Hindari Cicak Vs Buaya Versi Baru

Presiden Harus Segera Panggil Jaksa Agung dan Ketua KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Minggu, 21 Desember 2025, 23:15 WIB
Presiden Harus Segera Panggil Jaksa Agung dan Ketua KPK
Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Dokumentasi RMOL)
rmol news logo Ketegangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) harus segera diantisipasi Presiden Prabowo Subianto agar tidak muncul istilah Cicak Vs Buaya versi lain.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto merespons munculnya ketegangan antara Kejagung dan KPK setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Jaksa yang terlibat kasus tindak pidana korupsi.

Misalnya seperti jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Bekasi, dan Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel).

"Apakah ini bisa dikatakan Cicak vs Buaya versi lain? Iya bisa dibilang seperti itu," kata Hari kepada RMOL di Jakarta, Minggu, 21 Desember 2025.

Menurut dia, persoalan eksistensi penegakan hukum antara Kejaksaan dan KPK bakal membuka borok masing-masing yang akan merusak kelembagaan masing-masing.

"Akhirnya saling intai satu sama lain terjadi. Baiknya presiden segera memanggil Jaksa Agung dan Ketua KPK untuk mengkonsolidasi dengan mencanangkan gerakan bersama tangkap koruptor dan sita aset. Sinergitas dan konsolidasi diperlukan untuk mengagendakan program strategis yang menjadi agenda Presiden Prabowo," pungkas Hari.

Diketahui, terkait OTT di Banten, KPK berhasil menangkap seorang Jaksa bernama Redy Zulkarnain selaku Kepala Subbagian Daskrimti dan Perpustakaan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, 2 orang pengacara salah satunya Didik Feriyanto, dan 6 orang swasta salah satunya Maria Siska yang merupakan ahli bahasa.

Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan (Korsel). Namun perkara tersebut dilimpahkan ke Kejagung karena mengklaim sudah menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) terlebih dahulu kepada mereka saat OTT KPK berlangsung pada Rabu, 17 Desember 2025.

Selanjutnya terkait OTT di HSU, KPK telah menetapkan tiga jaksa sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu; Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, Asis Budianto; serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi. Namun, Jaksa Tri Taruna masih buron karena melarikan diri saat hendak ditangkap.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Dari OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti aliran uang senilai Rp804 juta.

Selain itu, nama Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Eddy Sumarman, juga ikut dikait-kaitkan dengan OTT Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang. Dua rumah yang disebut terkait dengan Eddy, masing-masing di kawasan Cikarang dan Pondok Indah, Jakarta Selatan, telah disegel KPK.

Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang, ayahnya HM Kunang, serta seorang pihak swasta bernama Sarjan sebagai tersangka dugaan suap.

Fenomena Cicak Vs Buaya pernah mencuat di pertengahan 2009, ketika Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji menyatakan dalam wawancaranya di sebuah media nasional tentang cicak (KPK) mau melawan buaya (Polri). 

Sedangkan polemik yang terjadi saat ini istilah cicak kembali disematkan kepada KPK, sedangkan buaya kepada kejaksaan. rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA