Bom Solo Jangan Bikin Perpecahan Umat Beragama!

Minggu, 25 September 2011, 16:03 WIB
KOTA Solo yang terkenal dengan slogannya Berseri dan memang berseri-seri selama ini lekat dengan budayanya, kini menjadi bersedih. Bagaimana tidak, bom baru saja meledak di sebuah Gereja GBIS Kepunton, Solo. Kejadian tersebut telah menewaskan seorang yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri. Korban lainnya luka-luka baik berat maupun ringan dari para jemaat gereja tersebut.
Sungguh suatu kejadian yang mengenaskan di Solo Berseri. Sejak kerusuhan Mei 1998, Kota Solo merupakan daerah yang kondisinya “aman terkendali” berbarengan dengan Yogyakarta yang minim konflik.

Namun yang selama ini menjadi ganjalan dan selalu menjadi sorotan adalah di Solo yang tepatnya di Ngruki, adalah tempat pesantren dari Abu Bakar Baasyir berada.

Setiap ada peristiwa teror, sejak kejadian bom Bali I maupun bom Bali II, semua perhatian tertuju ke arah pesantren itu. Stigma inilah yang kemudian terbangun dan berdampak negatif bagi sebagian golongan tertentu. Banyak perdebatan dan ikhtilaf mengenai itu, dari istilah jihad, keyakinan beragama, sampai anti zionisme beserta sekutunya.
 
Seperti yang telah kita ketahui, pada tanggal 16 Juni 2011 yang lalu Abu Bakar Baasyir telah divonis 15 tahun penjara setelah menjalani penangkapan yang kontroversial sekaligus persidangan selama berbulan bulan. Landasan pola fikir mengenai syariat Islam kemudian dibawa ke ranah hukum sebagai pembelaan beliau, menurut saya adalah lebih ke arah fanatik yang berlebihan yang nampak daripada kepiawaian dalam menghadapi tuntutan hukum pidana.
 
Kenapa dua peristiwa ini kemudian yang pertama muncul untuk dikaitkan? Karena apapun bentuk serangan yang diduga bom bunuh diri maka arah pandangan langsung menuju pada satu kata, terorisme. Dan seperti sebuah jalur lurus, keidentikan terorisme di Indonesia langsung mengarah pada Jama’ah Islamiyah. Bukan hanya di Indonesia, di belahan dunia manapun itu yang dijadikan kesepakatan dalam hati, paling tidak kesepakatan awal sebuah analisis.
Memang, banyak upaya untuk membalikkan hal itu, definisi kata jihad yang menjadi ujung permasalahan diperjelas kembali. Namun justru itulah yang kemudian malah menambah pembenaran adanya anggapan tersebut.
 
Selain hal yang tidak terduga, yaitu Solo yang asalnya menjadi basis kemudian juga merangkap predikat sebagai target. Seperti bisa dikatakan, bahwa “mereka sudah beraksi dihalaman rumah mereka sendiri”. Maka ada satu hal lagi yang patut diwaspadai, bahwa regenerasi “kelompok yang dianggap sebagai teroris” masih ada, dan masih mampu melakukan aksinya. Walau, dari waktu ke waktu selama ini intensitasnya semakin jarang dan semakin kecil pula kemampuan mereka, dalam artian skala teror yang dihasilkannya. Namun, hal itu semua adalah dugaan semata.
 
Kita berharap, pihak kepolisian dapat cepat mengungkap peristiwa di balik itu, karena bila salah dalam memahami peristiwa yang tidak kunjung jelas akan memicu  isunya yang sangat rentan. Di balik kalem dan ketenangan Solo, jangan sampai terusik oleh hal yang semestinya bisa dihindari. Oleh karenanya, Solo tetaplah Berseri!
 
R. Wisanggeni
Jl. Satrio Wibowo
Surakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA