Kedua remaja sahabat karib itu pernah hendak meracun administrator di sekolah mereka. Tapi, perbuatan mereka gagal meski banyak guru mereka jadi sakit. Akibatnya, mereka ditangkap polisi lalu ditahan selama beberapa bulan. Lima tahun berikutnya, Chen pindah haluan politik dari Partai Komunis Cina (PKC) ke Partai Nasionalis Cina (PNC). Namun, persahabatannya dengan Xi Zhongxun tetap berlanjut.
Ketika Chen bertemu kembali dengan Xi Zhongxun usai peristiwa Tiananmen itu, ia kaget melihat sohibnya itu harus bicara pelan. Kepada Chen, Xi Zhongxun banyak bercerita tentang situasi yang dihadapinya. Tekanan dari internal partai begitu hebat. Xi Zhongxun dan Deng Xiaoping adalah bawahan Zhou Enlai. Zhou mengutus keduanya ke pelosok untuk membantu reformasi perburuhan. Selain patuh dan tunduk, Xi Zhongxun tetap harus super hati-hati saat bicara dengan siapapun.
Dan kehadiran Chen Zianzhong pada 1988 dan 1989 justru di saat Xi Zhongxun sedang mengalami suasana tragis. Kematian tiga orang penting, yakni kader asal Mongol Ulanhu, Choekyi Gyaltsen dan mantan sekjen PKC Hu Yaobang telah memukul Xi Zhongxun. Apalagi dua bulan sebelum kedatangan Chen, adik bungsu Xi, yakni Liu Jingfan dan mentor utama Xi, yaitu Liu Zhidan, juga meninggal.
Selama dekade awal '80an Xi Zhongxun menjadi figur kebanggaan di provinsi selatan Guangdong berkat pembentukan zona ekonomi khusus di wilayah itu. Banyak warga China daratan merasakan kebijakan ekonomi yang agak liberal, meski liberalisasi ekonomi itu menjadi perdebatan hangat di internal kepengurusan PKC. Puncaknya, meletus aksi protes massa pada 1989 yang diredam secara brutal oleh aparat. Namun, jejak prestasi Xi Zhongxun tak bisa dihapus begitu saja.
Xi Zhongxun dengan sukses membuat model hubungan etnis dan religiositas di masyarakat Xinjiang dan Tibet secara baik. Seperti mendengarkan berbagai keluhan dengan sabar, merangkul ketua-ketua komunitas minoritas lokal sembari ia mempromosikan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, tampilnya Deng Xiaoping ke puncak kekuasaan kemudian menyingkirkan Xi Zhongxun dan Hu Yaobang pada 1987. Deng kemudian mempraktekkan cara brutal mengatasi aksi protes mahasiswa 1989.
Meski pahit, Xi Zhongxun tetap setia pada PKC. Salah satu pengikat loyalitasnya pada PKC adalah sebuah kalimat dari Mao ''Utamakan Kepentingan Partai'' untuk Xi. Kalimat itu dipegang teguh oleh Xi. Tapi, Xi Zhongxun tetaplah manusia biasa yang kadang sulit mengontrol emosi. Kala itu, kondisinya sedang frustasi. Dalam buku harian Li Rui, salah-satu mantan sekretaris Mao, pada bulan Agustus 1990 saat sedang digelar Kongres PKC terlihat Xi meneriaki Ketua PKC Li Peng. Menurut Li Rui, suasana batin Xi Zhongxun sedang galau penuh kebencian terpendam.
Xi Zhongxun menolak ke dokter. Kehidupan politik Xi Zhongxun memang melegenda. Ia tak pernah mempersekusi lawan-lawan politiknya. Ia seorang reformer di Guandong. Itulah yang menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa naiknya popularitas Xi Jinping hingga menjadi pemimpin top saat ini sesungguhnya tak bisa lepas dari reputasi ayahnya. Xi Zhongxun tak pernah menggunakan cara-cara brutal untuk menapak ke panggung kekuasaan.
Selain itu, warisan Xi Zhongxun kepada Xi Jinping yang selalu dipegang adalah bakti absolut kepada partai dan revolusi. Walau dalam menjalani kehidupan politik yang penuh onak dan duri, Xi Zhongxun tak pernah kehilangan keyakinannya pada partai. Bagi Xi Jinping, ayahnya adalah pahlawan besar. Ia meneladani kiprah ayahnya yang begitu loyal pada partai.
Xi Zhongxun lahir di Fuping, Provinsi Weinan, Tiongkok, pada 15 Oktober 1913. Ia bergabung ke PKC sebelum usia 20 tahun dan karir politiknya terus melejit hingga ia menjadi ''Ketua Xi'' pada usia 20 tahun di wilayah tersebut. Ketika berkunjung ke wilayah itu, Mao sempat kaget dengan usia Xi yang masih begitu muda, dan setelah revolusi tampaknya Xi merupakan tokoh PKC termuda di tingkat regional. Tahun terus berganti, karir politik Xi Zhongxun terus merayap naik. Ia menjadi orang kepercayaan Peng Dehuai, He Long, lalu Zhou Enlai.
Kitab biografis ini ditulis cukup tebal. Berisi enam bagian yang memuat 30 sub bagian yang sangat rinci tentang kehidupan Xi Zhongxun. Penulis kitab, Joseph Torigian, adalah periset pada Hoover Institution dan gurubesar ilmu hubungan internasional di American University di Washington DC. Minatnya pada dinamika China dan Rusia. Ulasannya dalam buku ini benar-benar komplit dan terfokus pada Xi Zhongxun serta situasi politik yang melingkupinya.
Ala kulli hal, sangatlah wajar jika seorang anak kemudian mengidolakan ayahnya sebagai teladan. Xi Jinping mengidolakan ayahnya, Xi Zhongxun. Itu lumrah. Meski ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, era Xi Zhongxun dalam PKC beda dari era Xi Jinping dalam PKC saat ini. Meski keduanya loyalis absolut pada partai. Kedua, Xi Jinping tentu punya karakter tersendiri meski ia menjadikan ayahnya sebagai panutan.
*Penulis adalah akademisi dan periset
BERITA TERKAIT: