Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, aparat KPK masih menelaah data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai rekening gendut PNS tersebut. “Saat ini masih dalam proses penelahaan,†ujarnya saat dihubungi, kemarin.
Ketika ditanya, apakah data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu tersebut sudah sampai di KPK, Johan mengaku belum mengetahuinya. “Yang pasti, semua laporan PPATK mengenai rekening gendut PNS itu masih kami telaah,†ujar dia.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution juga mengaku belum meÂngeÂtaÂhui, apakah kepolisian sudah meÂnerima data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu itu. “Mesti kami cek dulu ke PPATK, karena datanya banyak sekali. Kami beÂlum tahu mana yang sudah diÂseÂrahkan ke Polri,†ujarnya saat diÂkonfirmasi, kemarin.
Staf Humas Kemenkeu SyamÂsul Maulana membenarkan peÂmeÂcatan tujuh PNS tersebut. NaÂmun, pihaknya belum bisa meÂnyamÂpaikan kepada masyarakat, siapa saja PNS yang diberÂhenÂtikan itu.
“Iya, tujuh pegawai telah diÂberÂhentikan dengan tidak hormat seÂbagai PNS, bahkan sudah diÂlaÂkuÂkan proses hukum,†ujarnya keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Proses hukum yang dimaksud Syamsul adalah menyerahkan kaÂsus ini kepada KPK dan Polri. “KaÂlau menurut informasi yang saya tahu dari Itjen, tujuh pegaÂwai itu telah dilaporkan ke pihak kepolisian dan ke KPK untuk ditindaklanjuti pemeriksaannya,†ujar dia.
Menurut Kepala Biro KoÂmuÂniÂkasi dan Layanan Informasi KeÂmenterian Keuangan Yudi PraÂmadi, audit investigasi internal Kemenkeu terhadap 33 laporan PPATK membuktikan, tujuh PNS itu melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas. Tindak lanjutnya berupa pengenaan huÂkuman disiplin.
“Tujuh pegawai telah diberÂhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS, bahkan dilakukan proses hukum,†katanya lewat siaran pers.
Menurut Yudi, Kementerian KeÂuangan telah menerima 86 laÂporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. SeluÂruh laporan tersebut, kata dia, telah ditindaklanjuti dan diproses secara profesional.
Selain melakukan pemecatan terhadap tujuh PNS, dia meÂnamÂbahkan, proses terhadap laporan lainnya masih dilakukan. “TerÂhadap delapan laporan telah dilaÂkukan pengumpulan bahan dan keterangan, tapi hingga saat ini beÂlum ditemukan bukti penyimÂpaÂngan,†ujarnya.
Kemudian, sebanyak sembilan laporan telah dimintakan perseÂtuÂjuan PPATK untuk diteruskan ke KPK. Sebab, setelah dilakukan pengumpulan bahan dan keteraÂngan, ternyata pegawai berÂsangÂkuÂtan tidak lagi menjadi PNS KeÂmenkeu. “Saat ini masih terdapat tiga permintaan persetujuan yang beÂlum direspon PPATK,†katanya.
Masih dalam proses penindaÂkan di internal Kemenkeu, Yudi memaparkan, sebanyak 27 lapoÂran masih dilakukan pendalaman informasi mengenai kemungÂkiÂnan penyalahgunaan wewenang pegawai yang bersangkutan.
Sejumlah enam laporan terÂnyaÂta tidak tidak bermasalah. “Dan, terdapat tiga laporan yang bukan atau tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu,†ucapnya.
Sedangkan untuk pencegahan, menurut Yudi, Kemenkeu pada tahun 2010 berinisiatif bekerja sama dengan KPK untuk meÂlaÂkukan penelitian harta kekayaan pegawainya.
“Berdasarkan hasil penelitian dimaksud, beberapa pegawai terindikasi melakukan penyalahÂgunaan wewenang seÂhingga dijaÂtuhi hukuman disiplin PNS. Saat ini, Kemenkeu masih beÂkerja sama dengan KPK melaÂkukan inÂvestigasi terhadap kasus-kasus tertentu,†ujarnya.
Dia mengatakan, Komitmen KeÂmenkeu tinggi dalam pemÂberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Langkah-IangÂkah Kemenkeu selain bekerÂja sama dengan KPK dan PPATK, antara lain terlibat aktif dalam Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, bahkan telah mengembangkan whistÂlebÂloÂÂwing system (WiSe) dalam webÂsite Kemenkeu yang dapat diakses langsung masyarakat.
REKA ULANG
Yang Muda, Yang Mencurigakan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, banyak pegaÂwai negeri sipil (PNS) berusia muda memiliki rekening mencurigakan bernilai miliaran rupiah.
PPATK mensinyalir, banyak PNS muda yang melakukan prakÂtik pencucian uang dari anggaran negara. Lembaga itu pun meÂminÂta inspektorat jenderal (itjen) di kementerian memperketat peÂngawasan.
Menurut Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, banyak PNS berÂusia 28 tahun yang terindikasi koÂrupsi. Modusnya, bersama istri, para PNS itu mencoba meÂnyaÂmarÂkan dan menyembunyikan harta yang diduga didapat secara haram. Soalnya, rekening gendut tersebut diduga merupakan hasil korupsi.
Menurut Agus, pimpinan para PNS muda itu tidak pernah melaÂkukan pengawasan, sehingga yang bersangkutan mampu meÂraup uang negara dengan berÂbagai cara.
PPATK antara lain menemukan rekening dengan jumlah uang tak wajar milik beberapa pegawai negeri, salah satunya di DirekÂtoÂrat Jenderal Bea dan Cukai KeÂmenterian Keuangan. Rekening itu dinilai tidak wajar, mengingat tak seimbangnya penghasilan dan gaji sesuai golongan para pegaÂwai negeri sipil itu.
Menurut Kepala Biro KoÂmuÂniÂkasi dan Layanan Informasi KeÂmenterian Keuangan Yudi PraÂmadi, Kemenkeu serius meÂlakuÂkan upaya pencegahan dan pemÂberantasan tindak pidana korupsi serta pencucian uang. Untuk itulah, Kemenkeu bekerja sama dengan KPK serta PPATK.
Kerja sama dengan KPK itu tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) tahun 2005, sedangkan MoU dengan PPATK pada 2007. “Kerja sama itu dalam bentuk korespondensi, pertukaran data, bahkan peÂmeÂrikÂsaan gabungan,†ujarnya dalam siaran pers.
Kemenkeu, kata Yudi, selalu meÂnindaklanjuti semua laporan transaksi keuangan menÂcuÂriÂgaÂkan secara profesional dengan meÂlakukan tindakan berdasarkan pembuktian. “Menteri Keuangan secara periodik memantau dan membahas proses tindak lanjut tersebut,†ujarnya.
Sebelumnya, PPATK menyeÂrahÂkan sekitar seribu kasus seruÂpa yang terjadi di seluruh InÂdoÂnesia kepada aparat berwenang. Namun, kasus-kasus kecil yang ditindaklanjuti, sementara yang mencapai miliaran rupiah tak ada tindakan lebih lanjut.
Menurut Kapolri Jenderal TiÂmur Pradopo, Polri sedang meÂnyeÂlidiki temuan PPATK mengeÂnai rekening jumbo pegawai neÂgeri. “Kasus itu masih dalam peÂnyelidikan,†ujar Timur.
Timur menyampaikan hal itu seÂusai penandatanganan nota keÂsepahaman antara Bank InÂdoÂneÂsia, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk penanganan kejahatan perbankan di Gedung Sjafrudin Bank Indonesia, Senin, 19 Desember 2011.
Menurut Timur, keÂseÂpemaÂhaÂman ini akan membantu perÂbanÂkan mengungkap kejahatan lewat bank. “Terkait kasus rekening gendut ini, kami masih melaÂkuÂkan penyelidikan lebih lanjut,†katanya.
Pemecatan Itu Memudahkan Langkah KPK
Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nurdin mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan memeÂcat tujuh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki rekening gendut berdasarkan data Pusat PeÂlaporan dan Analisis TranÂsaksi Keuangan (PPATK).
Menurut Nurdin, pemÂberÂhenÂtian tujuh PNS tersebut akan mempermudah Komisi Pemberantasan Korupsi meÂneÂlusuri kasus tersebut.
“Mungkin ini bisa memÂperÂmudah KPK meÂlihat duduk perÂkara dan menÂcari bukti kuat,†kata dia saat dihubungi, kemarin.
Kendati begitu, lanjut NurÂdin, Kementerian Keuangan tenÂtu punya alasan tersendiri dan bukti kuat untuk melaÂkuÂkan pemecatan yang sifatnya adÂminsitratif atau disiplin keÂpÂeÂgÂawaian. “Bisa jadi, peÂmeÂcatan ini agar kinerja KeÂmenÂterian KeÂuangan tidak terÂganggu kaÂsus rekening gendut PNS itu,†ujarnya.
Sekarang, lanjut Nurdin, seÂmua ada di tangan Komisi PemÂberantasan Korupsi, apakah akan menelusuri kasus tersebut dengan cepat atau lambat. “KaÂlau sudah begitu, semua terÂganÂtung KPK,†ujar anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Nurdin menambahkan, KeÂmenÂterian Keuangan juga bisa melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung dan Polri, buÂkan hanya ke Komisi PemÂberantasan Korupsi. Siapa yang menemukan bukti lebih dahulu, harus menyelesaikan kasus ini hingga tuntas dan menyeluruh.
Dia juga menyarankan pimpiÂnan baru KPK agar segera berÂadaptasi dengan lingkungan KPK, dan mempelajari kasus-kasus yang telah masuk Komisi.
“Mereka kan masih baru di KPK, jadi harus belajar dulu untuk bisa mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. SehingÂga, mereka bisa fokus, jangan sampai salah langkah dan haÂrapan masyarakat akan pudar,†katanya.
Sarankan Menkeu Yang Lapor Ke KPK
Petrus Selestinus, Advokat
KPK mestinya proaktif meÂninÂdaklanjuti Temuan Pusat PeÂlaÂporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai reÂkening jumbo Pegawai NeÂgeri Sipil (PNS). Jika penegak huÂÂkum cuma menunggu lapoÂran dan menjalani prosedur yang bertele-tele, maka peÂnguÂsuÂtanÂnya tidak maksimal.
“Pihak pertama yang harus segera jemput bola atas laporan PPATK ini adalah KPK. KPK yang semestinya menjadi instiÂtusi pertama melakukan peÂnyeÂlidikan dan penyidikan kasus ini. Jangan terjebak pada alasan menunggu perkembangan, meÂnunggu laporan dan perintah,†ujar Koordinator Forum AdÂvokat Pengawal Konstitusi (FAKSI), Petrus Selestinus, kemarin.
Pola-pola masa lalu, yakni peÂnyelidikan yang harus meÂnunggu perintah, menjadi tidak relevan dalam pengusutan kaÂsus rekening gendut. “Jika tidak proaktif, maka akan terjadilah proses mengaburkan bukti-bukti, bersembunyi, melarikan diri, melakukan money laundry, nah akan semakin sulit meÂnguÂsut kalau sudah dibiarkan kabur para pelakunya,†ingat Petrus.
Lantaran itu, dia mendesak KPK segera memblokir semua reÂkening yang dilaporkan PPATK terindikasi sebagai reÂkening gendut. “Kalau perlu seÂgera blokir rekening mereka. JaÂngan hanya berkutat pada proÂsedur yang lelet, atau karena beÂlum ada laporan, itu sama saja membiarkan orang-orang itu meÂlarikan diri,†kata dia.
Petrus menegaskan, Menteri KeÂuangan tidak cukup hanya meÂmecat sejumlah PNS yang terÂindikasi memiliki rekening genÂdut dan korupsi.
“Kalau mau lebih tegas dan leÂbih cepat peÂnaÂnganannya, MenÂteri KeÂuangan harus maju di depan, maju sebagai pelapor kasus ini,†saran dia.
Pejabat setingkat menteri, kata Petrus, tidak boleh hanya meÂlakukan upaya yang seolah-olah heroik, padahal tidak sungÂguh-sungguh ingin memÂberÂsihÂkan institusinya dari praktik koÂrupsi. “Laporkan langsung ke KPK bahwa ada bukti rekening gendut anak buahnya. Dia juga harus proaktif menunjuk PNS mana saja di lingkungannya yang memiliki rekening gendut itu, serta memberikan sejumlah keterangan kepada KPK atau aparat penegak hukum lain,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: