Melalui akun X miliknya, Mahfud menyebut bahwa gelar "Yang Mulia" terkesan feodal dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Menurut Mahfud, aturan penggunaan gelar ini sebenarnya sudah diatur sejak keluarnya TAP MPRS No. XXXI/MPRS/1966, yang menggantikan "Yang Mulia" dengan sebutan Bapak/Ibu/Saudara untuk hakim.
"Saat ini sebutan YM itu menjadi berlebihan, hakim hadir resepsi nikah, masuk masjid untuk salat, bahkan pergi ke toilet saja disapa dengan, 'Silakan Yang Mulia'," kata Mahfud, Kamis 7 November 2024.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu juga menyinggung ironi kondisi pengadilan saat ini yang dipenuhi berbagai sorotan negatif terkait integritas hakim.
"Padahal dengan bobroknya pengadilan seperti sekarang ini hakim-hakim banyak yang lebih layak disebut 'Yang Memalukan' atau 'Yang Terhinakan' atau yang sejenis dengan itu misalnya 'Yang Anu'," ungkapnya.
Pernyataan Mahfud ini mencuat di tengah meningkatnya kritik terhadap lembaga peradilan dan diharapkan dapat menjadi pemicu evaluasi terhadap tata krama dan etika formal dalam dunia peradilan.
"Kalau di sidang resmi pengadilan, sebutan YM kepada hakim mungkin masih bisa diterima karena terlanjur jadi kebiasaan," kata Mahfud.
Tapi kalau di luar sidang masih bersedia disebut Yang Mulia, apalagi hanya di restoran atau acara di luar sidang itu sungguh berlebihan," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: