RMOL. Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, memvonis pelajar SMK 3 Palu, AAL (15) bersalah karena mencuri sandal jepit.
“Putusan itu sangat disesalÂkan. Sebab, Dampak psikologisÂnya sangat besar bagi AAL,†kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Walau dikembalikan kepada orangtuanya, lanjut Ulfah, AAL tetap mendapat beban karena divonis bersalah.
“Seharusnya AAL bebas murni. Sebab, berdasarkan lapoÂran dari teman-teman (KPAID Palu) tidak terjadi pencurian,†katanya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Ada ketidakadilan yang diaÂlami AAL dengan tuntutan awal penjara lima tahun hanya karena dituduh mencuri sandal.
Kami melihat bahwa pencurian dari sisi mana pun adalah salah. Tetapi dari sisi proses hukum mengenai keadilan, inilah yang kami persoalkan. Kenapa polisi tidak melakukan mediasi.
Apa AAL mendapatkan keÂkeÂrasan?
Ya. AAL diinterogasi dan diÂpukuli. Inilah kejadian kekerasan yang kemudian kasus ini dibawa ke persidangan. SeÂharusnya tidak harus terjadi kekerasan terhadap AAL. Lewat mediasi kan bisa.
Apa kasus ini layak dibawa ke pengadilan?
Polisi mengÂguÂnakan pendekaÂtan peradilan, bukan penÂdekatan berÂkeaÂdilan melalui keadilan restoratif agar anak tidak diÂkriÂminalkan. PadaÂhal AAL masih di bawah umur.
AAL dikemÂbaliÂkan ke orang tuaÂnya, buÂkankah ini sudah adil?
Persoalannya bukan sekadar dikembalikan ke orangtuanya. Tetapi saat diproses hukum, psiÂkologi AAL sudah terbebani dan trauma yang tidak sederhana.
Secara otomatis perkembangan psikologisnya terhambat.
Apa yang dilakukan KPAI dalam kasus AAL?
Kami mengirim surat kepada Kapolda Palu dengan tembusan ke Kapolri dan megirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Palu dengan tembusan Mahkamah Agung.
Surat tersebut meminta agar hakim tidak memberikan putusan bersalah pada AAL dan dibebasÂkan atau tidak ada hukuman apa pun karena ada beÂban psikologis yang dialami AAL saat proses persidangan.
Apakah ada desaÂkan dari maÂsyaraÂkat ke KPAI?
Masyarakat beÂreakÂsi ketika memÂbaca berita di media dan langsung meresÂpons. KPAI diÂminta memfasilitasi untuk memÂbuat posko soliÂdaritas terhadap AAL.
Kami buat Posko di Jakarta dan beberapa daerah untuk mengumÂpulkan sandal. Terkumpul hingga ribuan sandal. Ini bukti bahwa masyarakat merasakan keadilan telah ternodai.
Apa kesimpulan Anda adaÂnya kasus ini?
Putusan hakim tersebut harus kita jadikan momentum untuk memperbaiki sistem perlinÂduÂngan anak di bawah umur, baik dari sisi content hukum, struktur dan kultur hukumnya agar tidak ada lagi AAL lain di masa menÂdatang.
KPAI pada dasarnya sangat mengapresiasi putusan hakim yang menyatakan AAL dikemÂbaliÂkan kepada orangtuanya.
Makanya kami menganjurkan kepada seluruh orang tua untuk lebih memberikan edukasi tenÂtang saling menjaga lingkunganÂnya. Substansinya, orang tua mengajarkan anak untuk tidak mengambil apa yang bukan haknya.
Apa perlu UU Pidana Untuk Anak?
Pembahasan RUU Peradilan Pidana Anak harus dikawal oleh semua pihak. RUU itu masih daÂlam proses di DPR. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: