WAWANCARA

Refly Harun: Pertarungannya di KPK Itu Menyangkut Pidana

Selasa, 15 Februari 2011, 06:16 WIB
Refly Harun: Pertarungannya di KPK Itu Menyangkut Pidana
Refly Harun
RMOL. Bekas Ketua Tim Investigasi Dugaan Makelar Kasus MK, Refly Harun menghargai putusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang menilai hakim konstitusi Akil Mochtar tidak melanggar kode etik.

“Tapi yang kami tunggu dari segi pidananya, apakah ada pi­dana atau tidak dalam kasus itu. Makanya KPK diharapkan bisa menuntaskannya secara hukum,’’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Senin (14/2).

Berikut kutipan selengkapnya:


Sebagai pihak pelapor, bagai­mana pendapat Anda tentang putusan MKH?
Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, kita harus berbaik sangka dan menghor­mati apa yang diputuskan MKH. Dengan adanya putusan itu, pro­ses terhadap dugaan adanya pe­langgaran kode etik sudah se­lesai.

Sekarang, mari kita sama-sama hormati proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK. Kita sama-sama mendorong agar KPK cepat menyelesaikan kasus ini, sehingga jelas ujungnya.

Apa Anda yakin hasilnya ba­kal berbeda?
Kita lihat saja nanti ya. Yang jelas ada perbedaan antara MKH dengan KPK.

Pertama, kinerja MKH itu dibatasi oleh waktu, sementara KPK tidak. Selain itu, KPK me­miliki sejumlah instrument pe­nunjang, seperti penyadapan, pe­nyitaan rekening bank dan se­bagainya.

Kedua, MKH hanya melihat ada tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim ber­dasarkan keterangan para saksi. Sedangkan, KPK memiliki se­jumlah metode berbeda untuk mencapai sebuah kesimpulan.

Artinya, KPK lebih kom­pre­hensif dalam penyidi­kannya?
Ya, betul. Pekerjaan MKH dan KPK itu berdeda. Kalau MKH hanya memeriksa dugaan pe­langga­ran kode etik, sedangkan KPK bertugas memeriksa adanya du­gaan pelanggaran pidana. Da­lam perkara ini, pi­dana yang di­la­por­kan ada­lah pemerasan, pe­­nyuapan dan dugaan pe­yuapan. Mana yang nanti­nya ter­bukti, ya kita se­rah­kan saja kepada KPK. Di situ per­ta­rungannya karena menyangkut, pidana bu­kan kode etik lagi.

Bukankah saat melaporkan kasus ini ke MK dan KPK, tim investigasi memberikan bukti yang sama?
Betul. Namun, dengan metode kerja yang berbeda, KPK dan MKH mungkin saja mengha­sil­kan hasil yang berbeda. Sebab, KPK tidak sekadar mengan­dal­kan atau meverifikasi keterangan saksi-saksi. Penggambarannya seperti ini, saya bukanlah pihak yang melihat langsung tentang dugaan penyerahan uang antara pihak penyuap dengan hakim konstitusi.

Namun, dalam salah satu poin kesimpulan MKH, mereka mem­benarkan kalau saya melihat uang itu meski tidak ada bukti kalau uang itu sampai kepada hakim.

Jadi, KPK harus menemukan cara apakah terjadi penyerahan atau tidak. Itu bukan lagi kewe­nangan dan kewajiban saya. Itu pekerjaan penyidik.

Apa harapan Anda kepada KPK?
Perlu saya tegaskan, kami tidak berpikir atau berpendapat kalau hakim pasti salah. Namun, kami berharap KPK mampu mengung­kap kasus ini secara tuntas.

Artinya, masih ada hal yang belum tuntas dalam kesimpu­lan MKH?
Menurut saya, ya. Misalnya, pencabutan keterangan Bupati Simalungun JR Saragih dan se­kretarisnya. Mereka mengingkari apa yang pernah disampaikan kepada tim investigasai terkait keberadaan uang dolar Amerika Serikat yang akan diserahkan kepada hakim konstitusi.

Padahal, dalam kesimpulannya MKH membenarkan kalau saya melihat uang itu. Nah, kenapa fakta mengenai keberadaaan uang itu diingkari, baik oleh JR Saragih maupun sekretarisnya. Inilah salah satu pintu masuk KPK dalam membongkar kasus ini. Sebab, di antara kami pasti ada yang benar dan berbohong.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA