WAWANCARA

Muhammad Nazar: Mengapa Mereka Jadi Anak Punk, Itu yang Sedang Kami Telusuri

Senin, 26 Desember 2011, 08:50 WIB
Muhammad Nazar: Mengapa Mereka Jadi Anak Punk, Itu yang Sedang Kami Telusuri
Mu­ham­mad Nazar
RMOL.Pemerintah Kota Banda Aceh tidak bisa sepenuhnya disalahkan atas penangkapan 65 anak punk di Banda Aceh, beberapa hari lalu.

Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Mu­ham­mad Nazar menegaskan, penangkapan 65 anak punk tidak sepenuhnya dibenarkan. Namun, memang mereka harus segera dibina. Menurutnya, keberadaan anak-anak punk yang berpenam­pilan urakan dinilai tabu oleh sebagian masyarakat Serambi Mekkah.

Munculnya reaksi dari berba­gai kalangan, misalnya ada yang menilai penangkapan itu me­lang­gar hak asasi manusia, ka­rena dilakukan tanpa persiapan ma­tang.

“Sehingga sempat menjadi isu kontroversial,” kata Nazar ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Dia berharap ada perbaikan penanganan oleh Pemkot Banda Aceh. Yang jelas, wakil guber­nur yang mantan aktivis lem­baga swadaya masyarakat ini menga­ku kehadiran anak-anak punk di Aceh membuat seba­gian masya­rakat merasa ter­ganggu.

“Tetapi bagaimanapun juga mereka adalah warga kita. Ka­rena itu, kita sedang telusuri pe­nyebab mereka menjadi anak punk dan apakah semuanya dari Aceh atau ada juga dari luar Aceh,” tambahnya.

Inilah petikan wawancara de­ngan M Nazar.

Anda menilai kasus itu ma­salah sosial?

Tentunya, ya. Itu jelas masalah sosial, yang dihadapi banyak kota.

Keberadaan anak punk di Aceh masih baru?

Ya. Mereka hadir di Aceh ini belum lama. Dulu memang hal-hal seperti itu tidak ada di Aceh karena dianggap perilaku yang tabu.

Itu alasan mereka ditang­kap?

Intinya kami akan membina mereka semua mulai dari anak-anak hingga remaja. Maka pen­didikan nonformal, seperti gera­kan pramuka, sekolah olahraga, sangat penting.

Keinginan budaya itu harus menjadi strategi jangka mene­ngah dan jangka panjang. Jang­ka pendek ini akan dituntaskan se­­baik-sebaiknya tanpa me­lang­gar nilai-nilai kemanusiaan.

Pembinaan yang akan dila­ku­kan seperti apa?

Pertama pola berpikir dan ber­perilaku anak-anak punk. Me­reka tentu juga harus diberi ke­te­ram­pilan. Yang jelas, ada yang jadi anak punk karena broken home, padahal mereka anak-anak orang kaya.

Ada yang menyatakan pe­nang­kapan anak punk me­lang­gar HAM, komentar Anda?

Seharusnya penangkapan tidak dilakukan dengan langkah-lang­kah yang kontroversial, yang di­anggap bermasalah secara ke­manusiaan.

Soal penanganan mereka, se­mua pihak, pemda, ulama, LSM, mahasiswa dan orang-orang ter­pelajar serta polisi ha­rus terlibat. Memang harus­nya dimulai dari keluarga mereka masing-masing.

Bagaimana penyebaran me­reka di Aceh saat ini?

Memang baru beberapa bulan ini mereka di Aceh dan mungkin Pemkot Banda Aceh melihat su­dah banyak. Apakah mereka di­anggap mengganggu, saya be­lum konfirmasi. Tetapi saya men­­d­engar isu seperti itu, akhir­nya coba ditertibkan.

Nah, mungkin penertibannya dilakukan tidak secara sistema­tis sehingga menjadi publikasi yang kurang tepat.

Anda menyalahkan pemkot juga dong?

Saya tidak menyalahkan pem­­kot. Tetapi Pemkot Banda Aceh memang perlu memper­baiki me­kanisme pembinaan agar mereka menjadi produktif seperti anak-anak lainnya yang normal.

Mereka akan diberikan pela­tihan juga?

Tentunya iya, karena ini kasus baru dan menjadi perhatian pu­blik sekaligus bisa menjadi ma­salah besar juga ke depan.

Pemprov Aceh butuh penam­bahan anggaran untuk melak­sanakan pelatihan itu?

Saya kira dalam anggaran 2012 kami akan usulkan pe­na­nganan program-program sosial. Apalagi dengan adanya anak punk.

Sebelumnya masalah-masalah sosial seperti pengemis sudah kami bina. Dengan adanya kasus anak punk ini berarti tambah tugas baru. Jadi, partisipasi dan anggaran harus diberikan secara khusus.

Masa jabatan Anda sebentar lagi berakhir, bagaimana de­ngan program yang sudah Anda canangkan itu?

Komitmen kami, memper­kuat per­damaian, kemudian mem­ben­tuk satu rekonsiliasi yang perma­nen antara kelom­pok-kelompok itu agar Indone­sia menjadi lebih baik.

Masalah punk harus cepat di­selesaikan agar tidak mengakar. Siapa pun yang memimpin Aceh ke depan harus bisa menyele­sai­kan masalah ini. Paling tidak, enam bulan pertama masalah anak punk menjadi fokus agar tidak ada lagi kejadian seperti itu. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA