Demikian disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, kepada Rakyat Merdeka, Selasa (29/11).
“Saya setuju dengan ide Pak Mahfud agar dibuat kebun koÂruptor di samping kebun binatang di Ragunan. Ini demi efek jera,†tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KeÂtua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyusulkan agar dibuat kebun binatang untuk para koruptor. Sebab, hukuman yang diberikan kepada koruptor terlalu ringan, sehingga tidak menimÂbulÂkan efek jera. Bahkan, semakin hari koruptor semakin banyak. TiÂdak merasa malu menjadi koruptor.
Said Aqil Siradj selanjutnya mengatakan, ide yang dilontarÂkan Mahfud itu merupakan bentuk hukuman sosial kepada para koruptor. Itu bagus. MakaÂnya perlu segera direalisasikan.
“Kalau ada kebun koruptor kan rakyat bisa melihat siapa saja yang telah merampas uang rakyat,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana sikap NU terkait koruptor?
Saat PBNU menyelenggarakan Musyawarah Nasional tahun 2002 di Pondok Gede, Jakarta Timur, kami sudah mengeluarkan beberapa keputusan mengenai korupsi dan para koruptor.
Apa saja itu?
Pertama, kami mendukung agar koruptor dihukum mati. KeÂdua, para ulama, kiai NU dan tokoh-tokoh NU tidak boleh menÂÂsholatkan jenazah koruptor. Sikap kami sangat jelas kepada para koruptor, karena mereka memÂÂbangkrutkan negara.
Maksudnya semua koruptor dihukum mati?
Saya memandang koruptor itu ada dua jenis, yang merugikan negara dan yang membangkrutÂkan negara. Koruptor yang memÂbangkrutkan negara hukumannya tidak boleh kita tolerir. Misalnya orang yang korupsi ratusan miliar rupiah hingga nilainya triliunan rupiah. Itu kan masuk dalam kaÂtegori membangkrutkan negara. Itu harus dihukum seberat-beratnya.
Kategori merugikan negara seperti apa?
Misalnya kerugian negara Rp 1 miliar, itu kan merugikan neÂgara. Mereka itu dihukum biasa saja. Ini kan dorongan agar peÂnegak hukum seperti KPK bisa mengungkap kasus-kasus korupsi dengan nilai ratusan miliar hingga triliunan rupiah. KemuÂdian dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu dihukum mati.
Sekarang ini hukuman kepada koruptor kurang greget. Maling semangka bisa dihukum tiga bulan. Tapi koruptor yang mengÂkorupsi uang rakyat hingga triliuÂnan rupiah tenang-tenang saja. Ini masih sistem jahiliyah. Rakyat kecil dihukum maksimal, koÂruptor kakap dibiarkan saja.
Makanya sistem hukum kita harus diperbaiki. KPK, Polri, atau Kejaksaan Agung tidak akan berjalan maksimal apabila sistem hukumnya tidak baik. Sistem baik, lalu orangnya bermoral, pemberantasan korupsi akan berjalan.
Apa perlu berguru ke China dalam memberantas korupsi?
Saya juga heran, kenapa negara seperti China bisa menegakkan keadilan bagi pelaku korupsi.
Tapi negara kita tidak bisa. Apabila dibandingkan, mereka menganut sistem komunis. SeÂdangkan kita bangsa timur yang terkenal bermoral dan berbudaya religius. Tapi kenapa korupsi merajalela.
Anda meragukan aparat huÂkum dalam membongkar kaÂsus korupsi kakap?
Kasus korupsi kecil dituntasÂkan, itu bagus. Tindak saja seÂmua. Namun kenapa kasus ratuÂsan miliar dan triliunan rupiah tidak bisa ditangkap KPK.
Ungkap dong kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus Bank Century, dan kasus pengemplangan pajak. Itu kan contoh kasus yang memÂbangÂkrutkan negara.
Bagaimana tantangan ke depan?
Presiden harus membuktikan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di IndoÂnesia.
Kemudian para penegak huÂkum jangan mau diintervensi keÂpentingan politik. Biarkan huÂkum berjalan apa adanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: