QRIS Sah, Tapi Menolak Uang Tunai Melanggar UU

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 25 Desember 2025, 10:37 WIB
QRIS Sah, Tapi Menolak Uang Tunai Melanggar UU
Wakil Ketua Umum DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay (Foto: Dok. Pribadi)
rmol news logo Penggunaan sistem pembayaran digital seperti QRIS sah, namun menolak pembayaran tunai melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. 

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, menanggapi insiden seorang nenek yang ditolak berbelanja karena hanya memiliki uang tunai.

Saleh mengaku sebetulnya mendukung penuh perkembangan teknologi digital, termasuk dalam sistem pembayaran, karena memberi banyak kemudahan bagi masyarakat.

“Sebagai orang yang berlatar belakang akademik, saya tentu sangat senang melihat fenomena perkembangan teknologi digital saat ini. Banyak urusan yang dapat dikerjakan lebih cepat dan mudah. Ada banyak manfaat lain yang mengiringi semua kemudahan tersebut,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 25 Desember 2025. 

Saleh bahkan mengaku aktif menggunakan sistem pembayaran non-tunai dalam kesehariannya.

Namun, ia menekankan bahwa tidak semua orang atau tempat cocok dengan sistem digital. Banyak anak di bawah umur, lansia, dan masyarakat di daerah terpencil masih bergantung pada uang tunai karena keterbatasan akses digital maupun perbankan.

“Indonesia sangat luas, banyak desa belum memiliki bank, dan jaringan internet tergantung listrik. Kondisi ini membuat transaksi digital sulit dilakukan,” jelas Saleh.

Saleh yang juga Legislator Fraksi PAN ini mencontohkan keterbatasan jaringan internet di daerah pemilihannya (Dapil) Sumatera Utara (Sumut) II.

“Kalau mau transaksi cashless perlu internet. Di dapil saya, malah, internet hanya bisa aktif kalau ada listrik (PLN). Kalau listrik padam, jaringan telepon terganggu,” katanya.

Tak hanya itu, kata Saleh, akses perbankan di desa-desa juga masih menjadi persoalan serius.

“Oh ya, tidak semua desa itu ada bank. Kalau mau cashless, kan harus ke bank dulu. Buka rekening, masukkan uang simpanan, dan melengkapi semua persyaratan. Bayangkan betapa susahnya mereka yang tinggal di desa harus ke ibukota kecamatan terlebih dahulu hanya untuk urusan cashless,” tutur Ketua Komisi VII DPR RI ini.

Atas kondisi tersebut, Saleh menegaskan bahwa negara wajib hadir dan menjamin keadilan bagi seluruh warga negara.

“Negara harus hadir bagi semua warga negara. Semua harus diperlakukan secara adil. Tidak boleh ada yang ditinggalkan. Sebab, tugas negara adalah melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Itu termaktub secara eksplisit di dalam konstitusi,” tegasnya.

Lebih jauh, Saleh juga mengkritik pelaku usaha yang membuat aturan sepihak demi kemudahan operasional.

“Pembayaran non-tunai sah, tapi tidak boleh menghilangkan hak menggunakan uang tunai. Uang cash tetap alat pembayaran sah yang diakui negara,” tuturnya.

Saleh juga mempertanyakan logika menolak uang tunai, padahal negara mencetaknya dan banyak pihak bekerja di sektor tersebut. “Kalau cash ditolak, buat apa negara mencetak uang?” pungkasnya. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA