WAWANCARA

Maria Ulfah Anshor: Ribuan Sandal Terkumpul Bukti Rasa Keadilan Ternodai

Sabtu, 07 Januari 2012, 08:56 WIB
Maria Ulfah Anshor: Ribuan Sandal Terkumpul Bukti Rasa Keadilan Ternodai
Maria Ulfah Anshor

RMOL. Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, memvonis pelajar SMK 3 Palu, AAL (15) bersalah karena mencuri sandal jepit.

“Putusan itu sangat disesal­kan. Sebab, Dampak psikologis­nya sangat besar bagi AAL,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Walau dikembalikan kepada orangtuanya, lanjut Ulfah, AAL tetap mendapat beban karena divonis bersalah.

“Seharusnya AAL bebas murni. Sebab, berdasarkan lapo­ran dari teman-teman (KPAID Palu) tidak terjadi pencurian,” katanya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Kalau tidak ada pencurian, ke­napa dituntut jaksa?

Ada ketidakadilan yang dia­lami AAL dengan tuntutan awal penjara lima tahun hanya karena dituduh mencuri sandal.

Kami melihat bahwa pencurian dari sisi mana pun adalah salah. Tetapi dari sisi proses hukum mengenai keadilan, inilah yang kami persoalkan. Kenapa polisi tidak melakukan mediasi.


Apa AAL mendapatkan ke­ke­rasan?

Ya. AAL diinterogasi dan di­pukuli. Inilah kejadian kekerasan yang kemudian kasus ini dibawa ke persidangan. Se­harusnya tidak harus terjadi kekerasan terhadap AAL. Lewat mediasi kan bisa.

 

Apa kasus ini layak dibawa ke pengadilan?

Polisi meng­gu­nakan pendeka­tan peradilan, bukan pen­dekatan ber­kea­dilan melalui keadilan restoratif agar anak tidak di­kri­minalkan. Pada­hal AAL masih di bawah umur.

 

AAL dikem­bali­kan ke orang tua­nya, bu­kankah ini sudah adil?

Persoalannya bukan sekadar dikembalikan ke orangtuanya. Tetapi saat diproses hukum, psi­kologi AAL sudah terbebani dan trauma yang tidak sederhana.

Secara otomatis perkembangan psikologisnya terhambat.


Apa yang dilakukan KPAI dalam kasus AAL?

Kami mengirim surat kepada Kapolda Palu dengan tembusan ke Kapolri dan megirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Palu dengan tembusan Mahkamah Agung.

Surat tersebut meminta agar hakim tidak memberikan putusan bersalah pada AAL dan dibebas­kan atau tidak ada hukuman apa pun karena ada be­ban psikologis yang dialami AAL saat proses persidangan.

 

Apakah ada desa­kan dari ma­syara­kat ke KPAI?

Masyarakat be­reak­si ketika mem­baca berita di media dan langsung meres­pons.  KPAI di­minta memfasilitasi untuk mem­buat posko soli­daritas terhadap AAL.

Kami buat Posko di Jakarta dan beberapa daerah untuk mengum­pulkan sandal. Terkumpul hingga ribuan sandal. Ini bukti bahwa masyarakat merasakan keadilan telah ternodai.


Apa kesimpulan Anda ada­nya kasus ini?

Putusan hakim tersebut harus kita jadikan momentum untuk memperbaiki sistem perlin­du­ngan anak di bawah umur, baik dari sisi content hukum, struktur dan kultur hukumnya agar tidak ada lagi AAL lain di masa men­datang.

KPAI pada dasarnya sangat mengapresiasi putusan hakim yang menyatakan AAL dikem­bali­kan kepada orangtuanya.

Makanya  kami menganjurkan kepada seluruh orang tua untuk lebih memberikan edukasi ten­tang saling menjaga lingkungan­nya. Substansinya, orang tua mengajarkan anak untuk tidak mengambil apa yang bukan haknya.

 

Apa perlu UU Pidana Untuk Anak?

Pembahasan RUU Peradilan Pidana Anak harus dikawal oleh semua pihak. RUU itu masih da­lam proses di DPR. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA