBH) Jakarta ini menegaskan, pihak-pihak yang diduga terlibat pun tidak satu arah saja. “Ada yang dari dalam atau internal, ada juga yang dari luar atau eksternal. Jadi, sangat mungkin tersangka lain muncul,” ujarnya.

Uli menambahkan, dalam mengusut perkara korupsi seperti ini, diperlukan komit­men dan keprofesionalan pe­nyi­dik untuk bisa segera menjerat tersangka lainnya. “Dengan buk­ti-bukti yang telah mereka kum­pulkan, bisa segera mene­tapkan tersangka lain,” ucapnya.

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi, kata dia, jangan hanya ber­henti pada pengusutan pi­hak-pihak kecil yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Dalam tindak pidana korupsi berjamaah, ingat dia, pasti ada pihak-pihak yang menjadi sentral. “Itu harus ditelusuri,” tandas dia.

Selain kasus ini, Uli juga men­desak Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi agar me­ngung­kap dugaan korupsi lainnya di Kementerian Luar Negeri yang dahulu bernama Departemen Luar Negeri. “Kasus ini harus dijadikan pemicu oleh KPK,” ujarnya.

Sudjadnan Parnohadingrat disangka KPK melakukan pe­nyalahgunaan wewenang ketika menjabat sebagai Sekretaris Jen­deral Departemen Luar Ne­geri. Penyalahgunaan wewe­nang itu terkait sejumlah kegia­tan di Departemen Luar Negeri, antara lain seminar yang digelar pada kurun waktu 2004-2005. KPK memperkirakan, kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 18 miliar. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA