Roy Suryo: Saatnya Polisi Tertibkan Simbol Negara Di Mobil

Sabtu, 21 Mei 2011, 00:41 WIB
Roy Suryo: Saatnya Polisi Tertibkan Simbol Negara Di Mobil
Roy Suryo
RMOL.Anggota Komisi I DPR, Roy Suryo meyakini pengendara Nissan Frontier double cabin yang menyerempetnya di kawasan SCBD, Senayan, bukan seorang supir atau pegawai PT Putri Salju Satria.  

“Kalau yang membawa (mobil) itu pegawai atau supir, saya tidak percaya. Kalau seorang pegawai, saya yakin tidak akan bersikap seperti itu. Penampilannya tidak terlihat seperti pegawai. Dia me­makai batik mahal dan me­motret mobil saya dengan Black Berry,” ujar Roy kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, penyerem­pet mobil Toyota Camry yang di­ken­darai Roy Suryo menggu­nakan logo TNI AL bintang dua. Namun setelah ditelusuri, mobil Nissan Frontier double cabin itu tidak me­miliki keterkaitan dengan TNI AL.

Mobil mewah berplat B 9344 PBA itu diketahui atas nama PT Putri Salju Satria yang beralamat di Jl KH Mas Mansyur 121 RT 13/11, Jakarta Pusat. Saat disam­bangi Kanit Laka Polda Metro Jaya, AKP Yassir Muchtar, PT Putri Salju Satria membenarkan, mobil Nissan Frontier double cabin hitam memang kendaraan mereka.

Namun, Yassir belum mengeta­hui nama pelaku yang menye­rem­pet mobil Roy Suryo. “Tadi kami sudah menanyakan, namun mereka belum bisa memberikan konfirmasi. Karena, mereka mau mengecek lagi apa (saat kejadian, red) mobil tersebut dipakai pe­gawai atau pihak lain,” tuturnya.

 Roy Suryo selanjutnya me­ngata­kan, PT Putri Salju Satria ber­sikap kooperatif dengan ke­polisian. Perusahaan tersebut harus dapat menghadirkan orang yang membawa mobil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Sebenarnya, saya tidak mem­permasalahkan kerusakan mobil. Namun, sikap dia yang sangat orogan, tidak bertanggung jawab dan telah mencemarkan insti­tusi,” tegas ahli telematika itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bagaimana peristiwa penye­rem­petan terhadap mobil Anda terjadi?

Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu, saya sedang mengendarai mobil, di ka­wasan SCBD, Senayan. Karena ingin berbelok ke arah Jl Gatot Subroto, saya mengendarai mobil di sebelah kanan dengan kecepa­tan lambat. Tiba-tiba dari sebelah kiri saya, melin­tas Nissan Fron­tier double ca­bin warna hitam dengan ke­ce­patan tinggi dan menyerempet saya.

Karena terli­hat mau mela­ri­kan diri, saya menekan klak­son agar dia ber­henti. Ke­mu­dian, dia ber­­henti dan keluar dari mobilnya. Saat keluar, sepertinya dia lang­sung menge­tahui siapa saya. Terus dia lang­sung nyebut nama saya, hai Roy Suryo.

Namun, bukannya meminta maaf tapi langsung mengambil telepon dan menelepon seseo­rang. Dia bilang, “Beh, Babeh ini saya ada kasus sama Roy Suryo. Siapin orang-orang, saya lang­sung ke Widia Chandra. Siap, siap, siap.”

Lalu saya bilang, Mas ngapain Anda begitu. Mari kita selesaikan masalah ini dengan baik saja di kantor polisi. Jaraknya kan sudah dekat. Namun, dia justru menja­wab, “nggak ada polisi-polisian. Kamu nggak tahu siapa ayah saya. Ikut saya saja ke (komplek) Widya Chandra biar kamu tahu siapa ayah saya.”

Apakah Anda mengikutinya ke komplek Widya Chandra?

Setelah tiga menit kami ber­bicara di pinggir jalan, para pe­nge­mudi yang lain mulai berte­riak, “sudah bawa saja ke kantor polisi, jangan membuat macet di sini.” Melihat kondisi itu pun saya berusaha mengajaknya ke Polda Metro Jaya agar tidak mem­­­buat kemacetan.

Awalnya, kami jalan beriringan menuju Polda Metro Jaya. Na­mun, mendekati Polda Metro, dia membelokkan mobilnya ke arah Widya Chandra. Karena tidak ingin membuat kega­duhan di tempat lain, saya tetap melapor ke Polda Metro. Sampai saat ini, SIM dan STNK saya pun masih ditahan.

Selain melapor ke Polda Me­tro Jaya, ka­barnya Anda mela­ku­kan kontak dengan beberapa pejabat TNI AL terkait insiden ter­sebut?

Betul. Saya memang melepon dua pejabat TNI AL. Itu saya laku­kan setelah melapor ke Polda Metro. Saya menelpon mereka, karena ingin memastikan apakah benar ada pejabat TNI AL yang memiliki PT Putri Salju Satria. Mereka menjawab, tidak menge­tahui tentang perusahaan itu dan siapa pemiliknya.

Setelah saya sampaikan hal itu, mereka bilang kalau itu adalah mobil kantor (swasta) berarti ti­dak boleh menggunakan logo TNI AL. Polda harus menarik mobil tersebut, karena sudah me­nyalahi aturan. Mobil kantor (swasta) kok pake logo TNI. Mereka berharap, polisi bisa me­nertibkan penggunaan logo lem­baga negara di kendaraan.

Bagaimana kalau yang meng­gunakan mobil itu tidak ada kaitannya dengan logo yang di­tempel di mobilnya?

Penggunaan logo lembaga negara di setiap kendaraan kan ada atu­rannya. Tidak bisa sem­ba­rang orang menggunakannya. Bagi mereka yang tidak berwe­nang menggunakan logo, ya harus kena sanksi. Pejabat saja tidak boleh asal pakai. Saya kira ini saat­nya polisi tertibkan simbol negara di mobil. Jangan semba­rangan memakainya dong.

Berdasarkan keterangan PT Putri Salju Satria, mereka be­lum mengatui supir yang me­ngen­darai mobil tersebut, ba­gai­mana kalau disodorkan orang yang berbeda?

Saya nggak terima dong. Saya mengetahui dan menghafal wajah pengemudi yang menyerempet mobil saya. Ini kan masalah per­tanggungjawaban, bukan sekadar ganti rugi. Kalau saja saat itu dia tidak bersikap arogan dan me­minta maaf kepada saya, mung­kin tidak saya persoalkan. Prila­kunya yang arogan dan merusak simbol negara yang membuat saya geram.

Kalau mereka menginginkan jalur damai?

Saya ingin persoalan ini dipro­ses berdasarkan aturan yang ada dan­ berlaku. Setelah saya mela­por ke polisi dan mereka meme­riksa data kendaraan tersebut, ter­nyata kendaraan itu tidak mem­­bayar kir. Apakah sikap arogan seperti ini dapat kita biarkan, mentang men­tang me­ma­jang lam­bang bintang dua di plat mobil terus dapat bersikap semena-mena. Nggak bisa gitu dong. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA