Hal itu disampaikan ekonom konstitusi, Defiyan Cori dalam merespons wacana Surakarta atau Kota Solo sebagai daerah istimewa.
“Tidak hanya permasalahan latar belakang sejarah yang akan diungkit kembali, tapi juga kontribusi masing-masingnya dalam pergerakan dan perjuangan kemerdekaan serta berdirinya NKRI,” ucap Defiyan dalam keterangannya, Kamis, 1 Mei 2025.
Lanjut dia, sikap dan tuntutan pengajuan daerah istimewa oleh Surakarta (Solo) ini jelas tidak memiliki landasan sejarah yang kuat dan sangat berbeda posisi dan statusnya dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam.
“Dalam perspektif inilah, tidak ada relevansi kuatnya Kota Surakarta dapat diabsahkan menjadi daerah istimewa, jelas pelanggaran konstitusional,” tegasnya.
“Agar tidak menjadi blunder politik dan ekonomi secara nasional sebaiknya DPR dan pemerintah tidak melanjutkan pembahasan usul status istimewa bagi Surakarta maupun daerah lain yang juga sedang mengusulkannya,” imbuh dia.
Yang lebih mendesak (
urgent), menurutnya, DPR dan pemerintah menata kembali sistem politik dan ekonomi bangsa dan negara berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945 dengan mengembalikan peran fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
“Salah satu hal yang paling krusial, yaitu mengembalikan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI kepada kewenangan MPR serta kepala daerah melalui DPR Provinsi/Kabupaten/Kota pada lembaga permusyawaratan tersebut,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: