Ramadhan Dan Kapitalisme

Minggu, 04 Juni 2017, 06:52 WIB
SALAH satu faedah puasa dibulan Ramadhan ialah kemampuan menahan lapar dan dahaga, ikut merasakan apa yang selama ini jarang dirasakan. Bagi fakir-miskin menahan lapar dan dahaga merupakan keharusan. Bagi mereka rasa itu merupakan habitual sekaligus taqdir.

Islam menganjurkan ummatnya yang berkecukupan secara ekonomi dan iman untuk merasakan hal tersebut. Kewajiban tersebut telah sejak lama diterapkan, bukan hanya bagi Ummat Nabi Muhammad semata. Kewajiban berpuasa berdimensi jasmaniah dan rohaniah.

Paham materialisme yang begitu kuat mempengaruhi bahkan nyaris mengakar dalam setiap pribadi memang harus dibasmi. Betapa sering kita menilai seseorang berdasarkan apa yang visual, cantik, tampan, kaya dan jabatan yang melekat pada seseorang. Puasa mendidik kita menjadi insan yang mampu menangkap yang tersirat bukan hanya yang tersurat.

Hari ini bangsa kita sedang mengalami kejatuhan jiwa, kita lagi lembut dengan sesama, tak lagi peduli dengan sesama bahkan individualistik telah bersarang didalam jiwa kita. Urusan negara kita serahkan sepenuhnya pada politisi seolah keputusan mereka tidak mempengaruhi angka kemiskinan dan diikuti kriminalitas.

Benarlah apa yang dikatakan Nabi Muhammad bahwa kebanyakan kita hanya akan mendapatkan lapar dan dahaga. Tak perlu pembuktian empiris akan tetapi cukup kita lihat situasi dan kondisi negara kita. Mereka yang diberi amanah malah menjadi durjana padahal puasa dilakukan setiap tahun.

Harus diakui kapitalisme telah tumbuh subur dijiwa kebanyakan kita. Nyaris disemua kalangan kita temui kapitalisme, tanpa terkecuali mereka yang selalu berdakwah dan membawa qalam illahi. Konon lagi para politisi yang berlomba memperkaya diri, pengusaha yang curang demi kekayaan, maupun para akademisi yang memalsukan kebenaran dan diganti dengan pembenaran.

Semua hal itu dilatarbelakangi kapitalisme yang memaksa kita menjadi pribadi yang tamak. Kita lupa bahwa harta dan tahta harus patuh pada kita bukan sebaliknya. Tapi itulah realitas kemarin, hari ini dan bisa jadi kedepan pun demikian bila tak dihentikan. Puasa salah satu obat mujarabnya, revolusi jiwa dengan puasa yang benar.

Founding-Fathers kita menyelipkan pesan Ramadhan melalui lagu Indonesia Raya. Kita diharap membangun jiwa dan badan demi Indonesia Raya, sebagaimana Ramadhan ingin kita memiliki kesehatan jiwa dan raga. Artinya bagi Ummat Islam ada dua kemunkaran bila tidak memiliki kekuatan jiwa dan raga, kemunkaran terhadap Illahi dan negara.

Sebaliknya bila mampu menerapkan pesan Ramadhan maka dengan sendirinya kita akan menjadi patriot bangsa. Kita akan menolak suap apalagi melakukan kecurangan dengan mengambil hak orang lain (korupsi).

Penolakan atas kenikmatan semu akan membawa kita kesisi manusiawi. Kita akan bertindak atas dasar kemanusiaan, setiap keputusan kita akan membuat senyum bahagia sesama. Ramadhan harus menjadi momentum kita melenyapkan kapitalisme didalam diri kita.

Kaum pesimis sering berkomentar bahwa hanya bencana alam yang mampu mengalahkan kapitalisme. Kita Ummat Islam, Ummat beragama dan believe in God tentu tak sepakat dengan kesimpulan pasrah tersebut. Kita sebagai pemimpin diatas muka bumi ini harus menolah putus asa tersebut.

Manusia sebagai pemimpin diatas muka bumi telah diberi segala fasilitas untuk mengatasi ketamakan didalam dirinya. Ramadhan melatih fasilitas tersebut agar lebih bermanfaat dalam menghadapi kapitalisme. Ramadhan adalah momentum perlawanan atas kapitalisme.[***]


Don Zakiyamani
Ketua Umum Jaringan Intelektual Muda Islam (JIMI)
Pondok Kemuning, Langsa Lama     


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA