Mengapa Standing Applause untuk SBY di Swiss adalah Sebuah Ironi?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 15 Juni 2011, 11:28 WIB
Mengapa <i>Standing Applause</i> untuk SBY di Swiss adalah Sebuah Ironi?
presiden sby/ist
RMOL. Presiden Yudhoyono menyanjung buruh migran di Indonesia saat berpidato dalam Konferensi Buruh Internasional (ILO) ke-100 kemarin di Palais des Nations, Jenewa, Swiss.

Pidato SBY yang berjudul "Forging a New Global Employment Framework  for Social Justice and Equality" diberitakan mendapat standing applause dari peserta yang hadir, tidak terkecuali Dirjen ILO Juan Somavia dan Presiden Konferensi Buruh Internasional ke-100 Robert Nkili.

Pidato SBY itu sedikit membesarkan hati para pelaku dan aktivis buruh migran di dalam negeri yang selama ini masih berjuang keras melewati marginalisasi negara. Paling tidak pada kesempatan tersebut, SBY untuk kesekian kalinya menyanjung buruh migran Indonesia sebagai pahlawan devisa (economies heroes). Tapi, pidato indah itu tentu saja tidak cukup. Situasi yang terbalik justru terjadi di dalam negeri.

"Kami mau mengingatkan presiden SBY pada tugas utamanya, untuk bekerja dengan sungguh-sungguh memberikan perlindungan bagi buruh migran Indonesia. Tidak sekedar bersilat lidah dan membangun citra positif di panggung internasional. Mari kita lihat apa yang sedang terjadi di dalam negeri terkait dengan nasib buruh (migran), di saat SBY sumringah mendapat applause," kata Direktur Eksekutif Migran Institute, Adi Candra Utama, dalam pernyataannya kepada Rakyat Merdeka Online, Rabu (15/6).

Buktinya, pemerintah sampai hari ini belum meratifikasi konvensi ILO terkait buruh migran yaitu Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families) tahun 1990. Selain itu, pembahasan revisi UU 39/2004 tentang PPTKLN yang diharapkan memberikan porsi besar atas perlindungan buruh migran belum ada kemajuan berarti.

"Pembahasan RUU PRT yang diharapkan akan menjadi payung hukum bagi buruh migran Indonesia juga masih tersendat," imbuhnya.
   
Sementara, tambahnya, pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mendekati masa injury time dan menjadi pertaruhan komitmen pemerintah atas komitmennya melaksanakan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.

"Untuk itu, kami menuntut SBY untuk segera pulang ke Tanah Air dan membuktikan komitmennya di Jenewa dengan bekerja lebih serius merampungkan ke-empat pekerjaan rumah tersebut di atas. Sebagaimana yang SBY sendiri sampaikan pada poin keenam pidatonya 'Sixth, many countries have ratified ILO conventions, but what is urgent now is the faithful implementation of these conventions'. Kami tunggu kerja nyatanya di Jakarta, lebih dari sekedar basa-basi pencitraan politik," tegas Adi.[ald] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA