WAWANCARA

Patrialis Akbar: Otak Nazaruddin Tidak Dicuci...

Jumat, 19 Agustus 2011, 06:55 WIB
Patrialis Akbar: Otak Nazaruddin Tidak Dicuci...
Patrialis Akbar
RMOL. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar memastikan, otak M Nazaruddin tidak dicuci saat berada di pesawat dari Kolombia ke Indonesia.

“Saya sudah tanyakan pada rom­bongan yang menjemput Nazaruddin. Hasilnya tidak ada proses cuci otak,” tegas Patrialis Akbar di acara peringatan hari kon­s­titusi, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, dugaan pen­cucian otak kepada Nazaruddin disampaikan OC Kaligis. Menu­rutnya, sudah pasti dicuci otak­nya. Sebab saat ini Nazaruddin ketakutan akan diracun, dan keta­kutan nasib anak dan istrinya.

Pengacara Nazaruddin itu me­ngeluhkan kebijakan KPK yang membatasi dirinya bertemu Nazaruddin. Padahal sesuai pasal 70 KUHAP, pengacara bisa bertemu kliennya setiap waktu.

Patrialis selanjutnya mengata­kan, sempat menyesalkan per­nya­taan beberapa pihak yang menyebutkan Nazaruddin dicuci otak di dalam pesawat. Untuk itu, seharusnya semua pihak ikut bersyukur Nazaruddin tertang­kap, dan membantu proses hu­kumnya berjalan dengan lancar.

“Terkadang beberapa kalangan dan pengamat bicaranya lepas tetapi tidak bersyukur atas ter­tangkapnya Nazaruddin,” tandas politisi PAN itu.

Berikut kutipan selengkapnya;

Beberapa kalangan meng­kri­tik pemulangan Nazaruddin ti­dak meng­gu­na­kan pesawat ko­­mersil?
Saya me­mak­lumi pendapat mereka. Mungkin mereka tidak tahu alasan kami menggunakan pesawat khu­sus. Apabila proses pemulangan Na­za­ruddin gagal atau terjadi se­suatu di tempat tran­­sit, maka berdam­pak politik le­bih besar lagi ketim­bang biaya yang kita keluar­kan untuk me­nyewa pesawat.

Kabarnya ka­sus Naza­rud­din akan di­be­lokkan?
Saya rasa hal itu tidak perlu dikomentari lebih jauh. Mubazir mengomentari sesuatu yang belum jelas. Intinya bagaimana kasus Nazaruddin mau diinter­vensi kalau proses hukumnya belum berjalan. Tidak mungkin ada intervensi dalam kasus ini.

O ya, bagaimana soal dua nama calon pimpinan KPK di­nilai bermasalah?
Pansel (Panitia Seleksi) bekerja secara komprehensif, karena kita melakukan tracking tidak hanya dari satu pihak saja, tetapi meli­batkan beberapa pihak agar tidak timbul fitnah terhadap seseorang.

Semua yang diindikasikan ber­masalah diklarifikasi kebenaran­nya, baik pada diri mereka sendiri saat wawancara terbuka dan juga melalui atasan di kantor yang ber­sangkutan serta dijawab secara resmi.

Untuk itu hasil yang dikeluar­kan Panitia Seleksi dapat diper­tanggungjawabkan. Jangan kita langsung mengumbar fitnah yang tidak jelas.

Tapi benar ada yang berma­sa­lah?
Saya tekankan, jangan percaya pada fitnah. Kita melakukan ini dengan penuh tanggung jawab. Di dalam Pansel bukan saya sen­diri, ada 12 anggota yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang terpercaya. Dan semua fitnah itu sudah kami klarifikasi bahwa semuanya clear.

Tapi itu hasil pemantauan dari LSM?
Kami melakukan tracking me­libatkan tiga komponen agar trans­paran, yaitu dari masyarakat, ga­bungan polisi, dan jaksa serta dari BIN (Badan Intelijen Negara).

Namun hasil tracking itu bukan untuk konsumsi pihak luar, namun apabila hasil itu bisa bocor dari orang yang melakukan trac­king, itu artinya dia tidak amanah.

Semua hasil tracking itu kita konfirmasi dan komunikasikan dengan tiga lembaga itu. Pansel tetap bertanggung jawab apa yang dijalankannya, dan orang yang ada di Pansel itu orang hebat semua, tidak mungkin bekerja dengan sembarangan.

Bagaimana wacana koruptor tidak diberikan remisi?
Itu kan baru wacana.  Masa kita melarang orang untuk berwa­cana. Namun tentunya harus dilihat kualifikasinya. Jangan semua koruptor disamakan.

Apabila dia dapat remisi ka­rena suda waktunya, ya dia harus dapat. Remisi itu hanya untuk men­dorong saja. Koruptor itu harus dilihat berapa uang negara yang diambilnya, apakah di atas Rp 1 miliar atau di bawah nilai itu.

Bukan berarti memaafkan ko­ruptor kan?
Bukan itu maksudnya, tetapi harus ada kualifikasi. Misalnya sekarang kalau korupsi di atas Rp 1 miliar, aturannya memang lebih kaku. Kita harus manusiawi. Masa korupsi Rp 25 juta dihukum mati. Kita jangan emosional dan harus kedepankan hati nurani. Namun kita akui sekarang ini yang menjadi kesulitan adalah mengejar para buronan.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA