Jimly Asshiddiqie: ICMI Itu Harus Kritis, Tidak Boleh Larut Dalam Feodalisme

Selasa, 07 Desember 2010, 00:29 WIB
Jimly Asshiddiqie: ICMI Itu Harus Kritis, Tidak Boleh Larut Dalam Feodalisme
RMOL.Tokoh-tokoh senior Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) memilih tak lagi maju di bursa Presidium ICMI dalam Munas V di Bogor. Salah satu di antaranya adalah Jimly Asshiddiqie. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini lebih senang jika ICMI dipimpin anak-anak muda.

“Saya sudah 20 tahun  mengu­rus ICMI, sudah jadi Ke­tua Dewan Pakar, Ketua Dewan Penasehat, munculin yang baru-barulah, yang muda-muda. Kita ini harus kaderisasi dan regene­rasi cepat. Bangsa kita membu­tuhkan itu supaya jangan yang tua-tua yang memimpin. Yang memimpin republik kita sekarang ini harus yang muda-muda,” kata Jimly kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Berikut petikan lengkap wa­wan­cara dengan bekas anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini:

Kenapa anda tidak menca­lon­­kan diri sebagai Ketua Umum ICMI?

Kita sudah sepakati tidak meng­gunakan sistem ketua umum melainkan presidium. Ini tujuannya agar tidak menimbul­kan politisasi di ICMI nanti. Kita harapkanlah tokoh-tokoh muda yang segenerasi seperti Priyo Budi Santoso, Ilham Akbar Habibie yang umur-umur 40 ta­hu­nan lah kita dorong untuk regenerasi cepat. Saya kan sudah Ketua Dewan Pa­kar, seka­rang (ma­sih) menjabat Ketua Dewan Pe­nasehat, kita begini-begini sudah tua ini, hehe... Jadi, saya mengan­tar­kan saja yang muda-muda untuk dipromosikan. Sebab bangsa kita ini mem­butuh­kan re­generasi cepat.

Kan Anda juga masih segar toh?

Saya sudah 20 tahun mengurus ICMI, sudah jadi Ketua Dewan Pakar, Ketua Dewan Penasehat, mun­culin yang baru-barulah, yang muda-muda. Kita ini harus kaderisasi dan regenerasi cepat. Bangsa kita membutuhkan itu supaya jangan yang tua-tua saja yang memimpin.Yang me­mim­pin republik kita sekarang ini harus yang muda-muda.

Berapa jumlah Presidium yang akan memimpin ICMI?

Lima orang yang kita pilih. Kita harapkan lima orang ini yang secara bergiliran memimpin ICMI, sementara Ketua Dewan Penasehat, Dewan Pakar itu mengayomi saja.

Menurut Anda apa tan­tangan ICMI ke depan?

Ada tiga. Pertama, kaderisasi, bukan hanya sektor negara tapi juga dunia usaha, civil society, di kampus, itu kaderisasinya harus berlangsung dengan efektif. Ke­dua, penggodokan konsep-kon­sep alternatif untuk kemajuan bangsa, agar bisa disumbangkan pada negara, pemerintahan, parpol, dunia usaha, ilmiah dan society. Dan ketiga, agenda pada aksi program-program yang sifatnya rintisan sehingga kita bisa men­contohkan berbagai ide-ide alter­natif, bukan hanya di­wacana tapi program nyata di masyarakat. Tiga ini yang penting.

Untuk memenuhi ketiga tan­tangan itu, kriteria calon Presi­dium harus seperti apa?

Pertama, muda-muda. Kedua dia beranekaragam latar bela­kang, ilmu dan bidang keahlian.

Bagaimana posisi ICMI ter­ha­dap pemerintah?

ICMI itu kumpulan orang yang intelektual kritis, objektif dan rasional. ICMI tidak boleh larut dalam feodalisme.

Apakah memang ada gejala larut dalam feodalisme yang me­­landa tubuh ICMI?

Bukan, kultur kita kan masih feodal, masih patternalistik baik di bidang politik, sosial dan bu­daya. Memang kita begitu. Maka­nya kultur intelektual, rasional, objektif dan egaliter yang harus kita dorong. Karena itu generasi baru kita dorong supaya cepat regene­rasinya.

Dominasi ICMI tidak lagi begitu menonjol pasca ICMI di­pimpin BJ Habibie. Bahkan ham­pir kehilangan gregetnya. Menu­rut Anda apa penyebab­nya?

Penyebabnya saya rasa karena leadership saja. Saya rasa dengan munculnya tokoh-tokoh baru ini Insyaallah meningkat.

Untuk itu apa yang harus di­lakukan?

Ya, kita dorong lagi agar lebih aktif.

Ada prasangka bahwa pe­mim­­pin ICMI bakal mendu­duki kursi menteri?

Boleh sajakan, itu tidak salah. Tapi kita bukan hanya menteri, kita juga calon pengusaha, calon ilmuwan, calon pemenang hadiah nobel, calon aktivis pergerakan LSM, itu bagus-bagus saja. Kan bagus buat regenerasi.

Bukankah ini berarti ICMI hanya dijadikan sebagai kenda­raan untuk meraih kekuasaan?

Ya, tidak apa-apa. Yang penting kita harus menyumbang kader. Tapi bukan cuma menteri, men­teri terlalu sedikit. Kita harus ca­lon pengusaha juga, DPR/DPRD juga di semua partai. Kan bagus kaderisasi. Daripada muncul politisi instan yang tidak terdidik, dan tidak terlatih. Jadi kalau kader-kader kita nanti sudah ma­tang jadi politisi, dia kan tidak perlu studi banding lagi. Kan sudah mahfum. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA