Aroma Permainan Pajak 1,6 Triliun Terendus KPK

Kasus Mafia Pajak Belum Tuntas

Minggu, 17 Juli 2011, 09:05 WIB
Aroma Permainan Pajak 1,6 Triliun Terendus KPK
RMOL. KPK membidik dugaan manipulasi pajak triliunan rupiah. Setelah mempelajari dokumen pajak perusahaan asing yang sebelumnya ditelaah tim gabungan Polri, Kejaksaan Agung, Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan, KPK meminta Ditjen Pajak menagih setoran pajak yang tersendat.

Usaha mengejar setoran pajak yang macet tersebut di­ke­mu­ka­kan Wakil Ketua KPK Haryono Umar. Saat dikonfirmasi,  dia me­nyatakan, pihaknya telah me­minta Ditjen Pajak menagih utang pajak perusahaan asing ter­sebut. Tapi, saat diminta men­je­laskan identitas perusahaan asing tersebut, Haryono ogah men­jabar­kannya.

“Ada 14 perusahaan asing yang tidak pernah bayar pajak. Ada beberapa perusahaan yang tidak membayar pajak sejak lima kali menteri keuangan ber­ganti. Kami sudah minta Ditjen Pajak mena­gih pajak mereka,” ujarnya.

Informasi mengenai pajak ma­cet itu, menurutnya, diperoleh KPK setelah berkoordinasi de­ngan Badan Pengatur Hulu (BP) Migas. Dari koordinasi tersebut, sambungnya, diperoleh indikasi kerugian negara yang diti­m­bul­kan akibat tidak dibayarnya pa­jak oleh perusahaan asing se­besar Rp 1,6 triliun. Dia me­nilai, angka ter­sebut masih relatif kecil.

Ke­mungkinan, menurutnya, ang­ka­nya bisa lebih besar dari Rp 1,6 triliun. “Karena baru BP Mi­gas yang melakukan pen­da­taan, belum Ditjen Pajak atau KPK yang melakukan pen­d­a­ta­an,” tandasnya.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo menam­bahkan, KPK belum merinci ke­seluruhan tagihan pajak yang diduga belum masuk ke kas ne­ga­ra. Meskipun nanti KPK telah mengantongi rinciannya, lanjut dia, penagihan kewajiban pajak ke­pada 14 perusahaan asing itu merupakan kewenangan Ditjen Pa­jak. Nanti setelah proses pena­gihan dilakukan serta tidak ada respon positif dari perusahaan-perusahaan asing itu, KPK akan menentukan langkah selanjutnya.

Menjawab pertanyaan kenapa muncul perkara pajak ini, Har­yo­no mengemukakan, perusahaan asing itu tidak membayar pajak ka­rena selama ini beranggapan ma­sih ada perbedaan pendapat de­ngan pemerintah soal peng­hi­tungan pajak. Ia tak menyangkal jika persoalan ini semestinya di­tangani Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak.

Ia menilai, jika persoalan sepu­tar ini tak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin pemerintah me­ngalami kerugian besar. Har­yono pun khawatir, persoalan ini terjadi akibat adanya permainan dan penyelewengan yang dila­ku­kan oknum-oknum pe­nye­leng­gara negara.

“Sejauh ini memang be­lum ada bukti-bukti yang me­ngarah ke sana. KPK akan menelusuri du­gaan penyimpangan oleh aparat penyelenggara negara dalam perkara pajak ini,” tandasnya.

Johan menambahkan, KPK se­lain menelisik dugaan pengem­pla­ngan pajak oleh perusahaan asing tersebut, juga mengusut du­gaan keterlibatan oknum pe­nye­lenggara negara, dalam hal ini oknum pegawai pajak.

“Per­so­a­lan mafia pajak kan belum tuntas. Kemungkinan perusahaan-per­u­sahaan tersebut ada kaitannya,” tandas dia.

Sementara itu, Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar me­ngaku belum menerima infor­masi mengenai data perusahaan-perusahaan asing yang me­nung­gak pajak itu terkait dengan Ga­yus. Tapi pada prinsipnya, me­nu­rut dia, kepolisian masih me­nye­lidiki dugaan keterlibatan pe­nyim­pangan oleh wajib pajak mau­pun kolega Gayus dalam per­kara tindak pidana.  

Menurut Boy, data yang dite­laah kepolisian menyangkut do­kumen wajib pajak sebagian su­dah diselesaikan pihaknya. “Se­bagian sudah ada yang dikem­balikan ke Ditjen Pajak karena dinilai tidak terindikasi tindak pidana,” katanya.

Dia menggarisbawahi, peni­laian tidak terindikasi melanggar hukum pidana bukan berarti tidak melanggar undang-undang per­pa­jakan. “Kalau ada indikasi pe­langgaran pajak, tentu dise­le­sai­kan Ditjen Pajak melalui peradi­lan pajak. Itu wilayahnya Ditjen Pajak,” katanya.

Sementara itu, Kepala Humas dan Hubungan Kelembagaan BP Migas Elan Biantoro menya­takan, BP Migas sejauh ini tidak bisa menindak pelanggran pajak yang di­lakukan perusahaan migas se­laku wajib pajak.

Artinya, pe­lak­sa­naan penagi­han pajak mau­pun sanksi atas perkara pe­lang­garan pajak peru­sa­haan migas tersebut menjadi otoritas Ditjen Pajak.

“Mereka yang menentukan sanksi atas pelanggaran pajak ter­sebut. Pada prinsipnya, kami men­dorong Ditjen Pajak segera mengambil langkah untuk me­nertibkan pajak perusahaan-perusahaan asing tersebut,” tegasnya.

Trauma Masyarakat Belum Terobati    
Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum

Tunggakan pajak 14 pe­rusahaan migas asing menjadi catatan penting dalam upaya menertibkan penerimaan kas negara. Jika tunggakan pajak tri­liunan rupiah itu tidak bisa di­t­­untaskan secara cepat, dia kha­watir hal ini akan memicu ke­engganan masyarakat untuk mem­bayar pajak.

“Pendapatan negara terbesar berasal dari pajak. Kalau pajak diselewengkan, maka akan mem­pengaruhi kondisi pereko­no­mian bangsa secara nasio­nal,” ujarnya.

Lantaran itu, dia me­nya­yang­kan jika dugaan tunggakan pa­jak mencapai triliunan rupiah ini dibiarkan berlarut-larut. Se­mestinya, ucap staf pengajar Fa­kultas Ilmu Kepolisian Uni­versitas Indonesia ini, pe­me­rin­tah dalam hal ini Ditjen Pajak ber­sikap tegas.

“Jangan ada pengecualian terhadap para wajib pajak kare­na hal ini bisa berdampak sa­ngat buruk. Masyarakat bisa an­tipati dan malas membayar pajak,” tandasnya.

Lepas dari hal tersebut, alasan masih adanya perbedaan peng­hitungan pajak antara peru­sa­haan asing dengan pemerintah, semestinya diselesaikan lewat mekanisme yang sudah ada. Se­jauh ini, Bambang belum me­lihat transparansi menyangkut penyelesaian persoalan pajak dari perusahaan-perusahaan asing tersebut.

Tertutupnya akses informasi me­ngenai kewajiban pajak pe­rusahaan-perusahaan asing ter­sebut, menurutnya, akan me­mi­cu asumsi selama ini ada tin­da­kan menyimpang aparat dan pejabat pajak.

“Kita masih trau­ma dengan kasus Gayus. Apalagi, kasus itu tak  kunjung tuntas. Istilahnya, trauma masyarakat terhadap keseriusan aparat pajak dan penegak hukum masih belum terobati,”  tuturnya.

Untuk itu, ia meminta agar upa­ya Ditjen Pajak menagih tunggakan pajak perusahaan asing diawasi KPK maupun instansi terkait lainnya. Hal ini agar martabat bangsa tidak se­enaknya diinjak-injak para pe­ngusaha asing yang selama ini enak-enakan mengemplang pajak.

Masuk Kategori Penjajahan Ekonomi
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Belum tertibnya setoran pa­jak perusahaan asing, menurut anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Suding, bisa dik­a­te­go­ri­kan sebagai bentuk penjaja­han ekonomi. Sebagai negara yang memiliki kedaulatan dan harga diri, sudah selayaknya pe­merintah mengambil langkah tegas dan konkret.

“Kalau mereka tidak mau me­matuhi aturan, kita harus be­rani mengambil langkah te­gas. Usir saja mereka dari Ta­nah Air,” tandas anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini.

Menurutnya, penya­la­h­gu­na­an setoran pajak oleh peru­sa­ha­an asing tersebut sama sekali tidak boleh ditolerir. Soalnya, keuntungan atas investasi yang dikelola mereka di Indonesia sudah sangat besar.

“Kenapa me­reka ogah mem­bayar kompensasi pajak itu? Ini kan hal yang aneh. Jangan-jangan mereka sengaja me­man­faatkan celah untuk meng­hindari kewajiban membayar pajak,” curiganya.

Syarifuddin menduga, alasan ma­sih ada beda penghitungan pa­jak versi pemerintah dengan perusahaan asing itu, jangan-ja­ngan hanya dijadikan dalih atau senjata untuk menghindari tang­gung jawab pajak mereka. Soal­nya, tandas dia, modus ope­randi se­perti itu sudah seringkali terjadi.

Artinya, menurut Syarifud­din, sebelum masa konsesi mi­gas habis atau masa eksplorasi se­lesai, pemerintah diminta me­ngambil langkah preventif un­tuk menghindari kaburnya perusaha­an asing tersebut dari Indonesia.

“Selesaikan dulu kewajiban pajaknya, baru bisa meng­eks­plo­­rasi atau berproduksi. Atau setidaknya berikan tekanan agar mereka mau membayar utang pajak itu. Saya yakin, apa yang me­­reka dapat lebih besar diban­ding nilai pajak yang se­h­aru­s­nya mereka bayarkan,” tegasnya

Regulasi atau aturan main yang tegas, ingat Syarifuddin, tentu akan sangat menentukan kesinambungan pajak dari perusahaan asing yang selama ini nekat memanipulasi maupun mengemplang pajak.  [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA