Bawaslu Merasa Diuntungkan Ada Jeda Pemilu Nasional dan Lokal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Minggu, 13 Juli 2025, 00:43 WIB
Bawaslu Merasa Diuntungkan Ada Jeda Pemilu Nasional dan Lokal
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja/RMOL
rmol news logo Waktu jeda dalam model keserentakan pemilihan umum (pemilu) yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), atas perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024, dirasa menguntungkan bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja menerangkan, waktu jeda 2 hingga 2,5 tahun untuk pelaksanaan pemilu tingkat nasional dan daerah, memberikan ruang yang lebih leluasa bagi pihaknya mempersiapkan tugas dan fungsi kerja pengawasan yang lebih mantap.

"Kami (memang juga) mengusulkan (adanya) jeda. Kalau dengan dua tahun (jedanya) maka yang namanya tahapan pemilu dua tahun sebelumnya sudah berjalan. Pilkada itu sama," ujar Bagja dikutip dari siaran ulang Youtube diskusi Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPD), Sabtu, 12 Juli 2025.

Dia menegaskan, respon Bawaslu terhadap Putusan MK 135/2024 bukan pada persoalan isu adhoc jajaran di tingkat kabupaten/kota. Tetapi, lebih kepada persoalan kualitas pengawasan pemilu.

"Kami tidak bicara adhoc atau non adhoc. Ini soal Pemilu Serentak ada 5 kotak, kemudian apa evaluasinya? Kualitas penyelenggaraan pemilu. Alangkah baiknya punya putusan yang baik," sambungnya.

Anggota Bawaslu RI dua periode itu menjabarkan, masa tahapan pemilu maupun pilkada idealnya dilaksanakan 2 tahun sebelum hari h pencoblosan. Sebab, banyak hal yang harus dilakukan penyelenggara pemilu yang dalam hal ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"KPU juga harus ngurus logistik kalau kampanye ruang (waktunya) agak sempit. Makanya di 2024, kekosongan waktu. Pemilu tidak hanya voting day. Ada tahapan panjang soal pemutakhiran data pemilih, persiapan perencanaan, evaluasi," urainya.

"Kalau kita lihat Pemilu 2024 baru kita alami sekarang. Begitu mulai tahapan pilkada, ada rentang (waktu tahapan) yang beririsan. Kadang menggunakan perspektif berbeda peserta pemilu, pileg, pilpres, dan pilkada ada jenjang ketika masuk pilkada dinamika sangat cepat sehingga partai belum ngobrol," sambung Bagja. 

Kemudian, calon doktor politik Universitas Andalas itu juga meyakini alasan MK memberikan jeda 2 hingga 2,5 tahun antara pemilu nasional dan daerah sudah sesuai, karena terdapat dampak yang dapat disaksikan publik sebagai akibat dari pelaksanaan pilpres, pileg DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota diserentakan dalam waktu yang sama.

"Mau tidak mau harus calon mana. Ini juga membuat parpol tergesa-gesa. Pemilih kemudian tenggelam selama satu tahun memilih dari Februari-November, belum lagi PSU (pemungutan suara ulang) juga memilih, tanpa melihat siapa yang harus dipilih dengan satu hari pemungutan suara," ungkapnya.

Karenanya, Bagja merasa banyak efek positif dari Putusan MK 135/2024, apabila nantinya benar-benar diterapkan untuk pelaksanaan pesta demokrasi selanjutnya, termasuk untuk Bawaslu itu sendiri.

"Dengan itu maka desain keserentakan harus efisien, dan sudah sejak dulu satu kitab undang-undang pemilu yaitu parpol, pemilu, dan pilkada atau kodifikasi. Maka desain ruang hukum menjadi lebih baik lagi," ucapnya.

"Kami punya waktu evaluasi sebelum pilkada dimulai. Karena jeda ada itu penyelenggara pemilu harusnya lebih baik dalam siapkan pemilu," demikian Bagja menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA