Hal itu disampaikan Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono, dengan mengulik catatan sejarah adanya peran luar biasa perempuan Indonesia.
Mulai dari Kartini, Cut Nyak Dien, hingga tokoh-tokoh perempuan masa kini yang memimpin di berbagai sektor. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi tantangan struktural, kultural dan institusional.
“Partisipasi politik perempuan Indonesia masih rendah. Kita masih berada di peringkat ke-6 dari 10 negara ASEAN dalam hal representasi politik perempuan. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerminan dari sistem yang belum inklusif,” kata Iwan dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu malam, 17 Agustus 2025.
Lanjut dia, JAMAN berkomitmen mendorong pendidikan politik inklusif bagi perempuan. Lalu, mengembangkan kaderisasi kepemimpinan perempuan, mewujudkan kebijakan afirmatif yang berkelanjutan, memperluas akses perempuan terhadap teknologi dan pelatihan digital, dan membangun ekosistem pemberdayaan berbasis kemitraan multipihak.
Beberapa agenda khusus memeriahkan puncak HUT ke-18 JAMAN, antara lain talk show, peluncuran JAMAN Perempuan Indonesia (JAPRI) dan hiburan kesenian persembahan JAMANers (kader JAMAN).
Talk Show bertajuk "Peran Sosial Politik Perempuan dalam Kemandirian Nasional" itu, menghadirkan penulis dan penggiat perempuan yang aktivis 1998 Lilik HS serta Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati.
Iwan lalu mengutip ungkapan R.A. Kartini dalam suratnya yang menggugah, “Bukan sekali-kali karena kami ingin menjadi orang Eropa. Kami ingin menjadi manusia sepenuhnya, agar kami juga berhak atas pendidikan, atas kemajuan, dan atas kebebasan berpikir.”
Menurut JAMAN, kata-kata Kartini ini bukan sekadar seruan emansipasi, tetapi juga panggilan untuk menjadikan perempuan sebagai subjek utama dalam pembangunan bangsa.
Kemandirian nasional, kata dia tidak akan pernah utuh jika setengah dari potensi bangsa, yakni perempuan, masih dibatasi ruang geraknya oleh sistem yang patriarkal dan diskriminatif.
“Maka, perjuangan perempuan JAMAN bukan hanya perjuangan gender. Ia adalah perjuangan kemanusiaan. Perjuangan untuk menjadikan Indonesia lebih adil, lebih setara, dan lebih berdaulat,” tegasnya.
Masih kata dia, pada 16 Agustus ini dapat berkumpul dalam suasana penuh semangat dan harapan, memperingati dua momentum penting, yakni HUT ke-18 JAMAN dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80.
"Dua momentum ini bukan hanya perayaan simbolik. Ini adalah momen reflektif dan strategis,” jelasnya.
Untuk itu, JAMAN mengusung strategi arah baru yang mencakup penguatan ekonomi lokal melalui UMKM, koperasi, dan pertanian berbasis komunitas, transformasi digital rakyat dengan pelatihan teknologi untuk petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro, kedaulatan energi dan pangan. Ini dilakukan melalui hilirisasi sumber daya alam dan penguatan riset nasional, reformasi politik partisipatif, dengan mendorong keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan, serta kolaborasi lintas sektor, antara masyarakat sipil, pemerintah, swasta, dan akademisi.
“JAMAN berkomitmen, siapa pun pemimpin negeri ini, dari presiden, gubernur, bupati, atau walikota, mereka memiliki kewajiban konstitusional dan moral untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan nasional. Tanpa kemandirian, tidak ada keadilan sosial. Tanpa kedaulatan, tidak ada kemakmuran rakyat,” tukasnya.
Iwan mengenang, sejak berdiri pada 2007, delapan belas tahun bukan waktu yang singkat. Dalam kurun waktu ini, JAMAN telah tumbuh dari komunitas kecil menjadi organisasi yang hadir di berbagai provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.
JAMAN telah mengadvokasi berbagai persoalan rakyat: dari konflik agraria, ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan, hingga isu-isu strategis seperti kedaulatan pangan, energi, dan digitalisasi ekonomi rakyat.
“Kami hadir di tengah masyarakat, bukan sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari solusi. Kami tidak hanya menyuarakan aspirasi rakyat, tetapi juga membangun kapasitas mereka agar mampu berdiri di atas kaki sendiri. Karena kami percaya, kemandirian nasional hanya bisa dicapai jika dimulai dari kemandirian individu, keluarga, dan komunitas,” pungkas dia.
BERITA TERKAIT: