7 PNS Tajir Kemenkeu Belum Diperiksa KPK

PPATK Laporkan 86 Transaksi Mencurigakan

Kamis, 22 Desember 2011, 09:00 WIB
7 PNS Tajir Kemenkeu  Belum Diperiksa KPK
ilustrasi, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemenkeu
RMOL. Tujuh pegawai Kementerian Keuangan yang diduga memiliki rekening gendut, telah dipecat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, kasus tersebut belum masuk penyelidikan, apalagi penyidikan di KPK.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, aparat KPK masih menelaah data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai rekening gendut PNS tersebut. “Saat ini masih dalam proses penelahaan,” ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Ketika ditanya, apakah data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu tersebut sudah sampai di KPK, Johan mengaku belum mengetahuinya. “Yang pasti, semua laporan PPATK mengenai rekening gendut PNS itu masih kami telaah,” ujar dia.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution juga mengaku belum me­nge­ta­hui, apakah kepolisian sudah me­nerima data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu itu. “Mesti kami cek dulu ke PPATK, karena datanya banyak sekali. Kami be­lum tahu mana yang sudah di­se­rahkan ke Polri,” ujarnya saat di­konfirmasi, kemarin.

Staf Humas Kemenkeu Syam­sul Maulana membenarkan pe­me­catan tujuh PNS tersebut. Na­mun, pihaknya belum bisa me­nyam­paikan kepada masyarakat, siapa saja PNS yang diber­hen­tikan itu.

“Iya, tujuh pegawai telah di­ber­hentikan dengan tidak hormat se­bagai PNS, bahkan sudah di­la­ku­kan proses hukum,” ujarnya ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Proses hukum yang dimaksud Syamsul adalah menyerahkan ka­sus ini kepada KPK dan Polri. “Ka­lau menurut informasi yang saya tahu dari Itjen, tujuh pega­wai itu telah dilaporkan ke pihak kepolisian dan ke KPK untuk ditindaklanjuti pemeriksaannya,” ujar dia.

Menurut Kepala Biro Ko­mu­ni­kasi dan Layanan Informasi Ke­menterian Keuangan Yudi Pra­madi, audit investigasi internal Kemenkeu terhadap 33 laporan PPATK membuktikan, tujuh PNS itu melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas. Tindak lanjutnya berupa pengenaan hu­kuman disiplin.

“Tujuh pegawai telah diber­hentikan dengan tidak hormat sebagai PNS, bahkan dilakukan proses hukum,” katanya lewat siaran pers.

Menurut Yudi, Kementerian Ke­uangan telah menerima 86 la­poran transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. Selu­ruh laporan tersebut, kata dia, telah ditindaklanjuti dan diproses secara profesional.

Selain melakukan pemecatan terhadap tujuh PNS, dia me­nam­bahkan, proses terhadap laporan lainnya masih dilakukan. “Ter­hadap delapan laporan telah dila­kukan pengumpulan bahan dan keterangan, tapi hingga saat ini be­lum ditemukan bukti penyim­pa­ngan,” ujarnya.

Kemudian, sebanyak sembilan laporan telah dimintakan perse­tu­juan PPATK untuk diteruskan ke KPK. Sebab, setelah dilakukan pengumpulan bahan dan ketera­ngan, ternyata pegawai ber­sang­ku­tan tidak lagi menjadi PNS Ke­menkeu. “Saat ini masih terdapat tiga permintaan persetujuan yang be­lum direspon PPATK,” katanya.

Masih dalam proses peninda­kan di internal Kemenkeu, Yudi memaparkan, sebanyak 27 lapo­ran masih dilakukan pendalaman informasi mengenai kemung­ki­nan penyalahgunaan wewenang pegawai yang bersangkutan.

Sejumlah enam laporan ter­nya­ta tidak tidak bermasalah. “Dan, terdapat tiga laporan yang bukan atau tidak terkait dengan pegawai Kemenkeu,” ucapnya.

Sedangkan untuk pencegahan, menurut Yudi, Kemenkeu pada tahun 2010 berinisiatif bekerja sama dengan KPK untuk me­la­kukan penelitian harta kekayaan pegawainya.

“Berdasarkan hasil penelitian dimaksud, beberapa pegawai terindikasi melakukan penyalah­gunaan wewenang se­hingga dija­tuhi hukuman disiplin PNS. Saat ini, Kemenkeu masih be­kerja sama dengan KPK mela­kukan in­vestigasi terhadap kasus-kasus tertentu,” ujarnya.

Dia mengatakan, Komitmen Ke­menkeu tinggi dalam pem­berantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Langkah-Iang­kah Kemenkeu selain beker­ja sama dengan KPK dan PPATK, antara lain terlibat aktif dalam Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, bahkan telah mengembangkan whist­leb­lo­­wing system (WiSe) dalam web­site Kemenkeu yang dapat diakses langsung masyarakat.

REKA ULANG

Yang Muda, Yang Mencurigakan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, banyak pega­wai negeri sipil (PNS) berusia muda memiliki rekening mencurigakan bernilai miliaran rupiah.

PPATK mensinyalir, banyak PNS muda yang melakukan prak­tik pencucian uang dari anggaran negara. Lembaga itu pun me­min­ta inspektorat jenderal (itjen) di kementerian memperketat pe­ngawasan.

Menurut Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, banyak PNS ber­usia 28 tahun yang terindikasi ko­rupsi. Modusnya, bersama istri, para PNS itu mencoba me­nya­mar­kan dan menyembunyikan harta yang diduga didapat secara haram. Soalnya, rekening gendut tersebut diduga merupakan hasil korupsi.

Menurut Agus, pimpinan para PNS muda itu tidak pernah mela­kukan pengawasan, sehingga yang bersangkutan mampu me­raup uang negara dengan ber­bagai cara.

PPATK antara lain menemukan rekening dengan jumlah uang tak wajar milik beberapa pegawai negeri, salah satunya di Direk­to­rat Jenderal Bea dan Cukai Ke­menterian Keuangan. Rekening itu dinilai tidak wajar, mengingat tak seimbangnya penghasilan dan gaji sesuai golongan para pega­wai negeri sipil itu.

Menurut Kepala Biro Ko­mu­ni­kasi dan Layanan Informasi Ke­menterian Keuangan Yudi Pra­madi, Kemenkeu serius me­laku­kan upaya pencegahan dan pem­berantasan tindak pidana korupsi serta pencucian uang. Untuk itulah, Kemenkeu bekerja sama dengan KPK serta PPATK.

Kerja sama dengan KPK itu tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) tahun 2005, sedangkan MoU dengan PPATK pada 2007. “Kerja sama itu dalam bentuk korespondensi, pertukaran data, bahkan pe­me­rik­saan gabungan,” ujarnya dalam siaran pers.

Kemenkeu, kata Yudi, selalu me­nindaklanjuti semua laporan transaksi keuangan men­cu­ri­ga­kan secara profesional dengan me­lakukan tindakan berdasarkan pembuktian. “Menteri Keuangan secara periodik memantau dan membahas proses tindak lanjut tersebut,” ujarnya.

Sebelumnya, PPATK menye­rah­kan sekitar seribu kasus seru­pa yang terjadi di seluruh In­do­nesia kepada aparat berwenang. Namun, kasus-kasus kecil yang ditindaklanjuti, sementara yang mencapai miliaran rupiah tak ada tindakan lebih lanjut.

Menurut Kapolri Jenderal Ti­mur Pradopo, Polri sedang me­nye­lidiki temuan PPATK menge­nai rekening jumbo pegawai ne­geri. “Kasus itu masih dalam pe­nyelidikan,” ujar Timur.

Timur menyampaikan hal itu se­usai penandatanganan nota ke­sepahaman antara Bank In­do­ne­sia, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk penanganan kejahatan perbankan di Gedung Sjafrudin Bank Indonesia, Senin, 19 Desember 2011.

Menurut Timur, ke­se­pema­ha­man ini akan membantu per­ban­kan mengungkap kejahatan lewat bank. “Terkait kasus rekening gendut ini, kami masih mela­ku­kan penyelidikan lebih lanjut,” katanya.

Pemecatan Itu Memudahkan Langkah KPK

Nurdin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nurdin mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan meme­cat tujuh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki rekening gendut berdasarkan data Pusat Pe­laporan dan Analisis Tran­saksi Keuangan (PPATK).

Menurut Nurdin, pem­ber­hen­tian tujuh PNS tersebut akan mempermudah Komisi Pemberantasan Korupsi me­ne­lusuri kasus tersebut.

“Mungkin ini bisa mem­per­mudah KPK me­lihat duduk per­kara dan men­cari bukti kuat,” kata dia saat dihubungi, kemarin.

Kendati begitu, lanjut Nur­din, Kementerian Keuangan ten­tu punya alasan tersendiri dan bukti kuat untuk mela­ku­kan pemecatan yang sifatnya ad­minsitratif atau disiplin ke­p­e­g­awaian. “Bisa jadi, pe­me­catan ini agar kinerja Ke­men­terian Ke­uangan tidak ter­ganggu ka­sus rekening gendut PNS itu,” ujarnya.  

Sekarang, lanjut Nurdin, se­mua ada di tangan Komisi Pem­berantasan Korupsi, apakah akan menelusuri kasus tersebut dengan cepat atau lambat. “Ka­lau sudah begitu, semua ter­gan­tung KPK,” ujar anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.

Nurdin menambahkan, Ke­men­terian Keuangan juga bisa melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung dan Polri, bu­kan hanya ke Komisi Pem­berantasan Korupsi. Siapa yang menemukan bukti lebih dahulu, harus menyelesaikan kasus ini hingga tuntas dan menyeluruh.

Dia juga menyarankan pimpi­nan baru KPK agar segera ber­adaptasi dengan lingkungan KPK, dan mempelajari kasus-kasus yang telah masuk Komisi.

“Mereka kan masih baru di KPK, jadi harus belajar dulu untuk bisa mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Sehing­ga, mereka bisa fokus, jangan sampai salah langkah dan ha­rapan masyarakat akan pudar,” katanya.

Sarankan Menkeu Yang Lapor Ke KPK

Petrus Selestinus, Advokat

KPK mestinya proaktif me­nin­daklanjuti Temuan Pusat Pe­la­poran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai re­kening jumbo Pegawai Ne­geri Sipil (PNS). Jika penegak hu­­kum cuma menunggu lapo­ran dan menjalani prosedur yang bertele-tele, maka pe­ngu­su­tan­nya tidak maksimal.

“Pihak pertama yang harus segera jemput bola atas laporan PPATK ini adalah KPK. KPK yang semestinya menjadi insti­tusi pertama melakukan pe­nye­lidikan dan penyidikan kasus ini. Jangan terjebak pada alasan menunggu perkembangan, me­nunggu laporan dan perintah,” ujar Koordinator Forum Ad­vokat Pengawal Konstitusi (FAKSI), Petrus Selestinus, kemarin.

Pola-pola masa lalu, yakni pe­nyelidikan yang harus me­nunggu perintah, menjadi tidak relevan dalam pengusutan ka­sus rekening gendut. “Jika tidak proaktif, maka akan terjadilah proses mengaburkan bukti-bukti, bersembunyi, melarikan diri, melakukan money laundry, nah akan semakin sulit me­ngu­sut kalau sudah dibiarkan kabur para pelakunya,” ingat Petrus.

Lantaran itu, dia mendesak KPK segera memblokir semua re­kening yang dilaporkan PPATK terindikasi sebagai re­kening gendut. “Kalau perlu se­gera blokir rekening mereka. Ja­ngan hanya berkutat pada pro­sedur yang lelet, atau karena be­lum ada laporan, itu sama saja membiarkan orang-orang itu me­larikan diri,” kata dia.

Petrus menegaskan, Menteri Ke­uangan tidak cukup hanya me­mecat sejumlah PNS yang ter­indikasi memiliki rekening gen­dut dan korupsi.

“Kalau mau lebih tegas dan le­bih cepat pe­na­nganannya, Men­teri Ke­uangan harus maju di depan, maju sebagai pelapor kasus ini,” saran dia.

Pejabat setingkat menteri, kata Petrus, tidak boleh hanya me­lakukan upaya yang seolah-olah heroik, padahal tidak sung­guh-sungguh ingin mem­ber­sih­kan institusinya dari praktik ko­rupsi. “Laporkan langsung ke KPK bahwa ada bukti rekening gendut anak buahnya. Dia juga harus proaktif menunjuk PNS mana saja di lingkungannya yang memiliki rekening gendut itu, serta memberikan sejumlah keterangan kepada KPK atau aparat penegak hukum lain,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA