WAWANCARA

Yusril Ihza Mahendra: Amir & Denny Digugat Kalau Somasi Dicuekin­

Sabtu, 05 November 2011, 08:46 WIB
Yusril Ihza Mahendra: Amir & Denny Digugat Kalau Somasi Dicuekin­
Yusril Ihza Mahendra
RMOL.Bekas Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra mengaku bukan membela koruptor atas sikapnya menentang kebijakan moratorium remisi untuk koruptor, teroris, dan narkoba.

“Saya bukan membela koruptor. Saya hanya membela orang-orang yang teraniaya. Nggak pe­duli mereka itu koruptor, teroris, atau PKI. Kalau hak-hak mereka di­ambil, ya saya akan bela,’’ tegas Yusril Ihza Mahendra kepada Rakyat Merdeka, Jumat (4/11).

Menurut bekas Mensesneg itu, inti persoalannya bukan masalah koruptor atau teroris. Tapi ke­ka­cauan cara berpikir Menkum­ham Amir Syamsuddin dan Wa­men­kumham Denny Indrayana.

“Mereka mencoba mencipta­kan diskriminasi, melanggar Undang-Undang dan membung­kusnya dengan nama keadilan untuk masyarakat,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bukankah koruptor dan te­roris pantas mendapat sanksi lebih berat?

Berat atau ringan hukuman seseorang tergantung jenis ke­jahatan yang dilakukan. Misal­nya, pelaku korupsi dihukum 10 tahun dan pencuri sepeda dihu­kum 1 bulan, adil kan.

 Namun, saat dibina di lembaga pemasyarakatan, perlakuan ter­hadap ke­duanya harus sama. Itu dijamin dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Kalau pe­merin­tah punya ide ten­tang sesuatu, misalnya peng­hapusan remisi koruptor, ya harus membuat atu­ran baru dong. Nggak bisa main tabrak aturan yang sudah ada.

Kebijakan ini bukan meng­hapus remisi dan bebas bersya­rat, tapi hanya diperketat, ha­rus memenuhi syarat-syarat?

Niat baik harus dilakukan de­ngan cara yang benar. Amir dan Denny kan bukan orang yang nggak mengerti hukum. Kenapa mereka melakukan tindakan yang terkesan seperti orang dungu. Me­reka mau melaksanakan apa yang ada di kepalanya. Semen­tara Undang-Undangnya belum ada, itu kan gila.

Terlebih Denny pernah menga­­ta­kan, hak-hak narapidana teroris harus dikurangi. Nggak benar cara berpikir itu. Remisi diberi­kan kepada seseorang ka­rena ke­lakuan baiknya setelah dibina. Kita tidak lagi mengenal sistem penjara kolonial Belanda.

Banyak tokoh mendukung ke­bijakan itu, kenapa Anda be­gitu getol menentangnya?

Kebijakan seperti itu sangat ber­bahaya bagi kelangsungan se­buah negara hukum. Contoh­nya, Koran Rakyat Merdeka di­beredel pemerintah. Kemudian Anda te­riak, kenapa koran kami dibere­del, pekerjaan kami dilin­dungi Undang-Undang Pers. Apa dasar hukum pemberedelan ini.

Kemudian pemerintah me­nga­­ta­kan, ini kebijakan. Nah rusak lah negara ini. Itulah ala­san kami akan mensomasi Men­kumham dan wakilnya. Kami ingin me­ne­gakkan negara hu­kum dan men­cegah aparat ne­gara ber­tindak se­wenang-we­nang di luar hukum.

Negara ini tidak boleh dijalan­kan sesuai selera Amir dan Denny. Tindakan mereka bisa membawa Indonesia dari negara hukum menjadi negara ke­kuasaan.

Selain itu, apalagi yang aneh bagi Anda?

Moratorium remisi untuk ko­ruptor dan teroris yang dikeluar­kan Menkumham tidak tepat. Ini mengindikasikan bahwa Men­kumham dan wakilnya, Denny Indrayana, tidak dapat membe­dakan antara proses peradilan dan pemidanaan.

Proses peradilan seorang ter­dakwa sampai menjadi narapi­dana dan pembinaan narapidana ada­lah dua hal yang berbeda. Tidak ada kaitan soal hak nara­pidana dengan pidana yang dila­ku­kan se­belumnya. Meskipun kedua­nya mempunyai kesi­nambungan.

Kapan somasinya dikirim­kan?

Saat ini, materinya masih kami buat. Mudah-mudahan bisa kami kirim besok.

Kalau mereka tidak meng­gubris?

Somasi itu kan bersifat teguran. Sebab, telah mengambil kebija­kan yang bersifat melawan hu­kum. Kalau hal itu tidak dicuekin, kami akan melakukan perlawa­nan dengan menggugat Amir Syamsuddin dan Denny Indra­yana ke pengadilan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA