Satu periode DPP IMM di bawah kepemimpinan Abdul Musawir Yahya tentu telah menorehkan beberapa capaian penting. Baik di bidang sosial, politik, ekonomi dan pengembangan SDM kader.
Karena itu, yang perlu kita lakukan selanjutnya ialah bagaimana melakukan lompatan yang lebih jauh dari apa yang telah dilakukan periode sebelumnya.
Layaknya muktamar, forum ini harus menjadi ruang perjumpaan gagasan dan tawaran yang konstruktif demi kemajuan. Terutama dalam memperluas daya jangkau gerakan dan jaringan ikatan. Hal ini penting agar IMM terus menjadi organisasi mahasiswa yang diperhitungkan di kancah nasional, bahkan internasional.
Karena itu untuk mendigdayakan IMM, saya melihat ada beberapa sikap yang perlu dikembangkan oleh kader-kader IMM. Sikap ini nantinya akan menjadi dasar tentang bagaimana seharusnya kader-kader IMM menjawab tantangan zaman.
Pertama adalah matang secara intelektual. Sebagai organisasi yang lahir dari rahim mahasiswa, menjadi intelektual adalah beban sekaligus seruan sejarah. Sebagai seruan sejarah, kita mengharapkan kehadiran intelektual yang tidak hanya berfantasi dengan diri dan pikirannya sendiri. Intelektual yang diharapkan IMM adalah mereka yang terjun, mengalami dan terlibat langsung pada kerja-kerja peradaban.
Hal ini penting agar gagasan yang ditorehkan dan dihasilkan menyentuh jantung persoalan umat dan bangsa. Kita butuh intelektual semacam ini. Sebab banyak permasalahan hari ini yang mesti dilihat secara jernih. Dan itu hanya bisa kita dapatkan kalau kita mempunyai kecakapan intelektual.
Apalagi jika berkaca pada saat-saat Pemilu kemarin. Banyak dari kita yang mungkin secara tidak sadar telah dibawa dalam arus permainan para elit politik yang tentu berpikir jangka pendek dan hanya tentang kekuasaan. Kalau kita tidak jernih, kita akan digilas dan hanya berperan sebagai objek yang sedang dikooptasi.
Kedua, selain memiliki kematangan secara intelektual, kader IMM juga harus memiliki kecakapan membaca kebutuhan zaman. Sebagaimana hukum sejarah, mereka yang mampu bertahan dan survive, bukanlah mereka yang punya kekuatan besar, melainkan mereka yang punya kemampuan beradaptasi dengan zaman.
Apa yang membuat Muhammadiyah dan IMM hari ini bertahan? Saya kira salah satu jawabannya adalah keduanya memiliki spirit berkemajuan. Spirit berkemajuan menghendaki seseorang senantiasa berpikir ke depan dan sesekali menoleh ke belakang. Selain itu, ciri lain dari mereka yang menganut spirit berkemajuan adalah tidak terbiasa pada kondisi yang stagnan dan cepat merasa puas.
Mereka akan selalu gelisah jika dihadapkan pada kondisi yang serba itu saja. Mereka terbiasa untuk melakukan perubahan. Sebab kapan mereka terjebak pada zona nyaman dan tidak lagi merawat kegelisahan, maka di situlah berkemajuan telah berubah menjadi berkemunduran.
Pertanyaan besar yang hari ini mesti kita renungi bersama, apakah IMM yang merupakan anak kandung Muhammadiyah telah mewarisi spirit dan sikap tersebut? Jangan-jangan, kita justru selalu nyaman terjebak pada pola lama dan tidak mampu merawat kegelisahan atas kondisi yang ada. Padahal sikap-sikap itu merupakan salah satu langkah pasti untuk membuat IMM hilang dari peredaran. Karena dianggap tidak relevan dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Apalagi hari ini cukup kuat anggapan di kalangan gen Z bahwa organisasi mahasiswa ekstra seperti IMM sudah tidak perlu. Anggapan ini lahir dari realitas bahwa organisasi mahasiswa tidak lagi menyediakan jawaban dan tawaran atas masalah-masalah yang mendera gen Z.
Organisasi mahasiswa dinilai terlalu larut dalam drama dan masalah internal. Selain itu juga masih terjebak pada cara berpikir lama, kaku dan kurang up to date. Kegelisahan gen Z ini, jika tidak dijawab, maka akan mengantarkan IMM menjadi organisasi nir kader. IMM harus berani melakukan lompatan besar.
Ketiga adalah inovatif. Sikap ini harus berjalan beriringan dengan kemampuan membaca zaman. Karena kemampuan beradaptasi tidak cukup jika tidak dibarengi ide-ide dan solusi-solusi segar bagi pemecahan masalah bangsa, negara dan anak muda.
Salah satu ciri inovatif adalah memiliki kemampuan berpikir melampaui zamannya atau out of the box. Ia punya kejelian untuk melihat apa yang tidak dilihat oleh orang pada umumnya. Inilah yang dicontohkan Kiai Ahmad Dahlan saat masa-masa awal pembentukan Muhammadiyah. Ia dicerca karena melakukan sesuatu di luar pakem. Seperti mengubah arah kiblat atau memakai sistem pendidikan yang dekat dengan Belanda.
Seperti kata begawan bangsa Buya Syafii Maarif, kalangan pembaharu itu pada mulanya akan dibenci dan dicaci. Namun perlahan, suatu saat nanti, ketika orang-orang mulai sadar, ia akan diam-diam dicontek dan diikuti.
IMM harusnya juga seperti itu. Tidak apa-apa jika hari ini ide yang dikeluarkan akan dibenci. Selama kita yakin akan kebenaran ide dan gagasan kita, tetaplah konsisten di dalamnya. Maka perlahan orang akan mulai menyadari. Mental ini sangat penting di tengah populisme yang menjangkiti mahasiswa dan kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Terakhir, untuk mendigdayakan IMM di masa depan, kita perlu pegangan yang kuat dan kokoh. Tanpa pegangan yang kokoh, maka gerakan IMM tidak akan tentu arahnya. Karena itu kita senantiasa memerlukan nilai-nilai agama sebagai basis pemikiran dan aksi. Sebagai anak kandung Muhammadiyah, IMM tentu diharapkan juga dapat mengejawantahkan nilai dan spirit Islam berkemajuan dalam merumuskan gerakan-gerakannya.
Islam berkemajuan tidak hanya berhenti pada ritus dan hal-hal yang bersifat simbol. Ia lebih dari itu. Ia adalah semacam paradigma berpikir untuk membingkai peradaban utama seperti yang tersimpul dalam frasa “khairu ummah” dalam Ali Imran 110.
Kesemua mental dan sikap di atas penting untuk dimiliki kader-kader IMM untuk menjemput masa depan ikatan. Karena hanya dengan cara seperti itulah IMM bisa terus tampil di panggung sejarah dan menjadi organisasi mahasiswa yang dapat diandalkan dalam mendorong kemajuan bagi bangsa dan negara.
*
Penulis adalah Ketua Umum DPD IMM DKI Jakarta
BERITA TERKAIT: