Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Korupsi Sebagai State Organized Crime

Oleh Adhie M. Massardi

Rabu, 08 Desember 2010, 00:00 WIB
KORUPSI sudah lama menjadi kejahatan paling dibenci rakyat Indonesia. Karena gara-gara korupsi, bangsa Indonesia yang oleh Allah Azza Wa Jalla dikaruniai kawasan subur makmur lagi kaya sumber daya alamnya, menjadi bangsa yang miskin dan terhina. Rakyatnya jadi harus mengais rejeki di negeri orang, dengan resiko disiksa majikan.

Bahkan sudah banyak yang tewas secara ngenas.

Ajaibnya, korupsi yang musuh rakyat itu bukannya menjadi kejahatan yang harus dihindari. Tapi di era pemerintahan Yudhoyono ini, korupsi justru jadi kejahatan paling transparan. Para pelakunya bahkan berani tampil di muka publik, dan aman-aman saja. Makanya, kalau ada koruptor yang berhasil dibekuk, pasti itu karena sial, atau koruptor pemula.

Lihat saja para pelaku rekayasa bailout Bank Century yang merugikan keuangan negara Rp 6,7 trilyun, yang nama-namanya sudah dipublikasikan oleh DPR. Mereka tetap nyaman berlenggang-kangkung di hadapan rakyat. Bahkan Darmin Nasution dipromosikan jadi Gubernur Bank Indonesia!

Lihat juga daftar nama perusahaan yang sudah disebut-sebut Gayus “Pangeran Markus” Tambunan di pengadilan sebagai pengemplang pajak yang totalnya juga merugikan keuangan negara trilyunan rupiah. Mereka juga tetap santai, karena rakyat pun melihatnya dengan pandangan sebelah mata. “So what…,” kata rakyat.

Tapi kan ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sangar itu?

Dulu, ketika dipimpin Antasari Azhar dengan gaya “preman”, KPK memang menakutkan. Cuma setelah dia ternyata bisa dengan mudah dijebloskan ke penjara, dan dua rekannya dijadikan “kriminal” dan sempat pula dibui beberapa hari, KPK lalu berubah menjadi harimau sirkus yang bisa ditanggap dan bisa disuruh lompat ke sana lompat ke mari oleh pawangnya.

Makanya, ketika DPR mengirim skandal Centurygate dengan bukti bertumpuk-tumpuk dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan Pansus Skandal Bank Century, beberapa bulan kemudian Wakil Ketua KPK yang bernama M Jasin dengan enteng bilang tidak menemukan niat jahat dari megakorupsi itu.

“Harus ada niat jahat. Apakah ada niat jahat, ini yang kita cari. Kami bekerja secara profesional dan tidak main-main dengan amanat," katanya.

Ini memang pernyataan aparat hukum yang paling ajaib. Sejak kapan aparat hukum berkutat di masalah “niat jahat” pelaku korupsi? Mendeteksi “niat” itu kan 100 persen kewenangan Malaikat? Lagi pula, pelaku korupsi itu kan beda dengan tindak kriminal biasa?

Orang kalau mau korupsi sudah pasti niatnya baik. Buat menyenangkan keluarga, selingkuhan, teman, orang-orang separtai, atau orang lain yang membantu melakukan korupsi.

Tapi kalau memang mau sungguh-sungguh melihat niat jahat di balik skandal Centurygate, sebagaimana pengadilan sering bisa membuktikan “pembunuhan berencana”, KPK sebenarnya bisa melihat bukti-bukti yang sudah lama mereka miliki. Misalnya, Perppu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, “kunci” pembuka brankas BI yang ditandatangani Presiden Yudhoyono.

Coba baca Pasal 29 yang berbunyi: Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

Apa maksud kata-kata “tidak dapat dihukum” dalam pasal itu? Memangnya mau berbuat apa? Lagi pula, menurut undang-undang, kalau memang mau, Gubernur BI kan bisa melakukan kebijakan moneter seperti bailout? Kenapa harus minta Perppu? Tapi kalau bukan pihak BI yang minta Perppu, lalu siapa? Dari sini KPK bisa mengejar pelaku sesungguhnya…

Kalau melihat skandal Centurygate, juga kasus mafia pajak yang pionnya Gayus, korupsi di Indonesia memang telah menjadi state organized crime (kejahatan negara yang terorganisasi).

Artinya, kejahatan korupsi dilakukan secara gotong-royong. Mulai dari pejabat pemerintah pembuat kebijakan (criminal policy), pelaksana di lapangan, pengawas, aparat hukum dan pihak swasta yang dijadikan tameng apabila kemudian terbongkar.

Jadi, bila di negara lain atau di masa lalu state organized crime itu modusnya pembunuhan politik dan tindakan melanggar HAM, di Indonesia modusnya adalah: perampokan kekayaan negara.

Kalau sudah dilakukan secara gotong-royong begitu, di Hari Anti-Korupsi Se-Dunia 9 Desember ini, rakyat hanya bisa menyaksikan para koruptor dengan melongo. Kok bisa…! [**]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA