Ini merupakan imbauan demokrasi. Suatu pengharapan mengakhiri gencatan konflik. Konflik lisan diharapkan segera berakhir.
Pilihan yang tersedia bukan lagi tentang berdemonstrasi menyuarakan aspirasi yang tidak kunjung disetujui pemerintah. Sebab, dunia nyata senantiasa menantang. Misalnya, dana BOS yang merupakan bantuan pendidikan memang dapat meringankan beban pendidikan anak pada banyak rumah tangga yang anaknya bersekolah di sekolah negeri. Akan tetapi daya tarik kampanye Pilpres dan Pilkada tentang bebas biaya sekolah menimbulkan tantangan ikutan.
Membebaskan dana pendidikan dalam perjalanan waktu diikuti oleh ketidakmampuan membuat setiap guru secara aktif semuanya tertib mengajar di dalam kelas. Tunjangan kinerja guru tidaklah selancar yang direncanakan Pemda pemenang Pilkada dan Pemerintah Pusat pemenang Pilpres. Kuota dana pendidikan sebesar 20 persen dari APBN telah mengakhiri sebagian pekerjaan petugas kebersihan sekolah dan sebagian petugas penjaga keamanan sekolah.
Sekolah mesti mengatasi kekurangan dana pemeliharaan air condition, membayar listrik, membayar tenaga guru ekstra kurikuler, melengkapi lembar kerja siswa, dan seterusnya. Akibatnya buku pelajaran wajib berjumlah kurang dan siswa bergiliran membaca buku, baju seragam terlambat jadi, serta beberapa kegiatan ekstra kurikuler berakhir. Ketidakcukupan dana pendidikan membuat sekolah tidak semuanya berhasil pindah ke daerah bebas banjir. Dana pendidikan tidak selalu cukup dipakai untuk memperbaiki atap sekolah yang bocor. Tidak selalu cukup untuk mengganti bangku dan kursi yang rusak. Tidak selalu cukup untuk mengganti pintu kelas yang berlubang dan rusak.
Dana pendidikan tidak cukup untuk pengadaan komputer dalam melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer. Siswa terpaksa melakukan 4 shift berbaris untuk mengantri menjawab soal ujian. Nilai hasil ujian nasional turun, karena ujian nasional sekarang bukanlah penentu dominan kelulusan siswa. Sementara itu nilai ujian nasional menjadi dasar seleksi siswa di sekolah negeri.
Kembali ke gencatan konflik. Tentu tidak ada gencatan sepihak. Haruskah perlakuan kesamaan di muka hukum dipraktekkan dengan membuat sebagian tokoh demonstran Aksi Bela Islam dan Aksi Bela Ulama mesti dipenjara secara setimpal? Ini justru ketika Ahok dan Kejaksaan sudah menghentikan pengajuan banding.
Apabila kita melihat dinamika dalam DPR, yang dapat menemukan solusi atas setiap perbedaan kepentingan, maka semestinya dapat dipertimbangkan langkah yang lebih elegan dalam menghentikan konflik lisan di antara petinggi pemerintahan dengan mereka yang dipandang pemerintah sebagai musuh berseberangan kepentingan.
Kepentingan mempraktekkan kesamaan hukum di muka pengadilan. Haruskah Ahok yang menerima dipenjara, maka para rival mesti dimasukan bui atas perburuan pemberkasan kasus hukum.
Sugiyono MadelanPeneliti INDEF dan dosen Universitas Mercu Buana