Setidaknya dibutuhkan Rp 450 miliar bagi PT PAL untuk melaÂkukan restrukturisasi dan reviÂtalisasi, maupun untuk keperÂluan operasional perusahaan agar bisa bangkit dari keterpurukan.
Hal ini diakui Direktur Utama PT. PAL Indonesia, Harsusanto keÂpada melalui surat elektronikÂnya yang dikirimkan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Memang sampai dengan semesÂter I tahun 2010 PT PAL meÂngaÂlami kerugian seperti yang diÂsamÂpaikan Kementerian BUMN. Tapi sekarang kita seÂdang berusaha untuk melaÂkukan perbaikan,†katanya.
Harsusanto menjeÂlaskan, yang menjadi penyebab keÂrugian perusaÂhaannya adalah baÂtalnya kontrak pembelian 6 buah kapal oleh konsumen dari luar negeri. Selain itu krisis global memperparah lesunya bisÂnis galangan kapal. “Sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini, shipping bussines masih meraÂsakan dampak dari krisis ekoÂnomi global,†ucapnya.
Untuk mengatasi hal itu, lanjutnya, saat ini PT PAL sedang menÂcari pembeli baru secepatnya bagi kapal-kapal tersebut. UnÂtungÂnya, saat ini PT PAL telah mendapatkan pinjaman dari PT PPA senilai Rp 180 miliar dari toÂtal pinjaman sebesar Rp 450 miliar yang diajukan. RenÂcanaÂnya biaya tersebut akan diperÂgunakan untuk restrukturisasi dan revitalisasi, serta untuk keperluan operasional perusahaan.
“Saat ini PAL sedang konsenÂtrasi untuk mencari sisa kekuÂrangan biaya yang diÂbutuhÂkan. Kita akan terus upayakan untuk bisa mengatasi masalah kerugian tersebut,†ungkapnya.
Juru bicara PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Hakim PoÂlim menyatakan, sampai saat ini lembaganya masih melakukan upaya restrukturisasi terhadap, terhadap empat BUMN yang merugi, termasuk PT PAL sampai kondisinya membaik.
“Kita masih terus lakukan. Sejauh ini semuanya lancar-lanÂcar saja, dan menunjukan perkemÂbangan yang cukup baik,†katanya.
Sepengetahuan Hakim, renÂcana yang diperlukan untuk penyeÂhatan PT PAL terdiri dari pembiayaan penyelesaian pemÂbangunan kapal sebesar 25,6 juta dolar AS, dan pembiayaan resÂtrukturisasi Rp 193 miliar.
Seluruh dana tersebut, lanjutÂnya, dicairkan dalam dua tahap, tahap pertama 93 ribu dolar AS, keÂmudian Rp 167 miliar. “Itu berdasarkan laporan per 31 Oktober kemarin,†ucapnya.
Hakim menambahkan, saat ini BUMN yang lain masih dalam proses Restrukturisasi dan ReÂvitalisasi oleh lembaganya, ada 16 BUMN.
“Sudah Berencana Buat Panjaâ€
Nurdin Tampubolon, Wakil Ketua Komisi VI DPR
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Nurdin Tampubolon mengatakan, kerugian yang dialami PT PAL IndoÂnesia bisa menjadi pertimÂbangan bagi Kementerian BUMN untuk segera melakukan evaluasi terhadap perusahaan tersebut.
“Kementerian BUMN perlu secepatnya mengkaji bagaimana kinerja manajemen PT PAL. Mereka salah satu BUMN yang sangat penting,†katanya, kemarin.
Nurdin menengarai, kerugian yang dialami PT PAL kemungÂkiÂnan disebabkan antara lain faktor modal yang minim menyulitkan membentuk program awal.
Selain itu, lanjutnya, kemamÂpuan sumber daya manusia yang diÂmiliki PT PAL masih kurang memadai, sehingga belum bisa bersaing dengan perusahaan asing.
“Tidak disiplinnya manajemen perusahaan juga, seperti masih ada program yang belum diseÂlesaiÂkan menyebabkan PT PAL merugi,†ujarnya.
Nurdin berharap Kementerian BUMN memberikan perhatian dan dukungan serius kepada PT PAL agar bisa menjadi perusaÂhaan yang memiliki daya saing.
Dikatakan, setelah reses KoÂmisi VI DPR akan memanggil KeÂmenterian BUMN dan PT PAL untuk melakukan evaluasi kinerÂjanya. “Setelah reses kita akan panggil Kementerian BUMN dan PT. PAL unutk membicarakan hal ini. Selain itu, Komisi VI DPR juga sudah berencana untuk membuat panja,†tukasnya.
“Lebih Percaya Ke Luar Negeriâ€
Naldy Nazar Haroen, Ketua Umum BUMN Watch
Ada tiga hal yang menyeÂbabÂkan industri kapal Indonesia terpuruk, yakni pemberlakuan asas cabotage (kewajiban pengÂgunaan berbendera Republik InÂdonesia) dilakukan dengan seÂtengah hati, belum adanya insentif perpajakan untuk inÂdustri perkapalan, dan tidak ada keberpihakan perbankan
“Hal ini menunjukkan terÂnyata selama ini pemerintah beÂlum berpihak terhadap industri galangan kapal dalam negeri,†kata Ketua Umum BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen, kemarin.
Naldy mengatakan, pelakÂsanaÂan asas cabotage sebeÂnarÂnya bisa menjadi pemicu tumÂbuhnya industri perkapalan. Tapi kontrak yang diterima inÂdustri galangan kapal dalam neÂgeri masih belum dapat memÂbantu secara signifikan, seÂhingga laba yang didapatkan juÂga sangat minim.
“Sebenarnya kita sangat mamÂpu untuk membuat kapal atau melakukan pemeliharaan dan perbaikan kapal. Namun seÂringkali pemerintah tidak perÂcaya. Mereka lebih memilih meÂlakukan pemeliharaan dan perbaikan kapal di luar negeri yang biayanya lebih mahal,†paparnya.
Padahal, lanjutnya, PT PAL memiliki kompetensi yang andal. Itu terbukti ketika PT PAL berhasil memperbaiki kapal perang jenis Corvet tipe Sigma buatan Belanda yang sebelumnya harus diperbaiki di Swiss.
“Bahkan Divisi Kapal Perang PT PAL sedang melakukan pemasangan rudal buatan Rusia ke KRI Oswald Siahaan, atau OWA yang merupakan kapal perang buatan anak negeri,†ungkapnya.
Menurutnya, kendala lain yang dihadapi PT PAL adalah tingginya pajak yang dikenakan bagi industri perkapalan. Mulai dari pajak bahan baku impor pembuatan kapal sampai pemÂbuatannya harus dibayar di muka. “Perbankan masih memÂberiÂkan kredit dengan bunga koÂmersial yang cukup tinggi.
Bila ketiga hal ini belum ada perbaikan, saya yakin industri galangan kapal dalam negeri tidak akan bisa bangkit,†tegasnya. [RM]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: