Begitu dikatakan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menjawab kekhawatiran publik dengan penetapan tersangka yang terjadi menjelang Ramadan dan Idulfitri, yang tentu saja membutuhkan distribusi BBM yang stabil karena permintaan yang biasanya meningkat.
Eddy meyakini kasus dugaan korupsi minyak mentah yang melibatkan anak usaha Pertamina tidak akan mengganggu distribusi BBM.
“Pertamina bekerja berdasarkan sistem dan mekanisme yang baku, bukan pada orang per orang. Karena itu, kami yakin tidak akan ada gejolak, gangguan, atau hambatan terkait distribusi BBM,” kata Eddy kepada wartawan, Selasa 25 Februari 2025.
Eddy yang juga Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi, Hilirisasi, Lingkungan Hidup, dan Investasi ini, meyakini Pertamina memiliki prosedur perusahaan yang ketat ketika ada direksi maupun jajarannya yang tidak dapat menjalankan tugas karena satu dan lain hal.
ADapun tujuh tersangka adalah, Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menjelaskan modus operandinya.
Awalnya, Riva mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite yang banyak digunakan kendaraan bermotor di SPBU Pertamina.
Seharusnya, yang diimpor dalam kesepakatan dan pembayarannya adalah Pertamax dengan RON 92.
"Dilakukan blending, di storage depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," kata Qohar kepada wartawan.
Tak puas sampai disitu, tersangka juga melakukan markup kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki yang membuat negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen.
Dari sini, tersangka M. Kerry Andrianto Riza yang menjabat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan.
Dari kasus korupsi ini negara merugi hingga Rp193,7 triliun.
BERITA TERKAIT: