WAWANCARA

M Zainul Majdi: Pemerintah Pusat Mestinya Tak Sebatas Mengingatkan

Kamis, 29 Desember 2011, 08:40 WIB
M Zainul Majdi: Pemerintah Pusat Mestinya Tak Sebatas Mengingatkan
M Zainul Majdi

RMOL. Pascabentrokan berdarah di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Gubernur M Zainal Majdi menyatakan Pemerintah Provinsi NTB akan lebih memperkuat supervisi pertambangan yang ada di sana.

“Musibah yang terjadi di Pe­labuhan Sape merupakan mo­men­tum untuk lebih menata lagi keseluruhan pola pemanfaatan sum­ber daya alam di daerah-dae­rah, termasuk di NTB,” kata M Zainul Majdi kepada Rakyat Merdeka, Senin (26/12).

Menurut Zainul, di Provinsi NTB, kewenangan pemberian izin usaha pertambangan berada di kabupaten atau kota. Untuk itu, pemerintah Provinsi NTB akan me­minta kepada pemerintah ka­bupaten atau kota untuk lebih ber­hati-hati dalam mengeluarkan izin pertambangan.

“Khususnya pertambangan atau sumber daya alam itu ada per­­singgungan dengan kepen­ting­an masyarakat. Jadi, perlu sosialisasi yang baik, kemudian dipastikan masyarakat tidak diru­gikan,” kata Zainul.

 

Tanggapan Anda soal keru­suh­an di Bima?

Tentu saya prihatin dan me­nyesali jatuhnya korban dalam ke­jadian itu. Saya selaku Gu­bernur NTB mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga kor­ban. Pemerintah Provinsi NTB memberikan pengobatan kepada korban sampai sembuh, menang­gung biaya pengobatan kemudian memberikan santunan kepada keluarga korban yang meninggal.

 

Harapan Anda?

Yang penting mengembalikan keadaan di sana. NTB punya banyak potensi, itu akan berhasil di­manfaatkan bila ada situasi yang kondusif dan aman. Saya me­ngajak seluruh masyarakat me­nyelesaikan masalah yang ada dengan semangat persaudaraan dan menurut aturan yang ada. Fa­silitas-fasilitas umum kita jaga ber­sama.

 Selama ini bagaimana pe­nga­­was­an izin pertambang dari Pem­prov NTB?

Dari data yang ada, perusahaan yang memperoleh izin dari Bu­pati Bima masih dalam tahap eks­plorasi.

Namun, memang ada ke­kha­watiran dari masyarakat, se­jak Februari 2011 pernah terjadi aksi ma­­syarakat terkait pertam­bang­an. Dan pada saat itu juga saya sudah sampaikan kepada Pemkab Bima untuk meninjau ulang izin itu dan minta untuk diso­siali­sa­si­kan lebih intensif kepada ma­sya­rakat. Ini suatu momentum ba­gi  pem­prov untuk memper­ku­at pe­ngawasannya.

 

Perintah Pemprov tidak di­de­ngarkan, bagaimana soal koor­dinasi?

Saya pikir otoritas itu harus diimbangi dengan akuntabilitas. Kami berharap pemerintah pusat bisa mengeluarkan payung hu­kum yang lebih tegas sehingga di tingkat provinsi bila ada hal se­perti ini bisa langsung ditangani dalam kebijakan yang kom­pre­hensif.

Tidak sebatas mengimbau, ti­dak sebatas meminta, tidak se­batas mengingatkan tapi ada juga langkah yang lebih dari itu.

 

Anda ingin pemprov dilibat­kan?

Kita harus buka mata agar se­mua perizinan itu ada mekanisme koreksinya di tingkat peme­rin­tah­an yang lebih tinggi. Bila dike­luarkan di tingkat kabupaten, mi­salnya dianggap kurang me­wa­dahi kepentingan masyarakat, ya harusnya di tingkat provinsi ada kewenangan untuk mengoreksi itu.

 

Seberapa penting payung hu­kum itu?

Menurut saya ini bagian yang penting. Di NTB ada sekitar 48 kuasa pertambangan (KP) yang seba­giannya bisa berubah men­jadi IUP berdasarkan undang-un­dang yang baru.

Dari 48 itu hampir semuanya bermasalah. Artinya, ada yang tum­pang tindih antara satu de­ngan yang lain, dan sebagainya. Potensi konflik sumber daya alam tidak hanya di Bima saja tapi di seluruh penjuru Indonesia, di dae­rah yang punya potensi per­tam­bangan.


Kesannya ada pembiaran da­­lam kasus itu?

Tidak ada istilah pembiaran dalam masalah ini. Ketika mulai terjadi eskalasi masyarakat men­duduki pelabuhan, pemprov lang­sung menginstruksikan bupati agar mencabut izin pertam­bang­an.

Namun, karena secara legal formal tidak ada masalah, sehing­ga pencabutan itu tidak bisa. Lalu Bupati memutuskan untuk me­nun­da selama satu tahun dan su­dah dibicarakan dengan ma­sya­rakat. Tapi masyarakat ber­si­ku­kuh izin itu dicabut.

 

Pemprov NTB akan me­mang­gil Pemkab Bima?

Saya sebagai gubernur sudah merencanakan memanggil Bupati Bima agar memberikan laporan secara terinci. Laporan via tele­pon sudah beliau lakukan.

Saya juga secara khusus sudah mengutus Wakil Gubernur NTB berangkat ke Bima untuk me­mastikan koordinasi seluruh instansi vertikal yang bertugas, termasuk kepolisian.

 

Kasus itu akan diusut, tang­gapan Anda?

Silakan saja lakukan pe­nyi­dikan. Semua elemen ingin ma­salah ini diselesaikan dengan da­mai. Se­mangat kita adalah mem­bangun kebersamaan, dan ke­jadian ini tidak boleh terulang la­gi.  [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA