Bukan dalam arti membongkar atau menghancurkan lembaganya, melainkan mengembalikan peran dan fungsi lembaga tersebut sesuai amanat konstitusi.
Menurut Titi, reset penyelenggara pemilu berarti mengembalikan penyelenggara pada setelan ideal yakni profesional, independen, dan kredibel.
“Reset tidak sama dengan membakar rumah penyelenggara pemilu. Reset penyelenggara pemilu adalah mengembalikan eksistensi lembaga ini pada setelan yang dikehendaki Konstitusi,” ujar Titi lewat akun X miliknya seperti dikutip redaksi di Jakarta, Minggu, 12 Oktober 2025.
Ia menegaskan, langkah reset membutuhkan kerja besar dan komitmen kuat dari semua pihak, karena bukan jalan pintas dalam penataan kelembagaan.
“Jadi jangan salah konklusi memahami makna reset penyelenggara pemilu,” sambungnya.
Lebih jauh, Titi menilai bahwa penataan keserentakan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu sebagaimana diamanatkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 120/PUU-XX/2022 harus menjadi bagian dari agenda reset kelembagaan.
Hal itu, lanjutnya, perlu dijalankan beriringan dengan reformasi sistem perekrutan, desain institusional, serta peningkatan transparansi.
Menurut Titi, saat ini momentum untuk melakukan reset terbuka lebar, karena waktu menuju Pemilu Serentak Nasional 2029 dan pemilu daerah berikutnya masih cukup panjang.
Namun ia mengingatkan, waktu itu akan sia-sia jika elite politik justru memilih jalan pintas dengan menambal sulam kelemahan penyelenggara tanpa perbaikan mendasar.
“Kalau hanya tambal sulam, kita akan kembali mengulang krisis setiap kali pemilu digelar,” tandas Titi.
BERITA TERKAIT: