Pertanyaan yang muncul pertama adalah apakah akan ada penambahan bacapres. Kedua, apa yang menentukan konstruksi bongkar pasang koalisi dalam mencalonkan bacapres dan bacawapres.
Ambang batas parlemen 4 persen telah menyeleksi dari 16 parpol menjadi 9 parpol yang lolos parlemen tahun 2019. Kesembilan parpol tersebut dari terbesar ke terkecil adalah PDI Perjuangan 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi, Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi, dan PPP 19 kursi.
Sampai hari ini, PDI Perjuangan tercatat belum berkoalisi dengan satu pun parpol pemenang pemilu 2019 dalam mendukung Ganjar Pranowo, yang berarti jumlah kursi di parlemen masih 128.
Prabowo Subianto didukung oleh Gerindra, Golkar, dan PAN, sehingga jumlah kursi di parlemen sebanyak 207 kursi. Anies Rasyid Baswedan didukung oleh Nasdem, PKB, dan PKS, dimana jumlah kursi sebanyak 167. Sisanya yang belum mengambil keputusan adalah Demokrat dan PPP dengan jumlah kursi sebanyak 73 (12,7 persen).
Artinya, ambang batas pengusulan bacapres dan bawapres sebanyak 20 persen dari jumlah kursi DPR hasil pileg 2019 mempunyai konsekuensi bahwa mustahil ada penambahan pasangan bacapres dan bacawapres yang baru. Juga tidak mungkin Demokrat dan PPP tidak bergabung untuk mendukung salah satu dari bacapres, yang sudah mengumumkan pencapresan.
Implikasinya adalah potensi prioritas pemenang capres di atas kertas secara perhitungan peluang statistika adalah Prabowo Subianto sebanyak 207 kursi, Anies Rasyid Baswedan yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar dengan jumlah kursi 167, dan terakhir Ganjar Pranowo sebanyak 128 kursi.
Artinya, sekalipun PDI Perjuangan menggunakan tongkat komando Soekarno sebagai simbolik kampanye dan Muhaimin Iskandar menggunakan strategi kombinasi antara petunjuk langitan, ikon Gus Dur, dan penawaran hiperbola menggratiskan BBM untuk sepeda motor, namun kemungkinan Demokrat dan PPP berpeluang lebih besar ikut masuk koalisi menang pilpres, apabila bergabung dengan Gerindra, Golkar, dan PAN dalam mendukung Prabowo Subianto.
Itu dibandingkan mendukung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, terlebih kepada Ganjar Pranowo, karena masalah psikologis membangun peningkatan citra parpol dan rekam jejak di masa yang lalu.
Potensi konstruksi pilpres mungkin hanya dapat berubah menjadi satu putaran, apabila Megawati Soekarnoputri memutuskan, agar Ganjar Pranowo dijadikan sebagai bacawapres Prabowo Subianto. Sehubungan Muhaimin Iskandar dijadikan sebagai saksi Tipikor oleh KPK, maka secara implisit, arus dukungan teralirkan ke Prabowo Subianto.
Penulis adalah peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang juga pengajar Universitas Mercu Buana
BERITA TERKAIT: