RMOL. Orang-orang yang diduga terlibat kasus suap terhadap jaksa Sistoyo, tapi belum jadi tersangka, boleh jadi sedang deg-degan. Soalnya, kemungkinan mereka menjadi tersangka, terbuka lebar.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo tidak menutup kemungkinan, terÂsangÂka perkara ini bakal bertambah. Penambahan tersangka itu, lanÂjutnya, tergantung hasil penyiÂdiÂkan dan adanya dua alat bukti. “Terbuka kemungkinan ada terÂsangka baru. Kita tunggu saja proses penyidikannya.â€
Yang pasti, hingga kemarin, KPK telah mengorek keterangan 12 saksi kasus suap Sistoyo. Kemarin, saksi yang diperiksa KPK bertambah tiga orang, yakni Bambang Supriyadi dari pihak swasta, hakim anggota PengaÂdiÂlan Negeri (PN) Cibinong EmaÂnuel Ari dan hakim anggota PN Cibinong Agustina Diah.
Sebelumnya, KPK telah meÂminta keterangan sembilan saksi, yakni Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cibinong Suripto WidoÂdo, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibinong Viva Haru RusÂtaman, panitera PN Cibinong Aster Simamora, jaksa Kejaksaan Agung Ronie Rumidarwati, jaksa Kejari Cibinong Epiyarti, pengaÂcara Charles, office boy Kejari CiÂbinong Muslich, karyawati TeÂguh Werdiningsih dan ibu rumah tangga Gerda Herawati.
“Baru itu yang diperiksa KPK sejak penangkapan,†ujar staf huÂmas KPK Irsyad Prakasa PraÂwiÂradilaga kepada Rakyat Merdeka, Selasa (13/12).
Kemarin, KPK juga melaÂkuÂkan penggeledahan di ruang kerja Ketua Pengadilan Negeri CibiÂnong Sudaryadi dan dua ruangan hakim lainnya. “Ada pengÂgeÂleÂdaÂhan di Cibinong,†ujar Johan Budi.
Hakim anggota PN Cibinong Emmanuel Ari Budiharjo meÂngaÂkui penggeledahan itu. Dia juga mengakui sebagai salah seorang hakim yang akan menyidangkan kasus Edward.
“Semua majelis hakim yang akan menyidangkan perkara EdÂward M Bunjamin, termasuk saya dipanggil KPK,†ujar EmÂmanuel seÂsaat sebelum pergi ke kantor KPK memenuhi pangÂgilan peÂnyiÂdik kasus suap jaksa Sistoyo ini.
Selain Emmanuel, hakim yang juga akan diperiksa KPK adalah Ketua PN Cibinong Sudaryadi dan anggota hakim lainnya AgusÂtina Dyah P. Mereka adalah maÂjelis hakim yang menyidangkan kasus penggelapan dan penipuan dengan terdakwa Edward M BuÂnyamin, Direktur Utama PT DarÂmarindo Abadi Lestari. PengÂgelaÂpan itu senilai Rp 5,6 miliar.
Emmanuel yang juga Humas PN Cibinong itu, mengaku akan memberikan keterangan apa adaÂnya. Soal kemungkinan terlibat dalam kasus suap yang dilakukan terdakwa Edward, dia mengataÂkan, “Kami tidak mau menyikapi tuÂdingan itu. Kami serahkan ke MahÂkamah Agung,†kata Emanuel.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan EfÂfendy menelisik dugaan keterÂliÂbatan atasan Sistoyo dalam perÂkara ini. Menurut Marwan, jika terbukti ikut permainan itu, maka Kajari Cibinong Suripto Widodo segera direkoÂmeÂnÂdaÂsiÂkan untuk dipecat.
Suripto memang belum dipeÂcat. Namun, menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Suripto sudah diÂcopot dari jabatan Kajari CiÂbinong. “Sistoyo sudah diberÂhenÂtikan sementara. Pimpinannya, Kajari Cibinong sudah dicopot dari jabatannya, sekarang sudah menjadi jaksa biasa saja,†ujar Darmono ketika dihubungi RakÂyat Merdeka, Selasa lalu.
Sebagai Kajari, menurut JamÂÂÂwas Marwan Effendy, SuÂripto memiliki tanggung jawab unÂtuk melakukan pengawasan dan proaktif menjaga korpsnya dari perbuatan-perbuatan meÂlangÂgar hukum.
“Menurut laporan yang saya terima, ada kelalaian kajarinya. Misal, sudah rentut, kok belum dituntut. Ada apa ini. Jangan haÂnya menunggu laporan, tapi taÂnyakan, bagaimana tindak lanÂjutÂnya. Indikasi terima uang meÂmang belum terbukti. Kita tunggu saja prosesnya.â€
Marwan mengingatkan, kajari memegang aturan pengawasan melekat (waskat) di kejaksaan, memiliki tanggung jawab penuh terhadap fungsional dan aparatur di lembaga yang dipimpinnya. LanÂtaran itu, kajari tidak bisa luÂput dari penindakan atas kesaÂlahan yang dilakukan jaksa-jaksa di bawahnya.
“Kami perlu bertindak keras dan tegas kepada kajari dalam waskatnya. Supaya para kajari paham tugas dan weweÂnangÂnya. Jangan ikut bermain. MeÂreka haÂrus mengefektifkan wasÂkat. WasÂkat itulah bagian terÂdepan. SeÂlama ini mereka kaÂdang masa boÂdoh, bahkan ikut bermain.â€
Diintai Siang, Ditangkap Sore
Jaksa Kejaksaan Negeri (KeÂjari) Cibinong Sistoyo ditangkap petugas KPK bersama dengan dua pengusaha, Edward M BunÂjamin dan Anton Bambang pada Senin sore (21/11).
Dugaan suap ini terkait kasus penipuan dan pemalsuan surat pembangunan kios dan hanggar Pasar Festival Cisarua, KaÂbuÂpaÂten Bogor, Jawa Barat yang ditaÂngani Sistoyo. Dalam perkara ini, Edward menjadi terdakwa.
Sistoyo ditangkap aparat KPK karena diduga menerima suap dari Anton Bambang hampir Rp 100 juta. Sogokan tersebut terkait kasus yang melibatkan Edward yang tengah menjalani persiÂdaÂngan kasus pidana umum. MeÂnurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, daÂlam kasus Edward, Sistoyo berÂtindak sebagai JPU.
Johan menambahkan, sebelum KPK melakukan penggerebekan terhadap Sistoyo sekitar pukul 18.15 WIB, delapan aparat KPK telah melakukan pengintaian seÂjak siang. Selain menyita uang dalam amplop cokelat, KPK juga menyita mobil Nissan X-Trail milk Sistoyo.
Sistoyo, Anton dan Edward keÂmudian ditetapkan KPK sebagai tersangka. Anton Bambang yang merupakan rekan bisnis Edward meÂngakui, dirinya yang membeÂriÂkan uang Rp 100 juta kepada Sistoyo. Duit tersebut ditaruh di dalam mobil Sistoyo.
Perkara Sistoyo ini menambah panjang daftar kasus yang menÂcoreng muka Korps Adhyaksa. Tidak mau kehilangan muka berkali-kali, Kejaksaan Agung seÂgera memproses Sistoyo.
“SisÂtoÂyo sudah diberhentikan seÂmenÂtara. Begitu dia tertangkap KPK, jadi tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, JamÂwas langsung merekomendasikan keÂpada Jaksa Agung untuk memÂberÂhentikannya sementara,†ujar Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy.
Marwan menambahkan, SistoÂyo yang berpangkat Jaksa Muda dengan golongan III D dan berÂtuÂgas sebagai Kepala Sub Bagian Pembinaan Kejari Cibinong itu, juga sudah direkomendasikan agar segera dipecat.
Tapi, menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Sistoyo baru akan dipeÂcat jika sudah divonis hakim terÂbukti menerima suap. Sejauh ini, Sistoyo baru sekadar diÂberÂhenÂtiÂkan sementara. “Saat ini proÂsesÂnya kan masih di KPK,†katanya.
Bagian pengawasan Kejagung juga sudah memeriksa sejumlah jaksa dan karyawan Kejaksaan NeÂgeri Cibinong. “Telah kami peÂriksa sembilan jaksa, termasuk kajarinya dan enam pegawai dari bagian tata usaha Kejari CibiÂnong. Kami ingin menyelidiki, apakah ada keterÂlibatan jaksa-jaksa lain dalam kasus Sistoyo,†ujar Marwan.
Ayo Kejagung Bantuin KPK
Yahdil A Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR YahÂdil A Harahap mendesak KPK mempercepat penguÂsuÂtan kasus jaksa Sistoyo. Dia pun mengingatkan agar KPK tidak berbelit-belit meneÂtapÂkan seseÂorang yang diduga kuat terlibat daÂlam kasus itu, seÂbagai tersangka.
“KPK perlu segera menyimÂpulÂkan hasil pemeriksaan terÂhadap para saksi dan tersangka, apakah memang ada pengemÂbangan kasus yang melibatkan pihak-pihak lain yang dapat dijadikan tersangka atau tidak,†ujar Yahdil, kemarin.
Politisi PAN itu juga meÂngingatkan Kejaksaan Agung agar tidak lengah dalam mÂeÂlaÂkukan pengawasan terhadap para jaksa dan karyawan di lingÂkungan kejaksaan.
“SehaÂrusnya dengan adanya kasus ini Kejaksaan Agung meÂningkatkan pengawasan interÂnal dan melakukan peneÂlitian yang mendalam, sehingga jakÂsa-jaksa bermasalah tidak boleh lagi menangani kasus,†ujarnya.
Selain itu, upaya yang tegas di internal kejaksaan mesti tetap dilakukan, agar terjadi efek jera bagi para jaksa. “Efek jera saÂngat tergantung dari berat riÂnganÂnya hukuman dam sanksi yang diterapkan,†ujar Yahdil.
Menurut Yahdil, dalam kasus Sistoyo bisa saja sejumlah pihak ikut terlibat. Akan tetapi, hal itu perlu dibuktikan secara akurat. “Kasus seperti ini memang sulit untuk mendapatkan bukti keterÂlibatan yang lain. Untuk itu kerÂjasama penuh dan informasi dari Kejaksaan Agung sangat dibutuhkan untuk membantu penyidik KPK,†ujarnya.
Untuk menetapkan yang lain sebagai tersangka, lanjut Yahdil, sangat tergantung pada kinerja penyidik. Jika penyidiknya meÂnemukan bukti dalam waktu yang singkat, maka status terÂsangka pun akan ditetapkan keÂpada yang memang terlibat.
“Harus disertai bukti-bukti, mungkin itu yang belum didapat penyidik. Hal itu bisa terjadi kaÂrena beberapa faktor, misalÂnya, para saksi dan tersangka menuÂtup-nutupinya, atau meÂmang tiÂdak ditemukan bukti keÂterÂliÂbaÂtan mereka,†ujarnya.
Rentut Kadang Jadi Ajang Nego
Sandi Ebenezer, Aktivis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer SitungÂkir mengingatkan, dalam kasus pidana umum, rencana tuntutan (rentut) dari jaksa penuntut umum di kejaksaan negeri mesÂti disetujui Kepala Seksi Pidana Umum terlebih dahulu.
Untuk kasus tertentu, lanjut Sandi, jaksa kejaksaan negeri melaporkan rentut kepada keÂpaÂla kejaksaan negeri. “Jadi peÂriÂlaku penuntut umum daÂlam suaÂtu perkara kemungÂkinan beÂsar diketahui atasanÂnya,†ujar dia.
Dalam kasus suap di balik peÂnuntutan, menurut Sandi, KPK juga perlu menelisik, apakah ada komunikasi dengan majelis hakim yang menangani perkara tersebut. “Apakah dikoÂmuÂniÂkasikan dengan majelis hakim supaya tuntutan dan putusan tiÂdak berbeda jauh. Sehingga, peÂriÂlaku jaksa yang bersangÂkuÂtan tidak berdiri sendiri,†ujarnya.
Sandi mengingatkan, rentut kadang menjadi ajang negosiasi atau suap. “Repotnya, menurut KUHAP, penuntut umum itu mandiri. Meskipun KUHAP tiÂdak mengenal istilah rentut, tapi daÂlam prakteknya, rentut menÂjadi wahana negosiasi antara terÂdakwa, penuntut umum dan atasan penuntut umum. Jadi, jaksa Sistoyo patut diduga tidak berdiri sendiri,†ujarnya.
Persoalannya, menurut Sandi, atasan sulit menjadi tersangka kaÂlau bawahan tidak berani memÂberikan kesaksian. “Atasan yang bersangkutan dapat dijerat kalau tersangka berani atau KPK berani. Tapi, sulit mengÂhaÂrapkan KPK yang persoÂnelÂnya juga banyak dari kejaksaan. Mereka kan baÂwahan dari pimÂpinan kejakÂsaan juga,†ujarnya.
Idealnya, menurut dia, peÂnyidik KPK dilepaskan dari institusinya. Sehingga, tidak ada langkah kompromi KPK. KomÂpromi itu, kata Sandi, bisa jadi karena penyidik dan penuntut KPK takut tidak naik pangkat dan promosi jabatan dari insÂtitusi asalnya.
Sandi pun menilai, sanksi yang diberikan Kejaksaan Agung kepada Sistoyo dan KeÂpala Kejaksaan Negeri CiÂbiÂnong Suripto Widodo berupa pemberhentian sementara serta pencopotan jabatan tidak efekÂtif. Indikasinya, kasus seÂrupa sering terjadi di kejaksaan. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: