Penutupan tersebut diikuti pengumuman dari Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), lembaga seperti LPS di Indonesia, yang menyatakan bahwa FDIC telah mengambil kendali atas simpanan pemberi pinjaman dan mentransfer aset ke entitas yang baru dibuat, Deposit Insurance Bank of Santa Clara.
FDIC mengatakan kantor SVB akan dibuka kembali pada hari Senin ini sehingga nasabah yang dananya diasuransikan dapat menarik simpanan. Namun, ternyata ada 89% simpanan bank yang tidak diasuransikan. Ini berarti ada miliaran dolar sekarang yang tidak dapat diambil oleh nasabah.
Regulotor meminta Manajemen SVB melakukan langkah
bail in, yaitu meminta pemilik SVB mencari modal dari bank lain untuk bergabung dengan SVB untuk mengamankan simpanan masyarakat tanpa jaminan tersebut.
Penyebab Runtuhnya SVBSebelum ditutup pada Jumat 10/3, selama 1 pekan sebelumnya SVB mengumumkan bahwa mereka telah kehilangan 1,8 miliar dolar AS pada penjualan aset yang dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan modal untuk mengimbangi arus keluar deposito, dan berencana untuk menjual sekitar 2,25 miliar dolar AS saham baru.
Pengumuman itu telah memicu lebih banyak penarikan dari nasabah. Akibatnya, saham bank anjlok 60% pada hari Kamis, dan 60% lainnya dalam perdagangan premarket pada hari Jumat.
FDIC terpaksa campur tangan dan menghentikan penjualan karena para deposan menarik uang mereka dengan terburu-buru sehingga kebangkrutan bank menjadi tidak terhindarkan.
Ada dua penyebab utama, runtuhnya SVB yang pertama adalah kesalahan fatal dari manajemen SVB Bank dan kedua adalah SVB terlalu fokus pada perusahaan rintisan.
Manajemen SVB Membuat Kesalahan Mendasar Manajemen SVB menginvestasikan deposito jangka pendek dalam aset jangka panjang dengan suku bunga tetap. Setelah itu suku bunga jangka pendek naik dan bank gagal pun terjadi.
SVB Terlalu Fokus Financing Teknologi dan StartupSVB merupakan Bank yang fokus kepada pembiayaan perusahaan teknologi dan
start up. Bank ini memiliki aset sekitar 209 miliar dolar AS dan deposito 175,4 miliar dolar AS dan dinyatakan sebagai bank peringkat ke-16 sebagai pemberi pinjaman AS terbesar pada 2022 lalu.
SVB dikabarkan mengalami tekanan hebat karena kekhawatiran resesi, suku bunga yang lebih tinggi, dan perlambatan pasar untuk penawaran umum perdana. Faktor-faktor ini mempersulit
start up untuk mengumpulkan uang tambahan dan membuat nasabah menarik simpanan mereka di SVB.
FDIC mengatakan kantor SVB akan dibuka kembali pada hari Senin sehingga deposan yang diasuransikan dapat menarik simpanan. Namun, menurut regulator, 89% simpanan bank tidak diasuransikan, yang berarti miliaran dolar sekarang mungkin terdampar.
Menurut sumber
Reuters, agensi saat ini sedang mencari bank lain untuk bergabung dengan SVB untuk mengamankan simpanan tanpa jaminan.
Kehancuran SVB Mengguncang Industri Teknologi Start UpRuntuhnya Bank yang berfokus pada teknologi dan
start up menjadi bahan pembicaraan di media sosial. Angel investor seperi SVB kemarin dipuji karena peranannya dalam mengembangkan perusahaan
start up teknologi di AS dan Dunia. Namun pekan ini pujian tersebut runtuh dan masa depan teknologi
start up mengalami nasib di ujung tanduk.
Kegagalan SVB dianggap sebagai keruntuhan terbesar dalam sistem perbankan AS melalui kanal Mutual Fund. Pembiayaan mengunakan Mutual Fund banyak digunakan untuk pengembangan start up namun kini Mutual Fund diprediksi menjadi sumber krisis baru di sektor keuangan sejak krisis keuangan 2008 lalu.
Runtuhnya SVB telah mengirimkan gelombang tsunami melalui pasar saham Eropa dan Asia, yang anjlok pada hari Jumat karena investor mulai melepas saham bank AS karena masalah likuiditas tersebut.
Kritik Cara Penanganan Bank Gagal SVBBanyak analis keuangan berpendapat bahwa cara otoritas keuangan AS dalam menyelamatkan bank gagal SVB dinilai tidak tepat. Otoritas keuangan sengaja membiarkan SVB runtuh karena otoritas tidak melakukan
bail out dan tidak memberikan jaminan kepada dana nasabah yang tidak terasuransikan.
Cara penanganan bank gagal SVB oleh otoritas keuangan AS seperti itu akan menyebabkan dampak buruk yang lebih besar baik di AS maupun di dunia. Ada konsekuensi mengerikan yang akan dihadapi sektor perbankan setelah ledakan Silicon Valley Bank (SVB). Dampak sistemik akan bermunculan seperti krisis ekonomi yang lebih luas di AS dan Di Dunia.
Cara penanganan bank gagal terhadap SVB termasuk tidak lazim di AS. Otoritas keuangan AS biasanya rutin melakukan
bail out terhadap bank gagal seperti yang diakukan pada krisis keuangan 2008 lalu.
Mereka menerapkan
the lender of last resort di mana regulator kerap melakukan
bail out dan menjamin semua uang nasabah yang ditempatkan pada bank gagal bayar tersebut.
Di Indonesia, kita mengenal Bank Century yang di-
bail out oleh otoritas keuangan Indonesia dan akhirnya diselamatkan menjadi bank entitas baru bernama J Trust Bank.
Permainan Berubah dan KonsekuensinyaApa yang terjadi pada SVB yang dibiarkan runtuh adalah satu sinyal bahwa permainan penyelamatan bank sudah berubah. Dulu dikenal istilah penyelamatan menggunakan konsep
bail out, namun kini penyelamatan menggunakan konsep
bail in di mana pemilik bank yang harus bertanggungjawab dalam menyelamatkan bank sendiri. Tidak ada lagi uang publik untuk menyelematkan para pemilik bank.
Perubahan tersebut dampak dari tekanan publik dan para
tax payers yang tidak terima pajaknya digunakan untuk mengompensasi kesalahan para oligarki perbankan seperti sebelumnya. Pelajaran dari krisis keuangan 2008 lalu.
Namun perubahan permainan "
bail in" terhadap SVB punya konsekuensi serius di masa depan dan dapat menyebabkan kehancuran perbankan yang besar.
Setelah kejadian runtuhnya SVB, Dunia kini menyadari apa artinya simpanan nasabah yang tidak diasuransikan. Pelajaran dari SVB, menyebabkan para nasabah yang memiliki simpanan nasabah yang tidak diasuransikan segera menarik dananya di sejumlah bank lainnya.
Efek penarikan dana yang masif tersebut akan menyebakan runtuhnya bank-bank serupa SVB yang khususnya jenis bank yang menggunakan skema
mutual fund dalam pembiayaan perusahaan
start up.
Third round effect yang mungkin dapat terjadi dari runtuhnya SVB adalah tutupnya banyak perusahaan
start up di seluruh dunia. Mereka ada ribuan usaha yang dikenal sebagai entitas bisnis yang paling cepat dan paling inovatif di dunia. Kekurangan modal terhadap perusahaan
start up akan menyebabkan perusahan tersebut akan gagal melakukan penggajian di masa depan.
Four round effect lain akan terjadi manakala setelah SVB, banyak bank lain runtuh khususnya mereka yang bergerak membiayaan
start up, maka keruntuhan bank akan segera menyebar ke seluruh nadi keuangan dunia dan memunculkan krisis keuangan baru di tahun 2023. Ini adalah pengulangan siklus 15 tahunan dari krisis keuangan 2008 sebelummnya.
Semoga efek runtuhnya SVB tidak menyebabkan "goncangan besar" bagi dunia keuangan di Indonesia, meski sebenarnya banyak lembaga keuangan baik BUMN maupun swasta yang melakukan skema
mutual fund yang sama untuk membiayai
start up di Indonesia.
Meski demikian, otoritas keuangan Indonesia harus berhati-hati mencermati dampak runtuhnya SVB terhadap sektor keuangan Indonesia. Paling tidak dengan melakukan
update pengawasan terbaru sehingga pantauan risiko sistem perbankan menjadi efektif.
Patut diingat bahwa bank gagal terjadi karena lemahnya pengawasan risiko sistem keuangan yang dilakukan oleh para otoritas keuangan. Manajemen bank mungkin melakukan kesalahan namun kenapa kesalahan tersebut dibiarkan itu adalah tanggung jawab otoritas stabiltias sistem keuangan, yang kini menggunakan UU Omnibus Law sektor keuangan PPSK terbaru adalah tanggung jawab bersama antara Bank Indonesia, OJK, LPS dimana Kementerian Keuangan merupakan
leading sector-nya.
Penulis adalah Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
BERITA TERKAIT: