KY telah memanggil tim pengaÂcara Antasari, Maqdir Ismail untuk menggali informasi dugaan pelanggaran tersebut. Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar memÂbeÂnarkan pemanggilan tersebut. “TaÂdi, yang datang itu Maqdir IsÂmail bersama dua pengacara lainÂnya,†katanya, kemarin.
Menurutnya, KY mendapat bukti indikasi pelanggaran proÂfeÂsionalisme majelis hakim perkara AnÂtasari dari tingkat pertama samÂpai kasasi. Bukti itu ialah peÂngÂabaian keterangan ahli balistik dan forensik, serta baju korban yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. “Itu yang kaÂmi anggap janggal, sehingga kaÂmi menilai ada pelanggaran proÂfesionalisme,†tandas bekas Direktur LSM Indonesian Legal Roundtable (ILR) ini.
Asep menambahkan, pemerikÂsaÂan yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB itu, dilakukan tiga orang yang tergabung dalam tim paÂnel perkara Antasari. “Tim paÂnel terdiri dari Suparman MarÂzuÂki, Taufiqurrahman Syahuri dan Jaja Ahmad Jayus. Sekitar dua jam mereka menggali informasi dari Maqdir,†katanya.
Pasca menghadirkan Maqdir, lanjut dia, KY berencana meÂmangÂÂgil saksi ahli forensik dan ahli balistik pada minggu depan. “KaÂrena hakim diduga mengÂabaiÂkan temuan ahli forensik dan balistik,†ucapnya.
Namun, Herri Swantoro, KeÂtua Majelis Hakim kasus Antasari di pengadilan tingkat pertama, engÂgan berkomentar mengenai langÂkah KY tersebut. “No comÂment,†kata Herri seusai meÂmimÂpin sidang kasus Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin.
Herri pun hanya tersenyum keÂtika ditanya mengenai keÂsiapÂannya dipanggil Komisi Yudisial. DiÂkawal polisi, dia terus berjalan meÂnuju ruang kerjanya di lantai dua PN Jakarta Selatan.
Berbeda dengan Herri yang tak banyak bicara, pengacara AntaÂsaÂri Azhar, Maqdir Ismail menilai haÂkim tidak profesional dalam meÂnangani kasus ini. “Seperti yang dikatakan pihak MA, puÂtusan itu sepenuhnya keweÂnangÂan hakim. Itu betul. Tapi, karena haÂkim menggunakan keweÂnangÂannya tak sesuai fakta, maka tidak profesional,†tandasnya.
Berdasarkan catatan tim peÂngaÂcara, terdapat tujuh fakta perÂsiÂdangan yang tidak diperhatikan hakim. Padahal, lanjut Maqdir, fakta ini berkaitan langsung deÂngan inti perkara yang bisa meÂngaÂrah kepada pembunuh NasÂruÂdin. Pertama, SMS ancaman dari Antasari terhadap Nasrudin yang dijadikan bahan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam persidangan, menurut MaqÂdir, SMS tersebut bukan berÂasal dari ponsel Antasari berÂdaÂsarkan keterangan saksi ahli tekÂnoÂlogi. “Tapi, hakim mengÂabaiÂkan dan tetap menggunakan keterangan saksi yang mengaku pernah melihat SMS ancaman tersebut,†tandasnya.
Kedua, keterangan saksi ahli senjata Roy Haryanto yang atlet temÂbak dan pernah sekolah khuÂsus senjata di Colorado, Amerika Serikat. Menurut Maqdir, saksi meÂngatakan, senjata yang dijaÂdikan barang bukti kasus itu rusak dan macet, sehingga jika diguÂnaÂkan untuk menembak, tidak akan mengenai sasaran.
Ketiga, sambung Maqdir, Roy meÂngatakan bahwa untuk meÂlaÂkuÂkan penembakan dengan taÂngan satu dan sambil berjalan, dibutuhkan petembak profesional yang sudah belajar menembak dengan ribuan peluru. Sedangkan peÂnembak Nasrudin yang seÂkarang ini dihukum, masih amatir dan hanya belajar satu dua kali menembak. “Jadi, tidak mungkin mereka melakukan penembakan itu,†tandas Maqdir.
Keempat, menurut Maqdir, ahli forensik Rumah Sakit Cipto MaÂngunkusumo Mun’im Idris meÂnyatakan, mayat Nasrudin suÂdah dimanipulasi dan peluru yang ditemukan berkaliber 9 mm.
Sedangkan Nasrudin dianggap meninggal setelah ditembak mengÂÂgunakan pistol jenis reÂvolÂver kaliber 3,8 mm.
Kelima, tim pengacara sempat meminta baju korban dihadirkan dalam persidangan, tapi sampai akhir tidak dibawa ke pengadilan.
Menurutnya, baju korban perlu diteliti untuk membuktikan, apaÂkah penembakan dilakukan dari jarak jauh, dekat atau melalui pengÂhalang. Dalam kasus ini, korban didalilkan jaksa ditembak dari luar menembus kaca mobil yang ditumpanginya.
Namun, pengacara Antasari berÂasumsi, penembakan berasal dari dalam mobil sendiri, seÂhingÂga mesiu pasti melekat di baju tersebut. “Untuk membukÂtiÂkanÂnya, baju itu sudah hilang. Itu yang kami sesalkan,†ucapnya.
Keenam, hal ganjil dalam persidangan terdakwa Sigit HarÂyo Wibisono. Menurut MaqÂdir, hal ganjil itu adalah Sigit meÂreÂkam pembicaraannya dengan AnÂtasari. Pengacara memperÂtanÂyaÂkan motif Sigit, karena dari reÂkaman itu terkesan dia aktif berÂbicara mengenai rencana pemÂbunuhan, seakan-akan berupaya menjebak Antasari.
Ketujuh, Rani Juliani yang meÂnurut Maqdir sengaja diÂpaÂsang Nasrudin sebagai umpan menÂjebak Antasari di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan. Sebab, saat itu Rani masuk ke kaÂmar Antasari seraya membawa reÂkaman dan ponsel yang terÂhuÂbung ke ponsel Nasrudin. “SeÂbetulÂnya Rani bisa mengungkap siapa dalang semua ini,†tandas Maqdir.
Berharap KY Bergerak CepatRindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono meminta KoÂmisi Yudisial (KY) memÂperÂcepat pengumpulan bukti-bukti dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim kasus pemÂbunuhan Nasrudin Zulkarnaen, dengan terpidana Antasari Azhar.
Menurut Rindoko, meninÂdakÂlanjuti suatu dugaan itu lebih baik ketimbang KY diam di tempat. “Di tengah kondisi peradilan kita yang masih carut marut, sangat perlu lembaga ad hoc melakukan gebrakan-gebÂrakan yang sifatnya ingin meningkatkan kinerja mereka,†katanya.
Dia menambahkan, jika terÂbukti ada pelanggaran, hakim yang bersangkutan bisa dipecat. “KY bisa merekomendasikan keÂpada Mahkamah Agung untuk memberhentikan mereka dengan tidak hormat. Saya rasa ini hukuman yang pas untuk memunculkan efek jera, jika memang terbukti,†ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPR ini.
Menurut Rindoko, bukan tidak mungkin hakim melaÂkuÂkan pelanggaran seperti itu kaÂrena sisi moralitas yang buruk atau mendapat tekanan dari pihak luar.
Rindoko pun melontarkan keÂcurigaan kepada Cirus SinaÂga, jaksa kasus Antasari. Dia meÂnyatakan tidak percaya begitu saja kepada Cirus yang meÂngaku tak tahu ada rekayasa kasus Antasari. “Cirus itu seÂmua anggota Dewan sudah taÂhu. Dia itu pandai bersilat liÂdah,†katanya.
Rindoko menambahkan, seÂorang jaksa bisa melakukan lobi-lobi khusus dengan jaksa lain yang menangani suatu perkara. “Kalau itu yang terjadi, inilah yang dinamakan mafia hukum masuk pengadilan. Apapun dihalalkan asalkan meÂnang perkara. Saya harap KY bisa melihat perkara ini dengan mata terbuka dan nyali besar unÂtuk membongkarnya,†ucapÂnya.
Menilai KY Terburu-buruHasril Hertanto, Pengamat Hukum
Ketua harian LSM MaÂsyaÂrakat Pemantau Peradilan InÂdoÂnesia (MaPPI) Hasril Hertanto menilai, Komisi Yudisial (KY) terkesan terburu-buru memÂbeÂrikan pernyataan mengenai duÂgaan pelanggaran kode etik majelis hakim kasus pemÂbuÂnuhan Nasrudin Zulkarnaen deÂngan terpidana Antasari Azhar.
Dia khawatir, pernyataan yang terburu-buru itu akan meÂnimÂbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. “Kami ingin KY menjadi lembaga yang independen. Kalau begini, seakan-akan KY lebih meÂmihak kepada kubu Antasari. PaÂdahal, KY harus bisa melihat permasalahannya secara deÂtail,†kata dia.
ÂMakanya, Hasril meÂnyaÂranÂkan KY untuk menghentikan dulu proses pengkajian perkara ini. “Kita tahu bahwa Antasari akan mengajukan PK dalam waktu dekat. Nah, perÂtaÂnyaÂanÂnya, kenapa KY baru meÂlakÂsaÂnakan pemeriksaan ini seÂkarang, Bukankah laporan itu masuk ke KY sudah lebih dari satu tahun,†ucapnya.
Jika ingin dinilai indepenÂden, dia menyarankan KY seÂgera berkoordinasi dengan BaÂdan Pengawasan Hakim di MahÂÂÂkamah Agung untuk menÂjadikan perkara tersebut lebih kompleks dan nyata. “Jadi, yang diumumkan nanti bukan lagi dugaan, tetapi sudah bentuk nyata ada pihak-pihak yang melanggar. Yang terjadi saat ini, baru sekadar dugaan,†kata doÂsen hukum Universitas InÂdoÂnesia ini.
Jika tidak, menurut Hasril, KY menciderai independensi perÂadilan di Indonesia. IndeÂpenÂdensi, lanjut dia, merupakan seÂbuah keniscayaan untuk mengÂhadirkan peradilan yang bersih. “Kita ingin agar peneÂlusuran KY tidak dijadikan alat oleh segelintir orang untuk mengÂintervensi perÂadilan. MeÂngingat, pihak AnÂtasari akan mengajukan PK. Jadi, biarkan proses PK itu berjalan deÂngan senÂdirinya tanpa ada inÂtervensi daÂlam bentuk apapun,†sarÂanÂnya.
[RM]
BERITA TERKAIT: