Resmi, Bekas Kasat Renakta Polda Metro jadi Tersangka

Lanjutan Kasus Dugaan Penggelapan Aset PT SPI

Kamis, 11 Agustus 2011, 08:25 WIB
Resmi, Bekas Kasat Renakta Polda Metro jadi Tersangka
RMOL. Polda Metro Jaya kemarin menetapkan satu tersangka lagi dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan aset PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI). Ironisnya, tersangka baru itu adalah bekas Kepala Satuan Reserse Anak dan Wanita (Kasat-Renakta) Polda Metro Jaya AKBP Achmad Rivai.

Direktur Reserse Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Gatot Edy menyatakan, Rivai menjadi tersangka lantaran diduga menyelewengkan pe­nyi­dikan kasus yang ditanganinya. Gatot mengemukakan, penetapan status tersangka terhadap bekas Ka­polsek Tanah Abang, Jakarta Pusat itu didasari hasil peme­riksaan intensif.

Dalam pemeriksaan pada Se­lasa (9/8), penyidik menemukan bukti adanya dugaan penye­le­we­ngan. Bukti yang dimaksud ada­lah penerimaan uang Rp 200 juta. Uang tersebut diduga diberikan debitur PT Sarana Perdana In­dog­lobal (SPI) pada 2006. “Setelah pemeriksaan kemarin, sudah ter­sangka,” ujar Gatot Edy. “Dia me­nerima suap,” lanjutnya.

Kepala Bidang Humas (Kabid­humas) Polda Metro Jaya Kom­bes Baharuddin Jafar memas­tikan, Propam telah memeriksa Rivai. Sampai kemarin, Propam masih mendalami pelanggaran yang diduga dilakukan Rivai. “Propam masih menelusuri pelanggaran disiplin atau pidana dalam kasus itu,” katanya.

Menurutnya, kepolisian hingga kini masih berupaya keras membuktikan pelanggaran yang dilakukan Rivai, termasuk pihak lain yang terkait perkara ini.

Baharuddin menyatakan, ben­tuk kesalahan dan sanksi yang akan dijatuhkan pada bekas Kasat Resmob Polda Metro Jaya ter­sebut masih didalami kepolisian. Sejauh ini, katanya, Rivai belum ditahan karena sakit. “Dia belum di­tahan karena sa­kit seusai menjalani pem­­eriksaan,” ujarnya.

Baharudin yang dimintai kla­rifikasi kapan Rivai akan di­aju­kan  ke sidang kode etik, me­nga­ku belum bisa memastikan hal ter­sebut. Menurutnya, sidang kode etik akan digelar setelah ka­sus Rivai ini mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap. Bila dijatuhi hukuman di atas tiga bulan penjara dalam sidang pi­dana umum, katanya, maka Rivai terancam dipecat dari institusi Polri.

Sumber di ling­kungan ke­po­li­sian men­je­las­kan, du­ga­an pe­ne­ri­ma­an suap terjadi manakala Ri­vai menangani ka­sus pailit PT SPI. Pada pe­nanganan ka­sus itu, sak­si-saksi dan terdakwa kasus tersebut mengaku sempat memberi uang pada Rivai. Ge­lon­toran uang pada Rivai, jelas sum­ber tersebut, dilakukan dua kali.

Pertama, diberikan lewat tran­saksi rekening alias transfer se­be­sar Rp 200 juta. Yang kedua, tambahnya, diberikan secara cash alias tunai. Jumlah uang yang diberikan lewat tunai Rp 300 juta. “Jumlah keseluruhannya Rp 500 juta,” tandasnya.

Uang tersebut, diduga dib­e­ri­kan dengan tujuan memenangkan perkara PT SPI yang ditangani kepolisian dari gugatan klien perusahaan investasi tersebut.

Kasus itu telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta. Dalam putusannya, pengadilan me­nya­ta­kan PT SPI pailit dan harus mengembalikan uang maupun aset nasabahnya.

Menurut Baharuddin, ter­se­ret­nya Rivai dalam kasus ini dipicu pernyataan tersangka Sondang, pengacara debitur SPI yang me­nyebut-nyebut Rivai menerima uang dari hasil penjualan aset SPI berupa hotel di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Sondang telah ditetapkan se­bagai tersangka dan ditahan atas dugaan menggelapkan hasil pen­jualan aset SPI yang seharusnya diserahkan pada debitur SPI. Se­lain Sondang, polisi juga me­na­han dua kurator SPI, yakni Ge­wang dan Deny.

Mewanti-wanti Dan Menghargai Langkah Polda
Neta S Pane, Ketua LSM IPW

Dugaan penyelewengan penanganan perkara oleh polisi mem­buat sejumlah kalangan miris. Ketua Presidium LSM Indone­sia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, langkah penyidik menerima suap harus dibukti­kan secara profesional.

“Jangan sampai pembuktian yang dilakukan kepoli­si­an merugikan institusi. Hal ini harus dibuktikan secara ekstra hati-hati,” ujar Neta, kemarin.

Selain prinsip kehati-hatian dalam mengungkap masalah ini, lanjutnya, keberanian Polda Metro Jaya menetapkan ang­go­ta kepolisian sebagai tersangka kasus dugaan suap juga mesti mendapat apresiasi.

“Ini jadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Apalagi pe­ne­tapan status tersangka diambil oleh pejabat Direskrimsus baru Polda Metro Jaya serta Kapolda yang nota bene baru,” tandasnya.

Keberanian menetapkan status tersangka tersebut, harus dikawal. Artinya, jelas dia, jika kepolisian ingin mendapatkan simpati masyarakat, sudah se­la­yaknya kepolisian tidak me­nutup-nutupi perilaku ang­go­ta­nya yang buruk.

“Kalau ada anggota yang menyimpang dan terbukti ber­salah, tindak tegas dan umum­kan kepada publik. Agar ma­sya­rakat tahu bahwa kepolisian punya komitmen mereformasi dirinya,” tegasnya.

Sebaliknya, jika memang ada anggota kepolisian yang ber­pres­tasi, maka sudah selayak­nya anggota tersebut mendapat penghargaan. Dia meminta agar punish and reward di kepolisian menjadi lebih terbuka atau trans­paran. “Dengan begitu, tidak ada lagi pilih bulu,” ujarnya.

Berharap Tak Ada Perang Terbuka Antar Angkatan
M Taslim, Anggota Komisi III DPR  

Upaya menetapkan status tersangka pada penyidik ke­po­lisian hendaknya tidak menjadi arena “perang terbuka” antar anggota kepolisian. Hal ini men­cuat, mengingat solidaritas antar sesama angkatan di kepolisian sangat tinggi.

“Saya yakin, solidaritas antar sesama angkatan tidak dituju­kan untuk mengintervensi penanganan kasus. Artinya, ada proporsionalitas dan sikap pro­fesionalisme di situ,” ujar ang­gota Komisi III DPR M Taslim, kemarin.

Politisi PAN ini menyatakan, jika ada kolega yang terbukti bersalah, maka personel lain dan korps dengan sendirinya akan menjunjung tinggi langkah penegakan hukum. Apalagi, tambahnya, polisi sebagai apa­rat penegak hukum wajib me­nunjukkan pro­fesi­o­na­lismenya kepada masyarakat.

“Saya tidak ingin ada per­pe­ca­han di institusi Polri hanya ka­rena ada anggotanya yang terbukti bersalah. Kepentingan menjaga soliditas dan masa depan korps itu hal utama,” tegasnya.

Dengan argumen tersebut, ia meminta agar seluruh tindakan anggota kepolisian menanggapi hal ini terukur dan bisa diper­tang­gungjawabkan. Ia mengi­ngat­kan, penetapan status ter­sangka terhadap penyidik ke­polisian menunjukkan masih adanya kelemahan di situ.

Oleh karenanya, upaya-upaya perbaikan yang dicanangkan dan didengungkan pimpinan Polri selama ini harus mendapat pengawasan pihak luar. “Kita di DPR, media dan masyarakat se­muanya memantau pelaksanaan tugas kepolisian demi me­nga­wal proses penegakan hukum di Tanah Air,” tuturnya.

Ia berpesan, setinggi apapun pangkat anggota kepolisian, bisa jadi tidak luput dari kesa­lahan. Lagi-lagi politisi asal Sumbar ini menekankan, bel­a­jar dari kasus ini seyog­ya­nya pe­nyidik kepolisian lebih me­ningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menangani per­kara.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA