Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej hadir mewakili pemerintah untuk menyampaikan penjelasan Presiden Prabowo Subianto atas RUU tersebut.
Eddy menjelaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Presiden juga menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah dalam seluruh pembahasan RUU bersama DPR, termasuk berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait sesuai substansi pasal-pasal yang dikaji.
Eddy menegaskan bahwa pengajuan RUU ini merupakan upaya pemerintah untuk menyelaraskan seluruh ketentuan pidana di luar KUHP dengan sistem pemidanaan baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026. Penjelasan Presiden disampaikan untuk mempertegas arah penyusunan beleid tersebut.
Ia menambahkan, RUU Penyesuaian Pidana ini disusun untuk menata kembali ketentuan pidana dalam undang-undang sektoral dan peraturan daerah, agar sejalan dengan struktur dan asas-asas pemidanaan dalam KUHP baru.
“Penyesuaian ini merupakan bagian dari komitmen negara untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan pidana nasional berjalan dalam satu sistem hukum yang terpadu konsisten dan modern,” kata Eddy.
Ini empat alasan utama pentingnya penyusunan RUU ini:
1. Perubahan sosial yang cepat serta kebutuhan harmonisasi sistem pemidanaan mengharuskan adanya penataan ulang berbagai ketentuan pidana di undang-undang sektoral agar selaras dengan filosofi dan struktur pemidanaan KUHP baru.
2. Pidana kurungan sebagai pidana pokok telah dihapus dalam KUHP baru, sehingga seluruh aturan yang masih memuat pidana kurungan perlu dikonversi dan disesuaikan.
3. Sejumlah ketentuan dalam KUHP baru masih memerlukan penyempurnaan, baik terkait format, kebutuhan penjelasan tambahan, maupun ketidaksesuaian dengan pola perumusan yang menghapus minimum khusus dan pidana kumulatif.
4. Penyesuaian harus dilakukan sebelum KUHP berlaku pada 2 Januari 2026, guna menghindari ketidakpastian hukum, tumpang tindih aturan, dan disparitas pemidanaan.
BERITA TERKAIT: