Dua PNS Ditjen Pajak Ditahan Kejaksaan Agung

Jadi Tersangka Kasus Pengadaan Sistem Informasi

Sabtu, 10 Desember 2011, 09:08 WIB
Dua PNS Ditjen Pajak Ditahan Kejaksaan Agung
Ditjen Pajak
RMOL. Kejaksaan Agung telah menahan dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan sistem informasi manajemen pada tahun 2006.

“Kejagung menahan dua pe­gawai Ditjen Pajak yang se­be­lumnya sudah ditetapkan seba­gai tersangka. Mereka ditahan siang tadi pada pukul 11 siang,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Ka­pus­pen­kum Kejagung) Noor Rochmad, kemarin.

Kedua tersangka itu adalah Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajamen, Bahar dan Pejabat Pembuat Komitmen, Pu­lung Sukarno. “Tersangka Bahar di­tahan di Rutan Salemba Ca­bang Kejagung dan Pulung di­ta­han di Rutan Saemba cabang Ke­jaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan pe­yi­dikan,” ujar Noor.

Noor menambahkan, hingga ke­marin tersangka kasus ini be­lum bertambah, baik dari pihak ata­san kedua tersangka atau pihak swasta yang menjadi rekanan Dit­jen Pajak dalam proyek tersebut. Namun, katanya, para penyidik masih melakukan pengembangan perkara tersebut. Sehingga, me­nu­rutnya, tidak tertutup kemung­kinan tersangka kasus ini ber­tam­bah. “Tunggu saja per­kem­ba­ngan­nya,” kata dia.

Tim Kejaksaan Agung telah me­la­kukan penyitaan sejumlah do­kumen di empat lokasi.  Se­te­lah mengumpulkan dokumen-do­kumen tersebut, Kejagung men­da­tangkan auditor dari Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK) untuk memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini.

“Karena BPK yang me­nemu­kan kejanggalan tersebut,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jam­pidsus) Arnold Angkouw.

Nah, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan, dari nilai proyek sebesar Rp 43 miliar, di­du­ga terjadi penyelewengan sedi­kit­nya Rp 12 miliar. BPK meni­lai, ada alat-alat sistem informasi yang tidak ada barangnya atau tidak ada wujudnya. Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, Kejak­saan Agung kemudian men­aik­kan status perkara ini dari pe­nye­lidikan ke penyidikan.

Pengadaan sistem informasi perpajakan ini, lanjut dia, awal­nya berjalan dengan baik. Akan te­tapi, ketika pengadaan tam­ba­han, diduga terjadi peng­ge­lem­bungan harga atau mark up.

“Pe­nga­daan tambahan tersebut juga diubah jenisnya dalam proses lelang, sehingga tidak con­nect dengan yang sudah ada,” tandas Arnold.

Kedua tersangka, menurut Ka­puspenkum Kejagung Noor Roch­mad, dijerat pidana Pasal 2 atau Pasal 3 Undang Undang No­mor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang Undang No­mor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) karena melang­gar Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelak­sa­naan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Atas perbuatan ter­se­but, diduga negara dirugikan sebesar Rp 12 miliar,” tandasnya.

Direktorat Jenderal Pajak me­nyerahkan perkara tersebut sepe­nuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak berwajib agar kasus ini bisa se­gera tuntas,” kata Direktur Pe­nyu­luhan dan Bimbingan Pela­yanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaidi dalam jumpa pers di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta.

Dedi menyatakan, kasus ter­sebut murni pengadaan barang, bukan perkara perpajakan. “Ti­dak sedikit pun kami resistance terhadap proses hukum ini. Justru kami dukung, karena kami se­dang berbenah,” ujarnya.

Direktur Eksekutif LSM In­donesian Resource Studies (IRES) Marwan Batubara me­nilai, Ditjen Pajak mesti di­re­for­masi total untuk menghilangkan reaksi ne­gatif masyarakat kepada lembaga ini. Terlebih, katanya, sete­lah Kejaksaan Agung mene­tapkan dua pejabat Ditjen Pajak sebagai tersangka kasus pe­nga­daan sistem informasi ma­na­jemen ini.

“Setelah kasus Gayus, tadinya saya berharap tidak ada lagi perkara korupsi di Ditjen Pajak. Ini tanda bahwa pengawasan di Ditjen Pajak lemah. Sebab, jika pengawasannya bagus, tentu kasus seperti ini tidak terjadi,” katanya.

REKA ULANG

15 Pemburu Korupsi Geledah 4 Tempat

Tim Satuan Khusus Pem­be­ran­tasan Korupsi Kejaksaan Agung menangani kasus pengadaan sistem informasi manajemen Ditjen Pajak tahun anggaran 2006 yang berbau korupsi. Alhasil, tim yang terdiri dari 15 personel itu, melakukan penggeledahan di empat tempat dan menetapkan dua tersangka dari Direktorat Jenderal Pajak.

Menurut Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejagung Noor Rochmad, kedua tersangka itu ialah Bahar dan Pulung Soeharto. Pe­netapan status tersangka ter­hadap Bahar berdasarkan surat perintah Nomor 152/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011.

Penetapan tersangka ter­ha­dap Pulung sesuai surat perintah No­mor 153/f2/fd1/11/2011, ter­tanggal 3 November 2011. “Su­dah ditetapkan tersang­kanya dua orang, yakni Bahar dan Pulung Soeharto,” katanya.

Noor menjelaskan, Bahar me­ru­pakan Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajemen. Pu­lung adalah Pejabat Pembuat Komitmen.

“Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah tim meng­gele­dah sejumlah titik.”

Selanjutnya, Noor bercerita bah­wa penggeledahan dilaku­kan tim satuan khusus yang di­ketuai jak­sa Edi Rakamto. Tim tersebut berisi 15 personel dari ja­jaran Jaksa Agung Muda Pi­dana Khu­sus (Jampidsus). “Jam 12 siang, tim berangkat untuk me­lakukan penggeledahan di empat tempat.”

Menurutnya, penggeledahan itu sud­­ah mengantongi izin, se­suai su­rat penetapan Pengadilan Nege­ri Jakarta Selatan Nomor 18/pen/2011/PN Jaksel tanggal 3 No­vem­ber 2011 dan penetapan Pe­nga­dilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1443/pen/p10/PN Ja­kar­ta Barat. “Karena penggeledahan itu harus izin ke pengadilan se­tempat,” ucapnya.

Penggeledahan dilakukan di empat tempat, yakni kantor pusat Ditjen Pajak, kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di Ja­kar­ta Barat dan dua rumah Bahar di Jalan Madrasah, Gandaria, Ja­karta Selatan serta Komplek Ci­ne­re, Depok, Jawa Barat. “Se­muanya sudah kami teliti dan kami geledah.”

Dari penggeledahan itu, pe­nyi­dik menemukan beberapa do­ku­men serta surat-surat yang diduga berkaitan dengan kasus ini. Di­te­mukan pula beberapa dokumen yang dicari, tapi sudah dipin­dah­kan dari kantor pusat Ditjen Pajak ke kantor pajak Jakarta Barat. “Dokumen itu terkait pengadaan barang sistem informasi tersebut. Yang lain masih diinventarisir penyidik,” katanya.

Di Jalan Ketimun Nomor 115, Blok A, Perumahan Cinere Estate yang merupakan rumah Bahar, penyidik menyita sejumlah ba­rang seperti laptop, tiga flashdisk dan sejumlah buku tabungan. Namun, tersangka sedang tidak di rumahnya saat penggeledahan. Di rumah itu hanya ada beberapa pembantu dan tukang yang se­dang merenovasi rumah.

Menurut Noor, kedua ter­sang­ka diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Keppres Nomor 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. “Modusnya, sebagian ba­rang tidak sesuai dengan spek dan sebagian lagi fiktif.”

Ingatkan Jangan Hengky Pengky

Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menggeledah sejumlah tempat dan menahan dua tersangka ka­sus pengadaan sistem infor­masi manajemen Ditjen Pajak Ke­men­terian Keuangan.    

Namun, dia mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak berhenti pada dua tersangka itu, tapi mendalami kasus ini sam­pai tuntas dan menyeluruh. Me­nurut Basarah, Kejagung perlu mendalami, apakah ada keter­libatan pejabat Ditjen Pajak da­lam perkara tersebut.

Peran pi­hak swasta yang menjadi re­ka­nan Ditjen Pajak dalam penga­da­an itu pun, katanya, tidak bisa diabaikan begitu saja.

Jika berhenti pada dua ter­sang­ka itu, lanjut Basarah, patut dicurigai ada main mata dalam pe­nanganan kasus tersebut. Apa­lagi, menurut dia, awalnya pihak Ditjen Pajak tampak ku­rang kooperatif menghadapi para penyidik, sehingga Kejak­saan Agung mengambil langkah penggeledahan dan penyitaan di sejumlah tempat.

“Jika Ke­jagung menahan dua staf Ditjen Pajak itu saja, patut diduga telah terjadi kesepakatan untuk menghentikan penyidi­kan kasus korupsi ini hanya sampai pada level bawahan,” te­gasnya, kemarin.

Menurut Basarah, kasus ter­se­but seharusnya dapat diusut lebih cepat sampai ke tingkat pembuat kebijakan. Sebab, lan­jut dia, tidak mungkin kebija­kan pengadaan sistem infor­masi itu diputuskan pejabat setingkat staf. “Jika tidak ma­suk angin, m­ereka tentu bisa menuntaskan kasus ini secara utuh,” ujarnya.

Basarah mengingatkan, Ke­jak­saan Agung akan dicurigai ma­syarakat jika lamban me­nun­taskan kasus tersebut secara utuh. Ujung-ujungnya, Korps Adhyaksa akan dinilai belum berhasil melaksanakan refor­masi kinerja dan kultural untuk meningkatkan kredibilitas serta meraih kepercayaan publik.

“Jika ada indikasi hengky pengky dalam penanganan kasus ini, saya meminta KPK mengambil alih agar perkara tersebut agar dapat ditangani lebih profesional dan obyektif,” tegasnya.


Yang Bertele-tele Mesti Disingkirkan

Burhanuddin Abdullah, Ketum Laskar Anti-Korupsi Indonesia

Proses pengusutan kasus ko­rupsi di kejaksaan kerap dicap lamban dan tidak profesional. Hal itu pula yang menyebabkan masyarakat masih belum bisa percaya terhadap kinerja ke­jaksaan dalam mengusut kasus-kasus korupsi.

“Mengapa hadir KPK? Itu ka­rena lembaga penegak hu­kum lain seperti kejaksaan di­anggap tidak profesional dan lamban sekali,” ujar Ketua Umum LSM Laskar Anti Ko­rup­si Indonesia (LAKI) Bur­ha­nuddin Abdullah, kemarin.

Menurut Burhanuddin, da­lam momentum Hari Anti Ko­rupsi se-Dunia pada Desember ini, Kejaksaan Agung perlu mengevaluasi diri terkait kiner­janya selama ini.

“Kalau kin­e­r­janya tidak se­makin baik dari tahun ke tahun, masih me­nun­juk­kan cara-cara lama dan lam­ban, tentu masya­rakat sulit per­caya kepada ke­jaksaan,” ujarnya.

Lantaran itu, dalam pengu­su­tan dugaan korupsi di Ditjen Pajak kali ini, Burhanuddin ber­harap Kejaksaan Agung tidak suam-suam kuku alias sete­ngah-setengah. “Kinerja yang ber­tele-tele sehingga ter­kesan ada agenda terselubung, harus segera disingkirkan,” tandasnya.

Burhanuddin mengingatkan, pembenahan kejaksaan men­jadi sangat penting bila me­mang masih mau mem­per­ta­han­kan Korps Adhyaksa seba­gai lem­baga penegakan hukum.

“Paling perlu adalah ada­nya penyidik yang pro­fe­sio­nal dan memiliki komitmen kuat dalam memberantas ko­rupsi,” ujar dia.

Profesionalitas penyidik ke­jaksaan, lanjut Burhanuddin, juga perlu ditingkatkan mem­per­baiki kinerja Korps Ad­h­yak­­sa. “Jangan sampai pe­nyidik ti­dak tahu dasar hukum apa yang dibuat dalam me­na­ngani per­ka­ra. Jangan sampai pe­nyi­dik ter­kesan ogah-oga­han,” ujarnya.

Selain itu, Burhan setuju agar Ke­jaksaan Agung diberikan anggaran yang memadai dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. “Pemerintah juga harus diingatkan, anggaran yang memadai sangat diperlukan. KPK bisa maju dan berani tentu karena didukung dengan ang­garan yang memadai,” ucapnya.

Apabila hal itu telah dipe­nuhi, lanjutnya, maka kinerja Kejaksaan Agung mesti lebih bagus dari sekarang ini. “Jika semua itu sudah dipenuhi, tapi tetap lamban, serta banyak se­kali kasus menumpuk tanpa penyelesaian yang transparan, kita tentu tidak akan pernah percaya lagi kepada kejaksaan,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA