Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan, justru memandang penghapusan
presidential threshold oleh MK tidak bisa digeneralisir akan diterima oleh seluruh pihak.
"Putusan MK menghapus
presidential threshold tidak bisa disebut sebagai kemenangan demokrasi," ujar Yusak kepada
RMOL, Jumat, 23 Januari 2024.
Dia meyakini, petitum pemohon perkara uji materiil Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu yang diterima MK dengan keputusan menghapus
presidential threshold, tidak sepenuhnya terkait prinsip kedaulatan rakyat.
"Karena kedaulatan rakyat dalam memilih dan dipilih tetap terjamin sepanjang sistem pemilihannya melalui pilpres (pemilihan presiden) langsung," tuturnya.
Sebagai contoh, Yusak menyebutkan satu tokoh politik yang menurutnya lahir dari pengaturan
presidential threshold 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah partai politik pada pemilu sebelumnya.
"Jokowi merupakan contoh nyata kalangan rakyat jelata yang bisa menjadi presiden meskipun dengan
presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara sah," demikian Yusak.
BERITA TERKAIT: