2005, 5 Perusahaan Diizinkan Jualan Senjata

Perampokan Bersenjata Marak Terjadi

Senin, 30 Agustus 2010, 03:57 WIB
2005, 5 Perusahaan Diizinkan Jualan Senjata
RMOL. Aksi perampokan bersenjata api (senpi) marak. Diduga senpi yang digunakan perampok adalah ’warisan’ GAM atau ada oknum militer dan polisi yang menyewakan senpi.

Rangkaian peristiwa peram­pokan bersenjata yang terjadi di be­berapa daerah, menyulap kon­disi bangsa jadi tambah men­cekam.

Senjata api yang digunakan perampok pun tidak tanggung-tanggung. Mereka menggunakan senjata serbu laras panjang. Perampok di Bank CIMB Niaga Medan misalnya, mereka meng­gunakan senjata jenis AK 47 dan M 16.

Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo, mengatakan, banyaknya senjata gelap yang beredar di masyarakat menyulitkan Polri mengungkap pelaku perampokan.

Namun pria yang akrab disapa Kiki ini menduga senjata yang digunakan perampok adalah milik kepolisian atau militer. “Bisa saja ada oknum yang menyewakan. Seperti jenis FN itu kan yang banyak dipakai kepo­lisian. Kalau AK 47 dan AK 56 dulu digunakan oleh militer. Kita kan tahu, kalau senjata itu tidak mengenal waktu. Kalau dirawat dengan baik, masih bisa digu­nakan,” kata Kiki kepada Rakyat Merdeka.

Dijelaskan Kiki, peredaran senjata di masyarakat ada dua jenis yakni, senjata organik yang biasa digunakan militer serta kepolisian. Dan senjata non organik yang biasa diperoleh dari pasar gelap atau perusahan resmi yang memiliki lisensi untuk menjual senjata.

Pada 2005 kepolisian, dibe­berkan Kiki, menerbitkan izin penjualan  senjata kepada lima peru­sahaan, tapi pada 2007 ke­polisian mencabut lagi izin tersebut.

“Nah, senjata yang berasal dari pasar gelap ini bisa jadi senjata bekas konflik. Apalagi beberapa waktu lalu pengawasan militer di daerah lemah. Pada kurun 1998-2004 militer kerap kecolongan. Waktu tsunami di Aceh. gudang senjata kan banyak yang hancur. Senjata bisa tersebar ke mana saja,” tambahnya.

Sumber Rakyat Merdeka di kalangan TNI menyebutkan, saat ini di Tanah Air banyak beredar senjata-senjata buatan Cina ber­jenis AK 47 dan AK 56 ’waris­an’ Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dijelaskannya, saat kese­pakatan Helsinski pada 2005 silam, setidaknya GAM me­nye­rahkan 800 pucuk senjata api ber­bagai jenis dan langsung dimus­nahkan.

“Tapi sebenarnya masih ada sekitar 3000 pucuk lagi yang belum diserahkan ke pemerintah saat itu. Makanya beberapa sen­jata yang digunakan di daerah konflik seperti di Poso dideteksi senjatanya sisa GAM. Kini penyebaran senjata itu ada di Me­dan, Sulawasi Utara dan Ka­limantan Timur,” katanya.

Makanya, baik sumber Rakyat Merdeka maupun Kiki mengaku sepakat jika polisi berupaya un­tuk menarik senjata-senjata resmi yang beredar di masya­rakat.

Dalam teknis pelaksanaannya, Kiki menyarankan agar Polri bekerjasama dengan TNI.”Polri tak akan sanggup jika menger­jakan itu sendirian. Selain itu, langkah (penarikan senjata resmi) juga untuk mengurangi kejahatan yang menggunakan senpi,” katanya.

Selain itu, Kiki menyarankan agar TNI dan Polri memperketat wilayah perbatasan negara, karena bukan tidak mungkin senjata ilegal yang digunakan para perampok masuk dari wilayah perbatasan.

“Sekarang dengan duit Rp 5 juta saja kita sudah bisa beli senpi. Dan modus penjualan senpi ilegal itu paling banyak dilakukan di laut, di antaranya, di perairan Kepri dan Kaltim,” katanya.

“Polri Perlu Swepping Para Pemilik Senpi” 
Ahmad Basarah, Anggota DPR

Politisi Senayan membela TNI. Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menyatakan, du­gaan yang menyebutkan sen­jata yang digunakan perampok di Medan adalah milik TNI ma­sih perlu ditelusuri lagi.

“Dari mana asal senjata itu. Kan bisa saja itu senjata selun­dupan, atau curian. Pokoknya ha­rus ditelusuri lagi dulu,” katanya.

Saat ini, dijelaskan Mahfudz, tang­gung jawab terhadap kasus ter­sebut, masih di tangan polisi. Jika terbukti ada senjata TNI yang digunakan untuk me­ram­pok, DPR akan langsung meng­instruksikan kepada TNI untuk turun membantu polisi. “Saat ini kita masih menunggu hasil penyelidikan.”

Kolega Mahfudz di DPR, Ahmad Basarah menilai, banyak­nya senjata yang beredar di masyarakat adalah bukti le­mah­nya pengawasan peme­rintah.

Seharusnya, polisi proaktif untuk menarik kembali kepemi­likan senjata yang sudah ka­dung beredar di masyarakat.

“Kalau perlu Polri sebaiknya mengadakan sweeping, untuk menarik senjata api ilegal dari orang-orang yang tidak ber­hak,” cetusnya.

Sementara itu, bekas Pang­lima ABRI, Jenderal (Purn) Try Sutrisno, mengaku setuju de­ngan wacana penarikan senpi dari kalangan sipil dan pur­nawirawan. Hal tersebut, ber­guna untuk menghindari potensi kejahatan.

“Khusus untuk purnawira­wan, sudah tidak ada gunanya lagi memegang senjata api, ka­rena pengabdian mereka ke­pada bangsa dengan meng­gu­nakan senjata api sudah ber­akhir. Pengabdian kepada bang­sa di masa pensiun berbeda de­ngan ketika mereka memegang senjata untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Jadi sekarang sudah tidak perlu lagi senjata api,” kata bekas wapres ini.

Kendati begitu, menurut Try Sutrisno, beberap unsur di ka­langan sipil yang memiliki ja­batan strategis seperti di ke­imigrasian dan bea cukai, tetap butuh dipersenjatai, namun kalibernya jangan disamakan dengan standar kaliber yang digunakan oleh aparat keama­nan. “Artinya kaliber 32 ke ba­wah. Selain itu kepemi­likan­nya juga harus dilengkapi dengan izin yang ketat,” imbuh Try.

“Senjata Perampok Itu Buatan Cina”
Jenderal Djoko Santoso, Panglima TNI

Dugaan yang menyebutkan senjata yang digunakan para pe­rampok di Medan, mirip de­ngan senpi yang digunakan TNI, buru-buru disangkal Pang­lima TNI Jenderal Djoko Santoso.

Dia bilang, TNI sekarang sudah tidak menggunakan senjata AK 47 dan AK 56 lagi. “Senjata jenis AK 47 dan 56 buatan Cina yang digunakan para pelaku, jelas bu­kan senjata milik TNI,” kata Djoko.

Di tempat terpisah, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Kementerian Perta­ha­nan akan menginventaris sen­jata TNI dan senjata yang telah diserahkan bekas anggota GAM.

“Kita bersama Kodam Is­kandar Muda akan mengecek sen­jata yang ada baik milik TNI maupun senjata sisa konflik di Aceh yang belum diserahkan ke RI,” ujar Purnomo.

Sampai saat ini, Purnomo meng­aku belum pernah menda­patkan laporan kasus soal senjata TNI yang hilang dari gudang.

Kendati begitu, dia pernah mendapat laporan dari Pangdam Iskandar Muda bahwa setelah perjanjian Helsinki diteken, ada beberapa anggota GAM yang belum menyerahkan senjata. “Apakah itu merembes ke Me­dan, itu yang saya belum tahu,” ujarnya.

Sementara itu, Menko Polhu­kam Djoko Suyanto akan ber­koor­dinasi dengan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Da­nuri untuk menyelidiki sumber pe­redaran senpi. “Saat ini kita sedang menyelidiki dari mana dan  digunakan siapa senjata itu,” kata Djoko.

Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Ito Sumardi menam­bah­kan, sejauh ini Polri meng­inten­sifkan pengawasan terhadap gu­dang penyimpanan senjata. Namun, hingga kini belum dite­mukan indikasi adanya penya­lah­gunaan.

“Penyelidikan kita kan dua arah terkait senjata ini. Di luar kita melakukan olah TKP, apakah proyektilnya berasal dari senjata organik atau tidak. Ke dalam kita mengecek semua senjata api yang kita punya,” pungkas lulusan Akpol tahun 1977 ini. [RM]
  • TAGS

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA