Baik dari level terbawah hingga ke pucuk-pucuk pimpinan. Tak hanya partai tetapi juga ormas-ormas yang terlibat dan berada di dalamnya.
Strategi beraroma licik dan busuk tak pelak dapat muncul melalui praktik-praktik politik menggunting dalam lipatan atau menikam lawan dengan tangan kawan sangatlah mungkin dilakukan oleh penjahat berkuasa yang berambisi menguasai dunia. Baginya segala cara adalah jalan halal baginya.
Ditilik dari penggusuran Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto, maka sangatlah mungkin adanya sebuah skenario yang "langka" namun pernah terjadi di dunia ini, dimana semua sikap dan ucapan di depan umum adalah madu manis dengan racun paling ganas di belakangnya.
Dari apa yang tersirat pada tajuk podcast
Bocor Alus Tempo terkait tekanan yang dialami Airlangga Hartanto, sangatlah dimungkinkan hal ini bagian dari konspirasi besar dari suatu elite yang menguasai strata psikologis rakyat dan mental pejabat negara.
Logikanya jika tekanan atas kasus korupsi adalah benar yang dijadikan alat "barter" terhadap Airlangga, maka lebih terasa wajar terkena jabatannya selaku Menko Perekonomian dan bukan selaku ketum Golkar. Meskipun sama kotornya tetapi yang ini terasa jauh lebih menjijikan.
Situasi semacam ini dan rentetan sebelum maupun sesudah peristiwa kelam jabatan ketum Golkar tersebut. Sekali lagi menegasikan bahwa perebutan kekuasaan belum berakhir yang merupakan ekses kemenangan Prabowo Subianto secara mutlak.
Tentu saja tidak ada atau tidak dapat ditemukan adanya skenario super besar mengacaukan NKRI dalam pertarungan politik keras ini.
Tetapi adanya arah atau upaya mengacaukan keadaan negara menuju kegentingan dengan memicu emosi rakyat lewat cetusan kecurangan dalam kontestasi Pilkada tampaknya tak dapat diabaikan apalagi dinisbikan.
Lawan politik itu kejam apalagi bila dibalut dendam kesumat, sang pemenang merasa aman, tetapi yang kalah masih terus mencari jalan lain yang bila perlu lewat kerusakan sosial dan hukum.
Karena itu sepanjang belum dilantik, Presiden Prabowo Subianto perlu kiranya sedikit mengingatkan pentingnya tidak terhasut apalagi menelan agitasi tertentu secara mentah-mentah.
Salah satu jalan politik yang memungkinan kondisi negara tidak dapat melaksanakan agenda konstitusinya adalah menciptakan situasi chaos alias keos tak peduli berapa korban rakyat yang akan menjadi tumbalnya.
Maka tingkat kewaspadaan dibalik bilik kisruh politik jelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke delapan sama sekali tak bisa dianggap demokrasi biasa saja.
*Penulis adalah pemerhati sosial politik
BERITA TERKAIT: