Ketua Umum PP KMHDI Wayan Darmawan mengatakan, Omnisbus Law Cipta Kerja telah membuat buruh rentan terkena PHK. Karena pemutusan kerja oleh perusahaan sangat mudah dilakukan, tanpa melalui proses perundingan.
"Padahal dalam ketentuan UU Ketenagakerjaan sebelumnya ada mekanisme perundingan jika perusahaan ingin melakukan pemutusan hubungan kerja," kata Darmawan merespons peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada Kamis 1 Mei 2025.
Lebih lanjut, Darmawan mengatakan, Omnisbus Law Cipta Kerja juga membuat buruh mengalami ketidakpastian kerja. Hal ini karena tidak ada lagi batasan maksimal durasi kontrak kerja.
Kondisi ini ini berbeda dengan peraturan sebelumnya, dimana Kontrak Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal dua tahun dan hanya boleh diperpanjang sekali selama satu tahun.
"Hal ini berdampak bahwa buruh kontrak bisa terus menerus diperpanjang tanpa pernah diangkat sebagai pekerja tetap," kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, peninjauan kembali untuk Permendag 8 juga perlu dilakukan lantaran peraturan ini telah menyebabkan industri dalam negeri terancam.
Darmawan menjelaskan bahwa Permendag ini menghapus syarat pertimbangn teknis (pertek) untuk impor, terutama pada pada komoditas pakaian jadi dan alas kaki. Sebelumnya pertek berfungsi sebagai filter produk impor.
"Penghapusan Permendag ini membuat produk impor lebih mudah masuk dan tidak terkendali di pasar dalam negeri yang berimplikasi pada terancamnya industri lokal dan memicu PHK massal," pungkas Darmawan.
BERITA TERKAIT: