Demo agar Gerung diperiksa polisi pada Jumat (4/8) terjadi di empat kota: Semarang, Yogyakarta, Medan dan Balikpapan. Ada lagi, ancaman demo 10.000 orang muncul dari LSM Barikade 98.
Ketua Barikade 98, Benny Ramdhani, kepada wartawan, Rabu (2/8) mengatakan:
"Kita persiapan konsolidasi aksi besar di daerah-daerah dan juga di Jakarta pada 10 Agustus 2023. Di Jakarta kami sekitar sepuluh ribu orang."
Masyarakat kita suka ribut. Situasi memanas. Seolah bakal terjadi bentrok besar. Padahal, itu cuma riak-riak kecil demokrasi. Sebentar lagi masyarakat bakal rukun lagi. Percayalah.
Itu pernah disampaikan Peneliti di Asia Research Institute, National University of Singapore, Prof Kishore Mahbubani dalam tulisannya dipublikasi Jumat, 8 Oktober 2021 Mahbubani menyatakan, ada dua hal keunggulan Jokowi:
Pertama: Mampu merangkul pesaing yang sudah kalah. Maksudnya, di Pilpres 2019 Jokowi bersaing dengan Prabowo Subianto. Sengit. Seolah Indonesia bakal pecah. Tapi malah bersatu. Rukun lagi.
Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019 mengumumkan, menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan. Itu, tiga hari setelah Jokowi dilantik sebagai Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Minggu 20 Oktober 2019.
Kedua: Jokowi berhasil membalikkan momentum atas pertumbuhan partai-partai berbasis Islam yang eksklusif dibalik menjadi inklusif. Dan, sama sekali tanpa konflik masyarakat.
Prof Mahbubani: "Jokowi telah menyatukan kembali negaranya secara politik. Seperti yang dia katakan kepada saya dalam sebuah wawancara baru-baru ini, Pilar ideologi Indonesia, Pancasila, menekankan persatuan dalam keragaman.”
Sekarang, kegaduhan Jokowi dihina Gerung itu cuma riak-riak kecil. Tak ada apa-apanya. Seperti sudah dikatakan Jokowi soal hinaan Gerung ini, kata Jokowi: “Itu kecil. Saya kerja aja.”
Meski di lapangan kini masyarakat sedang panas. Masyarakat panas cuma di satu sisi. Pada sisi pembela Jokowi. Tidak ada lawan, atau pembela Gerung. Kecuali pihak Partai Demokrat dan Partai Nasdem.
Gerung mestinya ceramah di Kopi Bento Sleman, DIY, Rabu, 2 Agustus 2023. Tapi, Gerung dihalangi massa, demo. Sampai Grung dikawal ketat tim Polri. Khawatir terjadi apa-apa.
Soal itu, Gerung menggelar jumpa pers di Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2023, ia katakan begini:
"Soal ini soal biasa saja, kan. Mau dibawa ke jalur hukum, ya jalur hukum, oke. Tetapi jangan halangi saya untuk bicara dengan para mahasiswa, dong."
Padahal, sehari sebelum di Yogya (Selasa, 1 Agustus 2023) Gerung juga ceramah di kampus Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Jatim. Di sana ia didemo massa yang menolak kedatangannya.
Setelah jadi pembicara, Gerung dikawal ketat sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undar. Massa tidak sampai menyentuh Gerung.
Polda Metro Jaya belum memanggil Gerung. Penyidik masih mempelajari, apakah ucapan Gerung “bajingan tolol” masuk pelanggaran pidana atau tidak.
Di konferensi pers, pernyataan Gerung mundur. Jika semula ia tegas mengatakan, Presiden Jokowi bajingan tolol, di konferensi pers, berubah drastis. Tidak konsisten seperti semula. Ia katakan begini:
"Pernyataan saya itu tidak diarahkan kepada pribadi Presiden Jokowi. Tapi pada lembaga publik, itu kabinet bahkan yang di dalamnya ada Pak Moeldoko. Jadi, kita gagal untuk membawa bangsa ini pada percakapan intelektual.”
Entah, mengapa pernyataan Gerung mundur dibanding sebelumnya. Mungkin saja ia takut ditangkap polisi. Gerung pengkritik Presiden Jokowi, tapi anehnya sekaligus juga takut ditangkap.
Ia setengah kritikus, setengah takut. Di konferensi pers, ia minta maaf ke publik karena, katanya, sudah membuat gaduh. Bukan minta maaf ke Jokowi, sebagai topik bahasan.
Kombes Ade Safri: "Penyidik mendatangkan ahli hukum pidana. Dijadwalkan akan diklarifikasi Jumat, 4 Agustus 2023. Semua dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh pelapor adalah delik biasa. Bukan delik aduan."
Polda Metro Jaya melakukan klarifikasi terhadap empat bidang keahlian. Ahli hukum pidana, ahli bahasa, ahli ITE dan ahli Sosiologi Hukum.
Muncul Dugaan Adu DombaSalah satu pihak pelapor Gerung ke Polda Metro Jaya, Ketua Umum Relawan Indonesia Bersatu, Lisman Hasibuan meminta Polda Metro Jaya segera memanggil Rocky. Terkait dugaan penghinaan Rocky terhadap Presiden Jokowi.
Sebab, menurutnya, sudah ada pihak yang berusaha mengadu domba masyarakat. Pihak itu menunggangi kehebohan ini, agar terjadi konflik antar masyarakat.
Yakni, adanya sebaran foto Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto berfoto dengan Gerung. Mengesankan, seolah Prabowo menggandeng Gerung setelah heboh penghinaan Jokowi.
Lisman Hasibuan: "Padahal kami cek, itu foto lama namun dikeluarkan pada saat kasus ini sedang viral.”
Dilanjut: "Ada pihak-pihak yang ingin adu domba antara Jokowi dengan Prabowo terkait kasus Rocky Gerung yang menjadi perhatian publik. Saya berharap Rocky segera diperiksa dan ditangkap. Supaya heboh ini tidak berkembang ke mana-mana.”
Heboh ini ditanggapi Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Ia kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023 mengatakan:
"Kasus ini gak bisa ditoleransi. Untuk itu saya juga berharap penegak hukum mengambil langkah-langkah sesuai dengan perundangan yang berlaku. Gak bisa dibiarkan seperti ini. Bernegara ada aturannya, rule-nya jelas gak boleh sembarangan.”
Dilanjut: "Kalau perlu Moeldoko yang akan laporkan Gerung ke kepolisian."
Sedangkan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan: “Rocky Gerung intelektual songong dengan kualitas otak udang. Maka, sebentar lagi akan merasakan jeruji besi.”
Dari semua itu tampak dua hal:
Pertama, perjuangan Gerung mengkritik Presiden Jokowi, setengah-setengah. Ia memposisikan diri sebagai pengkritik presiden, sekaligus juga takut ditangkap polisi.
Kedua, kini Polri dalam tekanan massa. Agar memenjarakan Gerung. Terbukti, ada tiga laporan polisi untuk satu perkara yang sama. Belum ditambah laporan polisi dari Jenderal Purn Moeldoko.
Kita tahu, Aparat Penegak Hukum (APH) harus bebas dari tekanan pihak mana pun dalam mengusut perkara hukum. Tapi ini ditekan. Sehingga laporan masyarakat pertama ke Bareskrim Polri oleh Bara JP, ditolak. Sebab, penghinaan delik aduan. Arti delik aduan, penyidik bisa mengusut jika pihak yang dihina melapor polisi. Tidak boleh diwakilkan.
Presiden Jokowi selaku orang yang dihina, sudah menyatakan tidak akan lapor polisi. “Saya kerja aja,” kata Jokowi.
Jadi, seharusnya perkara ini berhenti. Selesai. Tidak dilanjutkan. Tapi tekanan masyarakat terus bertubi-tubi. Polisi terpaksa menerima laporan-laporan itu.
Terbaru, seperti dikatakan Kombes Ade Safri di atas, perkara ini bukan delik aduan. Melainkan delik biasa. Artinya, tidak perlu lagi aduan dari Jokowi, sudah bisa diusut. Walaupun Gerung juga belum dipanggil.
Maka, polisi sambil mikir, meminta pendapat para ahli. Sambil menunggu perkembangan terbaru. Misal, tiba-tiba Gerung minta maaf kepada Presiden Jokowi. Sekalian mundur total. Tidak setengah-setengah.
Tapi, sepertinya Gerung tidak akan minta maaf kepada Presiden Jokowi. Karena dari segi waktu sudah telat. Juga, kalau ia minta maaf, selesai sudah 'karir' tukang olok-olok. Tidak ada lagi pihak yang memesan ia untuk itu. Tidak laku lagi.
Betapa pun, ini cuma riak kecil. Tidak bakal membesar jadi konflik horizontal, misalnya. Di kampanye Pilpres 2019 kondisinya jauh lebih membara dibanding ini. Toh, aman-aman saja.
Masyarakat kita sudah biasa main drama ribut begini. Nanti rukun sendiri. Seperti kata Prof Mahbubani di atas. Masyarakat Indonesia mengagumkan warga dunia. Walau sebagian besar kita masih miskin.
Penulis adalah Wartawan Senior
BERITA TERKAIT: