Rangkaian peristiwa perampokan bersenjata yang terjadi di beberapa daerah, menyulap kondisi bangsa jadi tambah mencekam.
Senjata api yang digunakan perampok pun tidak tanggung-tanggung. Mereka menggunakan senjata serbu laras panjang. Perampok di Bank CIMB Niaga Medan misalnya, mereka menggunakan senjata jenis AK 47 dan M 16.
Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo, mengatakan, banyaknya senjata gelap yang beredar di masyarakat menyulitkan Polri mengungkap pelaku perampokan.
Namun pria yang akrab disapa Kiki ini menduga senjata yang digunakan perampok adalah milik kepolisian atau militer. “Bisa saja ada oknum yang menyewakan. Seperti jenis FN itu kan yang banyak dipakai kepolisian. Kalau AK 47 dan AK 56 dulu digunakan oleh militer. Kita kan tahu, kalau senjata itu tidak mengenal waktu. Kalau dirawat dengan baik, masih bisa digunakan,” kata Kiki kepada
Rakyat Merdeka.
Dijelaskan Kiki, peredaran senjata di masyarakat ada dua jenis yakni, senjata organik yang biasa digunakan militer serta kepolisian. Dan senjata non organik yang biasa diperoleh dari pasar gelap atau perusahan resmi yang memiliki lisensi untuk menjual senjata.
Pada 2005 kepolisian, dibeberkan Kiki, menerbitkan izin penjualan senjata kepada lima perusahaan, tapi pada 2007 kepolisian mencabut lagi izin tersebut.
“Nah, senjata yang berasal dari pasar gelap ini bisa jadi senjata bekas konflik. Apalagi beberapa waktu lalu pengawasan militer di daerah lemah. Pada kurun 1998-2004 militer kerap kecolongan. Waktu tsunami di Aceh. gudang senjata kan banyak yang hancur. Senjata bisa tersebar ke mana saja,” tambahnya.
Sumber
Rakyat Merdeka di kalangan TNI menyebutkan, saat ini di Tanah Air banyak beredar senjata-senjata buatan Cina berjenis AK 47 dan AK 56 ’warisan’ Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dijelaskannya, saat kesepakatan Helsinski pada 2005 silam, setidaknya GAM menyerahkan 800 pucuk senjata api berbagai jenis dan langsung dimusnahkan.
“Tapi sebenarnya masih ada sekitar 3000 pucuk lagi yang belum diserahkan ke pemerintah saat itu. Makanya beberapa senjata yang digunakan di daerah konflik seperti di Poso dideteksi senjatanya sisa GAM. Kini penyebaran senjata itu ada di Medan, Sulawasi Utara dan Kalimantan Timur,” katanya.
Makanya, baik sumber
Rakyat Merdeka maupun Kiki mengaku sepakat jika polisi berupaya untuk menarik senjata-senjata resmi yang beredar di masyarakat.
Dalam teknis pelaksanaannya, Kiki menyarankan agar Polri bekerjasama dengan TNI.”Polri tak akan sanggup jika mengerjakan itu sendirian. Selain itu, langkah (penarikan senjata resmi) juga untuk mengurangi kejahatan yang menggunakan senpi,” katanya.
Selain itu, Kiki menyarankan agar TNI dan Polri memperketat wilayah perbatasan negara, karena bukan tidak mungkin senjata ilegal yang digunakan para perampok masuk dari wilayah perbatasan.
“Sekarang dengan duit Rp 5 juta saja kita sudah bisa beli senpi. Dan modus penjualan senpi ilegal itu paling banyak dilakukan di laut, di antaranya, di perairan Kepri dan Kaltim,” katanya.
“Polri Perlu Swepping Para Pemilik Senpi”
Ahmad Basarah, Anggota DPR
Politisi Senayan membela TNI. Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menyatakan, dugaan yang menyebutkan senjata yang digunakan perampok di Medan adalah milik TNI masih perlu ditelusuri lagi.
“Dari mana asal senjata itu. Kan bisa saja itu senjata selundupan, atau curian. Pokoknya harus ditelusuri lagi dulu,” katanya.
Saat ini, dijelaskan Mahfudz, tanggung jawab terhadap kasus tersebut, masih di tangan polisi. Jika terbukti ada senjata TNI yang digunakan untuk merampok, DPR akan langsung menginstruksikan kepada TNI untuk turun membantu polisi. “Saat ini kita masih menunggu hasil penyelidikan.”
Kolega Mahfudz di DPR, Ahmad Basarah menilai, banyaknya senjata yang beredar di masyarakat adalah bukti lemahnya pengawasan pemerintah.
Seharusnya, polisi proaktif untuk menarik kembali kepemilikan senjata yang sudah kadung beredar di masyarakat.
“Kalau perlu Polri sebaiknya mengadakan sweeping, untuk menarik senjata api ilegal dari orang-orang yang tidak berhak,” cetusnya.
Sementara itu, bekas Panglima ABRI, Jenderal (Purn) Try Sutrisno, mengaku setuju dengan wacana penarikan senpi dari kalangan sipil dan purnawirawan. Hal tersebut, berguna untuk menghindari potensi kejahatan.
“Khusus untuk purnawirawan, sudah tidak ada gunanya lagi memegang senjata api, karena pengabdian mereka kepada bangsa dengan menggunakan senjata api sudah berakhir. Pengabdian kepada bangsa di masa pensiun berbeda dengan ketika mereka memegang senjata untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Jadi sekarang sudah tidak perlu lagi senjata api,” kata bekas wapres ini.
Kendati begitu, menurut Try Sutrisno, beberap unsur di kalangan sipil yang memiliki jabatan strategis seperti di keimigrasian dan bea cukai, tetap butuh dipersenjatai, namun kalibernya jangan disamakan dengan standar kaliber yang digunakan oleh aparat keamanan. “Artinya kaliber 32 ke bawah. Selain itu kepemilikannya juga harus dilengkapi dengan izin yang ketat,” imbuh Try.
“Senjata Perampok Itu Buatan Cina”
Jenderal Djoko Santoso, Panglima TNI
Dugaan yang menyebutkan senjata yang digunakan para perampok di Medan, mirip dengan senpi yang digunakan TNI, buru-buru disangkal Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso.
Dia bilang, TNI sekarang sudah tidak menggunakan senjata AK 47 dan AK 56 lagi. “Senjata jenis AK 47 dan 56 buatan Cina yang digunakan para pelaku, jelas bukan senjata milik TNI,” kata Djoko.
Di tempat terpisah, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Kementerian Pertahanan akan menginventaris senjata TNI dan senjata yang telah diserahkan bekas anggota GAM.
“Kita bersama Kodam Iskandar Muda akan mengecek senjata yang ada baik milik TNI maupun senjata sisa konflik di Aceh yang belum diserahkan ke RI,” ujar Purnomo.
Sampai saat ini, Purnomo mengaku belum pernah mendapatkan laporan kasus soal senjata TNI yang hilang dari gudang.
Kendati begitu, dia pernah mendapat laporan dari Pangdam Iskandar Muda bahwa setelah perjanjian Helsinki diteken, ada beberapa anggota GAM yang belum menyerahkan senjata. “Apakah itu merembes ke Medan, itu yang saya belum tahu,” ujarnya.
Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto akan berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri untuk menyelidiki sumber peredaran senpi. “Saat ini kita sedang menyelidiki dari mana dan digunakan siapa senjata itu,” kata Djoko.
Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Ito Sumardi menambahkan, sejauh ini Polri mengintensifkan pengawasan terhadap gudang penyimpanan senjata. Namun, hingga kini belum ditemukan indikasi adanya penyalahgunaan.
“Penyelidikan kita kan dua arah terkait senjata ini. Di luar kita melakukan olah TKP, apakah proyektilnya berasal dari senjata organik atau tidak. Ke dalam kita mengecek semua senjata api yang kita punya,” pungkas lulusan Akpol tahun 1977 ini.
[RM]