Chairuman Harahap: Kami Sepakat Menghapus Pasal Pembubaran Ormas

Minggu, 20 Februari 2011, 07:48 WIB
Chairuman Harahap: Kami Sepakat Menghapus Pasal Pembubaran Ormas
Chairuman Harahap
RMOL. Presiden SBY sudah menginstruksikan agar Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) radikal dibubarkan, tapi Komisi II DPR dan pemerintah sepakat untuk menghapus pasal pembubaran Ormas dalam revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas.

“Ada satu pasal yang menarik perhatian kami, yakni pasal tentang pembekuan atau pembu­baran Ormas. Kami sepakat pasal tersebut dihapus, sebab ke­bebasan berserikat dan ber­kum­pul dijamin Undang-undang Dasar,” ujar Ketua Ko­misi II DPR, Chairuman Hara­hap, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rey­donnyzar Moenek menyatakan, draf Rancangan Undang-undang tersebut saat ini dalam tahap pematangan.

Menurutnya, rancangan revisi tersebut disesuaikan dengan semangat dan filosofi UUD 1945 yang telah diamandemen. Sebab Undang-undang tentang Ormas masih berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen.

“Yang pasti, di tingkat internal (Kemendagri) draf itu sudah siap. Intinya tentang keseimbangan antara hak dan kewajiban (ormas), juga mengedepankan prinsip toleransi, menjaga per­satuan dan kesatuan bangsa,” ujar Reydonnyzar.

Chairuman selanjutnya me­nga­­takan, Komisi II siap mem­bahas revisi Undang-undang tersebut. Bahkan, pihaknya telah melaku­kan pengkajian dan mem­bahasan sejumlah pasal yang perlu die­valuasi dalam Undang-undang itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apakah dengan kesepakatan ini tidak akan memperkeruh keadaan?
Tidak. Dengan perbaikan Undang-undang ini, kami ingin mengingatkan bahwa setiap warga negara memiliki kebeba­san untuk berserikat dan ber­kumpul. Undang-undang ini juga akan memberikan ruang kepada setiap warga negara untuk me­nyampaikan aspirasinya. Jadi, budaya kekerasan dan bubar-membubarkan tidak terus tumbuh di negeri ini.

Kenapa pasal tentang pem­bekuan atau pembubaran Or­mas akan dihapus?
Waktu Undang-undang itu dibuat, suasana kepemimpinan dan pemerintahan memang sa­ngat sentralistik. Namun, dalam perkembangan demokrasi saat ini, pasal tersebut sudah tidak layak dipertahankan.

Sebab, kalau kita mendiamkan budaya bubar-membubarkan ini, hal tersebut akan menjadi budaya politik baru yang lebih otoriter. Sekarang saya tanya, siapa yang berhak memutuskan kalau ini boleh dibubarkan dan ini tidak. Ketika itu berlaku untuk diri kita, apakah kita dapat menerimanya.

Bagaimana jika ada Ormas yang melakukan tindak keke­rasan?
Kalau ada tindakan-tindakan yang tidak tepat, maka hal itu harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang kita anut. Selain itu, harus ada upaya terus-menerus terha­dap hal itu (penegakan hukum, red) untuk menumbuhkan bu­daya, kekerasan merupakan suatu hal yang dilarang.

Apakah aturan tentang pe­nin­­­dakan dalam undang-un­dang yang ada saat ini belum cukup memadai untuk menidak ok­num-oknum Ormas yang me­la­kukan pelanggaran?
Sebenarnya sudah. Sayangnya penegakan hukum di negara ini belum dapat melahirkan budaya tertib. Makanya, melalui revisi Undang-undang ini kami akan mempertegas sejumlah pasal untuk menjaga kehidupan berne­gara yang baik.

Poinnya apa saja?
Di antaranya menjaga hak-hak demokrasi, hak asasi dan menum­buhkan budaya politik baru. Yakni, budaya politik yang men­junjung tinggi hak dan martabat manusia.

Selain itu, bagaimana kebe­basan berserikat dan berkumpul diwujudkan secara nyata dan ruang publik menjadi aman, juga menjadi salah satu poin utama dalam revisi tersebut.

Bagaimana meminimalisasi tindakan kekerasan agar tidak menjadi budaya dalam kehi­dupan berbangsa dan berne­gara?
Pertama, melalui pendidikan. Pendidikan merupakan poin utama pembangunan peradaban manusia dan sebuah bangsa. Kedua, penindakan secara terus-menerus melalui jalur hukum yang ada dan berlaku. Jadi, siapa pun yang melakukan tindak ke­kerasan harus ditindak, sehingga dapat melahirkan budaya hukum yang mengubah prilaku kehi­du­pan berbangsa dan bernegara kita.

Artinya, revisi Undang-un­dang itu akan memperbaiki se­jumlah aspek?
Kami berharap Undang-un­dang ini berlaku panjang karena bertujuan menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, sehingga bila terjadi perbedaan pandangan, solusinya bukan kekerasan, ultimatum, referendum, dan sebagainya.

Mari kita bicarakan, mari kita musyawarahkan. Itulah perilaku dan budaya baru yang harus kita tumbuhkan. Sebab, pemilik ne­geri ini bukan hanya segelintir orang, tapi milik kita semua. Jadi, persoalan negeri ini adalah per­soalan kita bersama.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA