Menurut pakar intelijen dan keamanan Ridlwan Habib, transisi kekuasaan dan perubahan arah politik luar negeri Indonesia dapat memicu respons dari aktor-aktor eksternal yang merasa dirugikan.
“Oligarki itu kan berhubungan dengan pihak asing, tergantung kepentingan mereka. Bila terkait dengan Tiongkok, maka mungkin kepentingan Tiongkok yang merasa dirugikan. Kita tahu selama 10 tahun terakhir kepentingan Tiongkok sangat diuntungkan,” ujar Ridlwan lewat kanal YouTube
Forum Keadilan TV, Rabu 25 Juni 2025.
Ia menyoroti pergeseran arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Presiden Prabowo yang memilih jalur non-blok dan mendukung tatanan multipolar.
Keputusan Presiden Prabowo untuk tidak hadir dalam G7 dan justru menghadiri forum di Rusia disebut sebagai bentuk sikap independen Indonesia dalam politik global.
“Dia (Prabowo) menyebut bahwa kita adalah negara non-blok yang menganut multipolar organization. Jadi bukan lagi one polar organization, jadi PBB itu sudah nggak relevan bagi Pak Prabowo," jelasnya.
Ia menambahkan, negara-negara di kawasan seperti Singapura dan Australia yang secara geopolitik mewakili kepentingan Barat mungkin merasa terancam jika Indonesia tampil terlalu dominan di ASEAN.
“Kalau Indonesia makin menguat, tentu ada pihak yang terganggu. Ini yang oleh Presiden disebut sebagai ‘kepentingan asing’,” jelasnya lagi.
Ridlwan juga menanggapi kritik sebagian kalangan yang menilai kekhawatiran terhadap asing sebagai bentuk paranoia. Ia menegaskan bahwa Presiden memiliki akses informasi yang jauh lebih lengkap dibanding publik karena menerima laporan intelijen harian.
Tenaga Ahli Utama Bidang Keamanan di Kantor Staf Presiden periode 2019–2024 itu membocorkan, setiap hari pukul 07.00 pagi, Presiden menerima laporan dari Badan Intelijen Negara.
Di era Presiden Jokowi, bentuknya ringkas, maksimal lima lembar grafis berisi ancaman dan rekomendasi aksi harian. Di era Presiden SBY bahkan bisa sampai 100 halaman.
"Kalau era Pak Prabowo setahu saya karena saya sudah tidak lagi di KSP tapi pendengaran saya itu tertulis dan grafis," ungkapnya.
Menurutnya, laporan intelijen ini menjadi dasar kuat bagi pengambilan keputusan presiden, sehingga kekhawatiran terhadap intervensi asing bukanlah sekadar asumsi, melainkan bagian dari informasi strategis negara.
BERITA TERKAIT: