31 M Aset Edi Tansil Disetor ke Negara­

2004-2009, Kejagung Ngaku Selamatkan 4,7 Triliun

Sabtu, 13 November 2010, 08:53 WIB
31 M Aset Edi Tansil Disetor ke Negara­
RMOL. Periode 2004-2009, Kejaksaan Agung mengklaim telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp 4,7 triliun. Uang itu diperoleh dari penyidikan kasus korupsi di jajaran Pidana Khusus.

Menurut Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agu­ng, Babul Khoir Harahap, aset negara itu antara lain diperoleh dari perkara pengusaha Darianus Lungguk (DL) Sitorus berupa tanah seluas 47.000 hektar senilai Rp 3,76 triliun.

Kemudian, pengembalian aset eks Golden Key Group milik Edi Tansil dan kasus Kedubes RI di Bangkok, Thailand. “Kita sudah selamatkan juga uang negara dengan menjual aset dari Golden Key Group tersebut,” tandasnya.

Dia menambahkan, pada pe­ri­ode 2009, uang negara yang di­sela­matkan Korps Adhyaksa juga meliputi penyitaan aset berupa tanah dan bangunan tahun 1997 dan 1999 senilai RP 29 miliar, dan mesin kantor hasil penilaian tim antar departemen tahun 1999 senilai Rp 7,5 miliar. “Itu sudah termasuk aset Golden Key Group senilai Rp 31 miliar,” ujarnya.

Babul menandaskan, pada 2009, penyelamatan uang negara yang paling besar berasal dari aset Golden Key Group, per­usa­haan milik buronan kelas kakap Edi Tansil. Tercatat, selain aset se­nilai Rp 31 miliar, seti­dak­nya ada uang tunai sebesar 2.882 do­lar AS atau sekitar Rp 20 juta di­tambah 18.000.000 dolar AS atau se­kitar Rp 180 miliar. “Kalau dilihat datanya memang seperti itu,” ucapnya.

Sekadar mengingatkan, Edi Tansil membobol Bank Pemba­ngunan Indonesia (Bapindo) pada 1993, sehingga negara rugi se­­ki­tar Rp 1,3 triliun. Namun, Edi ka­bur dari Lembaga Pe­mas­ya­ra­ka­tan (LP) Cipinang, Ja­karta Timur.

Babul menyatakan, uang pada periode 2009 telah diserahkan kepada negara. Kejaksaan, lan­jutnya, berkomitmen tidak me­ng­­ulur-ngulur waktu untuk me­nyerahkan uang itu ke kas nega­ra. “Kami mempunyai tang­gung jawab untuk menyerahkan uang tersebut ke kas negara,” katanya.

Melihat kenyataan itu, Kepala Biro Humas Kementerian Ke­uangan, Yudi Pramadi belum bisa menilai apakah kinerja Kejaksaan Agung dalam menyelamatkan keuangan negara itu sudah lebih baik atau belum. “Menurut saya relatif, jika pengembalian ke­uangan negara misalnya Rp 100 juta, sementara kerugian negara Rp 1 miliar itu kan belum bisa dikatakan sukses,” ujarnya saat dihubungi, kemarin.

Berbeda dengan Yudi, Kepala Biro Hukum Kemenkeu Indra Surya menilai, kinerja kejaksaan sudah cukup bagus dalam me­lakukan pengembalian uang ke kas negara dari hasil tindak pi­dana korupsi. “Mereka cukup ba­gus kok. Kami sangat meng­har­gai setiap prestasi orang maupun lembaga menyangkut kepenti­ngan negara dalam memberikan tambahan bagi APBN secara efektif,” kata Indra.

Hanya saja, Indra berharap, Korps Adhyaksa dapat mening­katkan kemampuannya mengem­balikan uang negara hasil dari tindak pidana korupsi.

Soalnya, pengembalian uang tersebut sebagai salah satu sarana yang baik untuk perekonomian Indonesia. “Saya harap kejaksaan bisa lebih baik,” ucap dia.

Gurita Mafia Begitu Kuat
Dadan Umar, Kepala Litbang Universitas Trisakti

Kinerja Kejaksaan Agung mengeksekusi aset buronan kakap Edi Tansil dinilai sudah mentok. Perburuan aset ini, diyakini mengalami kendala karena kelemahan aparat pene­gak hukum menghadapi gurita mafia hukum yang begitu kuat. Demikian pendapat Ketua Litbang Universitas Trisakti Dadan Umar, kemarin.

Menurut dia, pola penyitaan atau eksekusi aset milik buro­nan di Indonesia masih jauh dari apa yang diharap­kan. Persoalannya, selama ini aksi para pembobol duit negara melibatkan kelom­pok atau jaringan mafia.

Saking hebatnya jejaring mafia hukum itu, diduga juga m­e­libatkan oknum aparat hu­kum itu sendiri. “Dengan asum­si ini, maka pengembalian aset ne­gara yang digondol buronan seperti Edi Tansil menjadi sulit,” ujarnya.

Apalagi, lanjut Dadan, Edi Tansil sudah lebih dulu me­lari­kan uang hasil kejaha­tannya ke bank-bank di luar negeri atau negara yang  tidak punya ker­jasama bilateral dengan Indo­nesia.

Jadi, singkatnya, sebelum ada prosedur hukum atas buronan ini, yang bersangkutan sudah lebih dulu menyelamatkan aset-asetnya ke luar negeri.  “Inilah yang makin menambah sulit perburuan dan penyitaan aset tersebut,” tandasnya.

Untuk itu, diperlukan lang­kah kongkrit dan upaya keras jajaran Kejaksaan Agung dalam menindaklanjuti perburuan aset para buronan pembobol duit negara seperti ini. “Dibutuhkan keseriusan dan koordinasi in­ten­sif  antar departemen. Ka­re­na efek atas hal ini sudah me­nya­ngkut kredibilitas nega­ra,” ujarnya.

Sekadar mengingatkan, Edi Tansil membobol Bank Pem­ba­­ngunan Indonesia (Bapin­do) pada 1993, sehingga ne­gara rugi se­­ki­tar Rp 1,3 triliun. Na­mun, Edi ka­bur dari Lem­baga Pe­mas­ya­ra­ka­tan (LP) Cipinang, Ja­karta Timur.

Minta Kejaksaan Lebih Giat
Didi Irawadi Syamsudin, Anggota Komisi III DPR

Kejaksaan Agung diminta lebih giat mengejar aset negara yang dicolong para koruptor, karena jumlah yang didapatkan Korps Adhyaksa pada 2004-2009 belum bisa dikatakan maksimal. Soalnya, jumlah kerugian negara akibat korupsi pada periode itu bisa melebihi Rp 4,7 triliun. Demikian pandangan anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsudin.

“Sebetulnya, Kejaksaan Agung bisa mendapatkan lebih dari itu jika mereka benar-benar melaksanakannya dengan baik,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat DPR ini, kemarin.

Kendati begitu, menurut Didi, upaya Kejagung dalam mengembalikan uang negara patut dihargai. Hanya saja, dia mengingatkan, harus dilihat pula aspek-aspek penyelamatan uang negara itu. “Caranya, apakah pengembalian uang itu sudah ada dalam neraca kas negara. Kemudian, harus dilihat seluruh eksekusi putusan terhadap terpidana yang lari. Bagaimana dengan aset-asetnya itu,” katanya.

Politisi Demokrat ini ber­harap, ke depan, kejaksaan mesti maksimal memberantas kasus korupsi, termasuk mena­ngkap para pelakunya yang kabur. “Kita bisa ambil contoh kasus Edi Tansil, dimana aset­nya telah diamankan akan tetapi pelaku utamanya belum ditan­gkap hingga saat ini,” ujarnya.

Menurut Didi, penyelamatan uang negara jika tidak diba­rengi hasil yang memuaskan, yakni menindak tegas korup­tor, maka kasus seperti ini belum tuntas penanganannya. “Berarti masih ada yang tersisa dari kasus korupsi tersebut,” tambahnya.

Didi pun menyarankan Ke­jak­saan Agung untuk mela­kukan pembenahan. Maksud­nya, menurut dia, mengubah sis­tem di kejaksaan dan meng­ubah perilaku orang-orang kejaksaan, khususnya dalam menangani kasus. “Jadi citra Ke­jaksaan Agung sebagai lem­baga penegak hukum dapat dijaga kualitasnya dengan baik,” katanya.  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA