Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PHK dan Kepemilikan Saham Pekerja

Oleh: Suroto*

Minggu, 09 Maret 2025, 03:57 WIB
PHK dan Kepemilikan Saham Pekerja
Ilustrasi/Ist
GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) di tanah air akhir-akhir ini terus menyeruak. Selain alasan lesunya kondisi ekonomi makro, juga karena alasan banjirnya barang impor untuk barang jadi yang menyebabkan rontoknya industri di dalam negeri dan masalah tata kelola. 
Selamat Berpuasa

Di bulan Januari 2025 saja, menurut Kementerian Ketenagakerjaan tercatat ada 3.325 pekerja yang terkena PHK. Angka tersebut tentu belum termasuk data dari PHK di PT. Sritex yang sebanyak 8.500 yang terjadi baru baru ini. 

Di lapangan, PHK bukan saja karena alasan pembubaran perusahaan, namun juga ada yang dilakukan PHK oleh perusahaan secara sepihak. Biasanya dilakukan karena alasan efisiensi. 

Pemerintah tentu perlu menciptakan solusi komprehensif. Pekerja yang di-PHK tak hanya perlu solusi jangka pendek tapi juga jangka panjang dan sekaligus preventif terhadap meluasnya gelombang pengangguran. 

Dalam solusi jangka panjang, untuk mengurangi terjadinya gelombang PHK,  perlu juga dilakukan  rekayasa manajemen perusahaan agar perusahaan memiliki daya tahan yang kuat dan jaminan kerja dan kesejahteraan yang lebih baik bagi pekerja. 

Salah satu skema rekayasa organisasi yang lazim dilakukan  perusahaan adalah dengan model program kepemilikan saham pekerja (employee share ownership plan/ESOP). Program ini adalah dilakukan dengan membagi saham kepada pekerja dengan cara mendivestasi saham perusahaan secara terbatas kepada para pekerjanya. 

Melalui program ESOP, maka para pekerja dari level jabatan pekerja paling tinggi hingga paling bawah akan mendapatkan bagian saham perusahaan. Diharapkan dengan program ESOP ini maka setiap pekerja diharapkan akan meningkatkan tanggung jawab pekerja terhadap keberlangsungan perusahaan, meningkatkan produktivitas dan yang pasti untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan pekerja. 

ESOP ini tentu tidak mungkin dapat dikerjakan jika tanpa dipaksa oleh satu regulasi. Sebab pada umumnya pengusaha akan merasa bahwa pemberian saham bagi pekerja itu dianggap sebagai pengurangan kekayaan atas perusahaan ke tangan pekerja. 

Di Amerika Serikat misalnya, regulasi khusus tentang ESOP ini telah diterbitkan sejak tahun 1974 dan kemudian diperbaharui pada tahun 1984. Pada intinya perusahaan memang harus dipaksa untuk melakukannya demi keberlangsungan dan kebaikan perusahaan itu sendiri. 

Bernie Sanders, kandidat Presiden Amerika Serikat tahun 2019 pernah mewacanakan skema ESOP Demokratis. Ide ini cukup radikal karena diharapkan regulasi mengatur agar perusahaan berada di bawah kuasai dominan para pekerja dengan kepemilikan saham perusahaan sebesar 51 persen. 

Di Indonesia, kebijakan untuk memberlakukan regulasi ESOP ini memang sangat terlambat. Bahkan sampai hari ini sebagai wacana di tingkat organisasi buruh dan masyarakat sipil belum terjadi. 

Anggota parlemen maupun pemerintah juga belum pernah mewacanakan untuk ini. Kalaupun ada yang telah menerapkan secara sukarela masih sangat terbatas dan kecil sekali nilai prosentasenya. Selain masih terbatas diterapkan pada kelompok level manajerial. 

ESOP ini selain secara mikro akan  memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, sesungguhnya secara makro juga berdampak penting untuk meningkatkan stabilitas ekonomi, ciptakan pemerataan ekonomi dan ciptakan produktivitas ekonomi nasional. 

Perintah konstitusi kita jelas, bahwa perekonomian kita itu musti disusun ke arah sistem kekeluargaan dan berasaskan demokrasi ekonomi, efisiensi-berkeadilan. Ini artinya ESOP ini adalah imperatif dan penting bagi pencapaian tujuan keadilan dan kemakmuran bangsa. rmol news logo article

*Penulis adalah Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA