WAWANCARA

Yorrys Raweyai, Bongkar Dulu Korupsi di Jajaran Birokrasi

Selasa, 22 Februari 2011, 06:16 WIB
Yorrys Raweyai, Bongkar Dulu Korupsi di Jajaran Birokrasi
Yorrys Raweyai
RMOL. Guliran kasus mafia pajak yang mempopulerkan Gayus Tambunan sebagai aktor utamanya memasuki babak baru. Setelah sekian lama opini publik tergiring dalam serangkaian polemik, kini bola panas itu berada di ranah parlemen.

Sebab, Selasa (22/2) ini DPR melaksanakan sidang paripurna untuk pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Mafia Pajak.

Begitu disampaikan Ketua DPP Partai Golkar, Yorrys Raweyai, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

“Selama ini ada suara-suara tendensius terkait kekayaan ha­ram Gayus yang diperoleh secara koruptif dengan serangkaian penipuan dan penyuapan serta dugaan keterlibatannya dengan perusahaan-perusahaan milik Group Bakrie,’’ papar Yorrys.

Berikut kutipan selengkapnya:

Mungkinkah ini ada upaya bonsai politisasi terhadap ka­sus Gayus?
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuh­kan vonis pidana 7 (tujuh) tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 3 (tiga) bulan penjara. Meski demikian, vonis ini tidak cukup melegakan semua pihak, khususnya bagi mereka yang menganggap bahwa peran Gayus melibatkan perusahaan-perusa­haan yang bernaung di bawah Group bakrie, milik tokoh politik Aburizal Bakrie.

Belum lagi “bonsai” persoalan terkait peleserin Gayus ke Bali yang diduga bertemu dengan Aburizal Bakrie yang dihem­bus­kan oleh Satuan Tugas (Satgas) Mafia Hukum. Jadi, sulit dinafi­kan, bonsai persoalan Gayus le­bih mengiringi opini publik ketimbang substansi yang justru lebih menyentuh persoalan akut di ranah birokratis, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan.

Hal ini menjadi catatan tersen­diri dalam sebuah kementerian yang justru sangat getol mengam­panyekan reformasi birokrasi. Fakta­nya, munculnya kasus ma­fia pajak, justru membuka mata publik tentang kerugian negara ratusan triliun rupiah per tahun yang bersumber dari ke­men­terian tersebut.

Artinya, Anda ingin menga­ta­kan bahwa aroma politisasi­nya begitu kental?
Betul. Sebelum vonis terhadap Gayus dijatuhkan, manuver poli­tik Satgas Mafia Hukum tidak pernah menyentuh persoalan hu­kum yang sesungguhnya.

Aroma politisasi begitu kental hingga mengaburkan nuansa hu­kum yang identik dengan fakta dan data yang bermuara pada kepastian hukum. Alih-alih me­nyentuh aspek hulu dan hilir dari konstalasi mafia perpajakan, mempersoalkan keru­gian negara yang dihisap oleh oknum-oknum dalam institusi tersebut, atau menguak ratusan perusahaan yang pernah ditangani oleh Gayus, polemik justru cen­derung berkutat pada upaya pem­bunuhan karakter (character assassination) terhadap pihak-pihak dan ke­lompok tertentu.

Kenapa Anda bilang begitu?
Ya, faktanya memang seperti itu. Buktinya, dari kasus Gayus ini sudah cukup membuktikan bahwa persoalan mafia perpaja­kan bukanlah persoalan kecil atau sekadar persoalan oknum Gayus dan pihak-pihak yang berada di sekitarnya, tapi telah menjadi persoalan besar yang menyang­kut kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta ber­dampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jadi, seharusnya bongkar dulu korupsi di jajaran birokrasi.

Apakah DPR serius mem­bong­kar mafia pajak?
Tentu, karena ini bukanlah sekadar urusan popularitas dan pencitraan, kepentingan politis yang pragmatis, atau untuk me­nyelamatkan (membersihkan) kredibiltas pihak-pihak tertentu. Hak Angket adalah sebuah hak konstitusional DPR yang memi­liki landasan pijakan hukum yang jelas dan tegas.

Bagaimana dengan argumen konstitusionalnya?
Ada beberapa argumen yang layak dipertimbangkan untuk menempatkan hak konstitusional angket sebagai sebuah kepen­tingan bersama. Hak angket adalah hak penyelidikan, dimiliki oleh DPR untuk menyelidiki sesuatu hal yang lazimnya terkait dengan masalah keuangan yang menjadi kebijakan pemerintah.

Peraturan tata tertib DPR pasal 176 ayat (1) menegaskan bahwa, hak angket digunakan untuk me­nyelidiki “kebijakan pemerin­tah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada ke­hi­dupan bermasyarakat dan ber­negara yang diduga berten­tangan dengan peraturan perun­dang-undangan”.

Melalui putusannya pada 26 Maret 2004, Mahkamah Konsti­tusi menegaskan bahwa UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket DPR masih berlaku. Dengan demikian ketentuan da­lam UU tersebut sebagai dasar hukum berlaku sebagai hukum positif (ius constitutum).

Tapi ada yang menilai DPR tidak perlu membentuk Pansus Hak Angket Mafia Pajak, me­nu­rut Anda bagaimana?
Argumen pragmatis tentang guliran Hak Angket DPR sulit untuk diterima, mengingat lem­baga DPR merupakan ranah yang senantiasa menggelar persoalan secara terbuka dan transparan. Kita patut berkaca pada momen­tum Pansus Hak Angket Century yang digelar secara massif. Wakil-wakil dari seluruh partai politik menggelar pembahasan yang berlangsung secara terbuka dan disaksikan oleh jutaan pu­blik. Menghadirkan saksi dan saksi ahli dengan dibantu puluhan tenaga ahli yang berkompeten.

Meski tarik-menarik kepen­tingan politik dipastikan terjadi, namun kepentingan politik ter­sebut bisa disaksikan langsung oleh publik, sehingga publik pun bisa menilai sejauh mana kon­sistensi wakil rakyat memper­juangan kepentingan masyarakat dan negara. Karena itu, tidak alasan untuk meragukan kompre­hensivitas pemahaman waki rakyat tentang persoalan substan­sial yang hendak dikuak dalam ranah Pansus Mafia Pajak. Ke­hadiran saksi, saksi ahli dan tenaga ahli membuat warna pe­ma­haman menjadi lebih kaya dan komprehensif.

Kenapa bukan ranah hukum saja yang menangani?
Kalau kasus ini diserahkan ke ranah hukum saja, bukan­lah jalan terbaik untuk saat ini. Sebab, sudah me­ru­pakan cerita lazim jika tingkat kepercayaan publik terhadap ins­titusi hukum di negeri ini masih sangat rendah. Jangankan berharap pada kea­dilan dan ke­pastian hukum.

Hu­kum justru sangat mudah untuk dipolitisasi demi kepenti­ngan ter­tentu dan mengabaikan ke­pen­tingan publik.

Situasi ini cukup jelas terlihat saat rekomendasi Pansus Hak Angket dan DPR terkait dengan kebijakan bailout Century justru terkesan dimentahkan oleh ins­titusi-institusi hukum itu sendiri. Tidak hanya itu, ketiga institusi hukum, yakni Kepolisian, Kejak­saan dan KPK justru terkadang berbeda pendapat tentang adanya indikasi korupsi atau penyalah­gunaan wewenang dalam kebija­kan bailout Century. Memang, UU tentang Hak Angket tidak menempatkan posisi penyelidi­kan DPR dalam ranah “pro justicia”, namun hasil kesimpulan DPR akan menjadi bahan per­timbangan bagi institusi hukum untuk ditindaklanjuti sebagai rekomendasi Pansus.

Ada sejumlah Fraksi DPR yang tidak mendukung pem­ben­tukan Pansus ini, bagai­mana menurut Anda?
Penolakan partai-partai  politik tertentu terhadap guliran Hak Angket Mafia Pajak justru me­nunjukkan keengganan untuk menyelesaikan persoalan perpa­ja­kan yang telah berdampak bu­ruk bagi kepentingan masyarakat dan negara. Lembaga DPR me­ngem­ban amanah keprihati­nan dan penderitaan publik. Ke­pri­hatinan dan penderitaan terse­but tidak layak menjadi persoalan segelintir pihak yang hanya me­nyisakan stigma, fitnah dan tuduhan tanpa data dan fakta yang jelas. Mo­mentum Pansus Mafia Pajak justru akan meng­hilangkan kera­guan dan kecuri­gaan yang tidak berdasar terha­dap pihak-pihak yang ber­tang­gung jawab atas persoalan ini. Selain itu, Pansus ini akan mem­buka selebar-lebarnya per­soalan besar dalam institusi per­pajakan dan keuangan kita, se­hingga di kemudian hari, kisruh persoalan pajak tidak akan beru­lang kembali.

Dengan demikian, tidak cukup keraguan pragmatis menjadi argumen untuk menolak guliran Hak Angket Mafia Pajak, selain menguji sejauh mana rasionalitas konstitusional kita dalam menye­lesaikan persoalan bangsa dan negara. Sebab kepentingan pu­blik tidak layak untuk dilokalisir sebagai kepentingan segelintir pihak. Seluruh elemen bangsa berkepentingan atas kebenaran yang selama ini cenderung di­tutupi atau disalahgunakan. Ka­sus Gayus adalah segelintir kisah yang justru membuka kedok dan kebobrokan institusi keuangan kita selama ini.

Artinya, ini momentum mere­formasi sistem perpajakan?
Betul. Menyelesaikan persoa­lan mafia pajak, bukan sekedar de­ngan membasmi oknum-oknum yang terlibat di dalamnya, tapi juga mereformasi sistem yang saat ini keliru dalam me­ngemban ama­nah kepentingan dan rasionalitas publik. Sebab oknum akan selalu tercipta dalam ruang sistem yang cenderung lemah dalam mengan­tisipasi kemungkinan penyelewe­ngan dan penyimpangan. Karena itu, Pansus Mafia Pajak adalah forum terbaik untuk menunjukkan ke­seriusan kita membangun sistem perpajakan dan keuangan yang lebih baik di masa yang akan datang.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA