Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Megawati vs Joko Widodo

Firli Bahuri Korban Permainan Tali

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/adhie-m-massardi-5'>ADHIE M. MASSARDI</a>
OLEH: ADHIE M. MASSARDI
  • Selasa, 05 Desember 2023, 13:30 WIB
Firli Bahuri Korban Permainan Tali
Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri/Net
Pusaran konflik Megawati vs Presiden Widodo kian kencang. Setelah MK, KPU, Bawaslu, TNI dan Polri dibuat jungkir-balik, kini giliran KPK yang pontang-panting. Ketua KPK Firli Bahuri ikut merasakan dampaknya.

MENGAMATI panggung politik nasional seperti sedang menyaksikan politik permainan tali. Permainan tradisional anak-anak. Presiden Joko Widodo megang satu ujung tali. Ujung lainnya dipegang Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Tali itu lalu mereka putar-putar.
 
Ganjar-Mahfud dan para pengikutnya, serta Gibran-Prabowo Cs (Gibran disebut duluan karena lebih dominan) dan koalisi parpol pengusungnya, berlompatan di atas tali itu.
 
Beberapa institusi penting negara seperti Mahkamah Konstitusi, KPU, Bawaslu, TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) juga terjebak dalam pusaran permainan tali (politik) yang kian menegang itu.
 
Paling sial memang Polri. Gegara kepergok mengontrol kantor PDIP Solo, harus jumpalitan menjelaskan eksistensi dan netralitasnya. Memang tak banyak yang percaya. Hanya waktu yang bisa meyakinkan netralitas Polri.
 
Tapi paling dramatis dan paling asyik ditonton memang jumpalitannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Meskipun Presiden Widodo sudah pontang-panting mengubah UU KPK sehingga akhirnya bisa nyeret KPK ke “rumpun eksekutif”, ke haribaan Presiden, tapi institusi anti-rasuah itu tidak serta-merta berada di ujung telunjuknya.
 
Ketua KPK Firli Bahuri yang kini di-nonaktifkan tampaknya lebih milih mengikuti irama tali yang diayunkan Megawati. Kisah nyata Ketum PDIP yang secara demonstratif mematut-matut dasi di leher Firli Bahuri di hadapan khalayak ramai saat acara kenegaraan di Senayan (16/8/23), menjadi indikasi kuat akan dugaan itu (dekat Megawati).
 
Ketika Agus Rahardjo (Ketua KPK 2015-2019) dibentak (Presiden) agar hentikan kasus e-KTP yang melibatkan Setya Novanto tapi tidak digubris, mungkin masih bisa ditoleransi. Sebab KPK ketika itu statusnya independen.
 
Tapi sekarang kan KPK sudah dijaring masuk dalam rumpun eksekutif. Sedang pemimpin eksekutif tertinggi itu ya Presiden. Apa kata dunia jika ketua KPK tidak nurut sama Presiden? Ada apa dengan Firli Bahuri? Jadi benar dia orang Megawati?
 
Bukan urusan kita (rakyat biasa) untuk investigasi mencari kebenaran apakah Firli itu orang Megawati atau telunjuknya Presiden Widodo. Catatan pendek ini dibuat hanya agar kita tidak usah tanya kiri-kanan: “Kenapa Presiden harus bentak-bentak Ketua KPK?”
 
KPK memang instrumen paling ampuh untuk bikin lawan politik lumpuh. Tapi juga bisa ampuh untuk bikin koalisi tetap utuh. Paham maksud kalimat ini?
 
Tapi kenapa Firli Bahuri banyak buang waktu, muter-muter nyari bukti, tidak lekas men-TSK-kan Anies Baswedan? Akibatnya, sekarang menjadi sandungan lumayan serius di ajang Pilpres.
 
“Kesalahan” Firli yang lain menyangkut pelaporan dugaan KKN Gibran dan Kaesang yang dilaporkan sohib saya Ubedilah Badrun.
 
Alih-alih ditutup dengan alasan tidak cukup bukti, eh KPK malah bikin infografis dan diagram skandal KKN dua anak Presiden itu. Seperti disodorkan sebagai ancaman. Akibat lainnya, Gibran dan Kaesang, dua anak muda yang bak meteor di langit politik nasional, tak bisa lepas dari kasus itu.
 
Kalau begitu, berarti Firli Bahuri dikriminalisasi dengan tuduhan meras SYL itu, dong?
 
Kita tidak usah repot-repot nyari tahu apakah (tuduhan meras SYL) itu kriminalisasi atau diskriminasi. Sebab kalau tuduhan itu toh benar, tapi jika Ketua KPK nonaktif itu (masih) kesayangan Presiden, mungkinkah polisi, apalagi hanya setingkat Kapolda, berani men-TSK-kan Firli?
 
Kunci untuk ungkap kasus (Firli Bahuri) ini bisa ditelusuri ke Boyamin Saiman, bos Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Kawan saya yang wong Solo ini desak Polri agar lekas memenjarakan Firli Bahuri. Bisa saja dikabulkan.
 
Toh beberapa pekan sebelumnya Arkaan dan Almas, dua anak Boyamin, minta kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan mereka agar Gibran, anak Presiden Widodo, eh dikabulkan.
 
Akhirnya, lain lubuk lain ikannya, lain yang berseteru lain pula korbannya. rmol news logo article

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA