“Kejagung menahan dua peÂgawai Ditjen Pajak yang seÂbeÂlumnya sudah ditetapkan sebaÂgai tersangka. Mereka ditahan siang tadi pada pukul 11 siang,†ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (KaÂpusÂpenÂkum Kejagung) Noor Rochmad, kemarin.
Kedua tersangka itu adalah Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajamen, Bahar dan Pejabat Pembuat Komitmen, PuÂlung Sukarno. “Tersangka Bahar diÂtahan di Rutan Salemba CaÂbang Kejagung dan Pulung diÂtaÂhan di Rutan Saemba cabang KeÂjaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan peÂyiÂdikan,†ujar Noor.
Noor menambahkan, hingga keÂmarin tersangka kasus ini beÂlum bertambah, baik dari pihak ataÂsan kedua tersangka atau pihak swasta yang menjadi rekanan DitÂjen Pajak dalam proyek tersebut. Namun, katanya, para penyidik masih melakukan pengembangan perkara tersebut. Sehingga, meÂnuÂrutnya, tidak tertutup kemungÂkinan tersangka kasus ini berÂtamÂbah. “Tunggu saja perÂkemÂbaÂnganÂnya,†kata dia.
Tim Kejaksaan Agung telah meÂlaÂkukan penyitaan sejumlah doÂkumen di empat lokasi. SeÂteÂlah mengumpulkan dokumen-doÂkumen tersebut, Kejagung menÂdaÂtangkan auditor dari Badan PeÂmeriksa Keuangan (BPK) untuk memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini.
“Karena BPK yang meÂnemuÂkan kejanggalan tersebut,†kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JamÂpidsus) Arnold Angkouw.
Nah, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan, dari nilai proyek sebesar Rp 43 miliar, diÂduÂga terjadi penyelewengan sediÂkitÂnya Rp 12 miliar. BPK meniÂlai, ada alat-alat sistem informasi yang tidak ada barangnya atau tidak ada wujudnya. Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, KejakÂsaan Agung kemudian menÂaikÂkan status perkara ini dari peÂnyeÂlidikan ke penyidikan.
Pengadaan sistem informasi perpajakan ini, lanjut dia, awalÂnya berjalan dengan baik. Akan teÂtapi, ketika pengadaan tamÂbaÂhan, diduga terjadi pengÂgeÂlemÂbungan harga atau mark up.
“PeÂngaÂdaan tambahan tersebut juga diubah jenisnya dalam proses lelang, sehingga tidak conÂnect dengan yang sudah ada,†tandas Arnold.
Kedua tersangka, menurut KaÂpuspenkum Kejagung Noor RochÂmad, dijerat pidana Pasal 2 atau Pasal 3 Undang Undang NoÂmor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang Undang NoÂmor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KoÂrupsi (Tipikor) karena melangÂgar Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman PelakÂsaÂnaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Atas perbuatan terÂseÂbut, diduga negara dirugikan sebesar Rp 12 miliar,†tandasnya.
Direktorat Jenderal Pajak meÂnyerahkan perkara tersebut sepeÂnuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak berwajib agar kasus ini bisa seÂgera tuntas,†kata Direktur PeÂnyuÂluhan dan Bimbingan PelaÂyanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaidi dalam jumpa pers di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta.
Dedi menyatakan, kasus terÂsebut murni pengadaan barang, bukan perkara perpajakan. “TiÂdak sedikit pun kami resistance terhadap proses hukum ini. Justru kami dukung, karena kami seÂdang berbenah,†ujarnya.
Direktur Eksekutif LSM InÂdonesian Resource Studies (IRES) Marwan Batubara meÂnilai, Ditjen Pajak mesti diÂreÂforÂmasi total untuk menghilangkan reaksi neÂgatif masyarakat kepada lembaga ini. Terlebih, katanya, seteÂlah Kejaksaan Agung meneÂtapkan dua pejabat Ditjen Pajak sebagai tersangka kasus peÂngaÂdaan sistem informasi maÂnaÂjemen ini.
“Setelah kasus Gayus, tadinya saya berharap tidak ada lagi perkara korupsi di Ditjen Pajak. Ini tanda bahwa pengawasan di Ditjen Pajak lemah. Sebab, jika pengawasannya bagus, tentu kasus seperti ini tidak terjadi,†katanya.
REKA ULANG
15 Pemburu Korupsi Geledah 4 Tempat
Tim Satuan Khusus PemÂbeÂranÂtasan Korupsi Kejaksaan Agung menangani kasus pengadaan sistem informasi manajemen Ditjen Pajak tahun anggaran 2006 yang berbau korupsi. Alhasil, tim yang terdiri dari 15 personel itu, melakukan penggeledahan di empat tempat dan menetapkan dua tersangka dari Direktorat Jenderal Pajak.
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejagung Noor Rochmad, kedua tersangka itu ialah Bahar dan Pulung Soeharto. PeÂnetapan status tersangka terÂhadap Bahar berdasarkan surat perintah Nomor 152/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011.
Penetapan tersangka terÂhaÂdap Pulung sesuai surat perintah NoÂmor 153/f2/fd1/11/2011, terÂtanggal 3 November 2011. “SuÂdah ditetapkan tersangÂkanya dua orang, yakni Bahar dan Pulung Soeharto,†katanya.
Noor menjelaskan, Bahar meÂruÂpakan Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajemen. PuÂlung adalah Pejabat Pembuat Komitmen.
“Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah tim mengÂgeleÂdah sejumlah titik.â€
Selanjutnya, Noor bercerita bahÂwa penggeledahan dilakuÂkan tim satuan khusus yang diÂketuai jakÂsa Edi Rakamto. Tim tersebut berisi 15 personel dari jaÂjaran Jaksa Agung Muda PiÂdana KhuÂsus (Jampidsus). “Jam 12 siang, tim berangkat untuk meÂlakukan penggeledahan di empat tempat.â€
Menurutnya, penggeledahan itu sudÂÂah mengantongi izin, seÂsuai suÂrat penetapan Pengadilan NegeÂri Jakarta Selatan Nomor 18/pen/2011/PN Jaksel tanggal 3 NoÂvemÂber 2011 dan penetapan PeÂngaÂdilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1443/pen/p10/PN JaÂkarÂta Barat. “Karena penggeledahan itu harus izin ke pengadilan seÂtempat,†ucapnya.
Penggeledahan dilakukan di empat tempat, yakni kantor pusat Ditjen Pajak, kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di JaÂkarÂta Barat dan dua rumah Bahar di Jalan Madrasah, Gandaria, JaÂkarta Selatan serta Komplek CiÂneÂre, Depok, Jawa Barat. “SeÂmuanya sudah kami teliti dan kami geledah.â€
Dari penggeledahan itu, peÂnyiÂdik menemukan beberapa doÂkuÂmen serta surat-surat yang diduga berkaitan dengan kasus ini. DiÂteÂmukan pula beberapa dokumen yang dicari, tapi sudah dipinÂdahÂkan dari kantor pusat Ditjen Pajak ke kantor pajak Jakarta Barat. “Dokumen itu terkait pengadaan barang sistem informasi tersebut. Yang lain masih diinventarisir penyidik,†katanya.
Di Jalan Ketimun Nomor 115, Blok A, Perumahan Cinere Estate yang merupakan rumah Bahar, penyidik menyita sejumlah baÂrang seperti laptop, tiga flashdisk dan sejumlah buku tabungan. Namun, tersangka sedang tidak di rumahnya saat penggeledahan. Di rumah itu hanya ada beberapa pembantu dan tukang yang seÂdang merenovasi rumah.
Menurut Noor, kedua terÂsangÂka diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Keppres Nomor 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. “Modusnya, sebagian baÂrang tidak sesuai dengan spek dan sebagian lagi fiktif.â€
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menggeledah sejumlah tempat dan menahan dua tersangka kaÂsus pengadaan sistem inforÂmasi manajemen Ditjen Pajak KeÂmenÂterian Keuangan.
Namun, dia mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak berhenti pada dua tersangka itu, tapi mendalami kasus ini samÂpai tuntas dan menyeluruh. MeÂnurut Basarah, Kejagung perlu mendalami, apakah ada keterÂlibatan pejabat Ditjen Pajak daÂlam perkara tersebut.
Peran piÂhak swasta yang menjadi reÂkaÂnan Ditjen Pajak dalam pengaÂdaÂan itu pun, katanya, tidak bisa diabaikan begitu saja.
Jika berhenti pada dua terÂsangÂka itu, lanjut Basarah, patut dicurigai ada main mata dalam peÂnanganan kasus tersebut. ApaÂlagi, menurut dia, awalnya pihak Ditjen Pajak tampak kuÂrang kooperatif menghadapi para penyidik, sehingga KejakÂsaan Agung mengambil langkah penggeledahan dan penyitaan di sejumlah tempat.
“Jika KeÂjagung menahan dua staf Ditjen Pajak itu saja, patut diduga telah terjadi kesepakatan untuk menghentikan penyidiÂkan kasus korupsi ini hanya sampai pada level bawahan,†teÂgasnya, kemarin.
Menurut Basarah, kasus terÂseÂbut seharusnya dapat diusut lebih cepat sampai ke tingkat pembuat kebijakan. Sebab, lanÂjut dia, tidak mungkin kebijaÂkan pengadaan sistem inforÂmasi itu diputuskan pejabat setingkat staf. “Jika tidak maÂsuk angin, mÂereka tentu bisa menuntaskan kasus ini secara utuh,†ujarnya.
Basarah mengingatkan, KeÂjakÂsaan Agung akan dicurigai maÂsyarakat jika lamban meÂnunÂtaskan kasus tersebut secara utuh. Ujung-ujungnya, Korps Adhyaksa akan dinilai belum berhasil melaksanakan reforÂmasi kinerja dan kultural untuk meningkatkan kredibilitas serta meraih kepercayaan publik.
“Jika ada indikasi hengky pengky dalam penanganan kasus ini, saya meminta KPK mengambil alih agar perkara tersebut agar dapat ditangani lebih profesional dan obyektif,†tegasnya.
Yang Bertele-tele Mesti Disingkirkan
Burhanuddin Abdullah, Ketum Laskar Anti-Korupsi Indonesia
Proses pengusutan kasus koÂrupsi di kejaksaan kerap dicap lamban dan tidak profesional. Hal itu pula yang menyebabkan masyarakat masih belum bisa percaya terhadap kinerja keÂjaksaan dalam mengusut kasus-kasus korupsi.
“Mengapa hadir KPK? Itu kaÂrena lembaga penegak huÂkum lain seperti kejaksaan diÂanggap tidak profesional dan lamban sekali,†ujar Ketua Umum LSM Laskar Anti KoÂrupÂsi Indonesia (LAKI) BurÂhaÂnuddin Abdullah, kemarin.
Menurut Burhanuddin, daÂlam momentum Hari Anti KoÂrupsi se-Dunia pada Desember ini, Kejaksaan Agung perlu mengevaluasi diri terkait kinerÂjanya selama ini.
“Kalau kinÂeÂrÂjanya tidak seÂmakin baik dari tahun ke tahun, masih meÂnunÂjukÂkan cara-cara lama dan lamÂban, tentu masyaÂrakat sulit perÂcaya kepada keÂjaksaan,†ujarnya.
Lantaran itu, dalam penguÂsuÂtan dugaan korupsi di Ditjen Pajak kali ini, Burhanuddin berÂharap Kejaksaan Agung tidak suam-suam kuku alias seteÂngah-setengah. “Kinerja yang berÂtele-tele sehingga terÂkesan ada agenda terselubung, harus segera disingkirkan,†tandasnya.
Burhanuddin mengingatkan, pembenahan kejaksaan menÂjadi sangat penting bila meÂmang masih mau memÂperÂtaÂhanÂkan Korps Adhyaksa sebaÂgai lemÂbaga penegakan hukum.
“Paling perlu adalah adaÂnya penyidik yang proÂfeÂsioÂnal dan memiliki komitmen kuat dalam memberantas koÂrupsi,†ujar dia.
Profesionalitas penyidik keÂjaksaan, lanjut Burhanuddin, juga perlu ditingkatkan memÂperÂbaiki kinerja Korps AdÂhÂyakÂÂsa. “Jangan sampai peÂnyidik tiÂdak tahu dasar hukum apa yang dibuat dalam meÂnaÂngani perÂkaÂra. Jangan sampai peÂnyiÂdik terÂkesan ogah-ogaÂhan,†ujarnya.
Selain itu, Burhan setuju agar KeÂjaksaan Agung diberikan anggaran yang memadai dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. “Pemerintah juga harus diingatkan, anggaran yang memadai sangat diperlukan. KPK bisa maju dan berani tentu karena didukung dengan angÂgaran yang memadai,†ucapnya.
Apabila hal itu telah dipeÂnuhi, lanjutnya, maka kinerja Kejaksaan Agung mesti lebih bagus dari sekarang ini. “Jika semua itu sudah dipenuhi, tapi tetap lamban, serta banyak seÂkali kasus menumpuk tanpa penyelesaian yang transparan, kita tentu tidak akan pernah percaya lagi kepada kejaksaan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: